Tentang Kami
14-04-2017
"Sebuah Koran kampus sudah lama diimpi-impikan di IKIP Padang. Namun, karena keterbatasan, impian itu belum sempat diwujudkan. Sampailah beberapa waktu yang lalu, Rektor IKIP Padang 'menawarkan' suatu kemungkinan buat menerbitkan sebuah Koran kampus. Sudah tentu tawaran itu merupakan surprise. Dan Humas tak melewatkannya begitu saja. pembicaraan-pembicaraan diadakan. Rencana-rencana disusun. Sudah tentu, menerbitkan Koran tak semudah membacanya. Maka hari ini, dengan segala kekurangannya, Koran Kampus dengan nama TRIDHARMA ini sampai pada pembaca. Ini adalah nomor perdana. Nomor perkenalan. Sudah tentu kami berharap masih ada nomor-nomor berikutnya yang akan diterbitkan dan disampaikan pada Anda. Akhirnya, dalam suatu pertemuan antara para Redaktur TRIDHARMA dengan Rektor IKIP Padang, didapat konfirmasi bahwa pimpinan institut juga tak menginginkan kalau TRIDHARMA hanya bertindak sebagai terompet."
Berharap jelas, dari media itu, IKIP khusus dalam media penerbitan, betul-betul bertindak sebagai sebuah wadah yang edukatif dan komunikatif. Tidak hanya asal berbunyi, tapi juga berisi. Begitu, Rektor IKIP dalam sambutannya yang dimuat Redaksi.
"SURAT KABAR di perguruan tinggi merupakan sarana penting bagi usaha membangun tridharmanya. Oleh karena itu, IKIP Padang merasa perlu menerbitkan Koran kampus ini di samping dua buah media komunikasi berkala yang sudah ada, yaitu BULETIN IKIP PADANG dan FORUM PENDIDIKAN.
Kehadiran yang satu bukan berarti mengurangi arti yang lain. Kehadiran Koran kampus yang bernama TRIDHARMA ini justru melengkapi penerbitan yang sudah ada itu. dengan kehadirannya, kita telah maju selangkah lagi dalam memenuhi kebutuhan informasi bagi anggota tridarmanya dan sekaligus membina hubungan kampus dengan para alumni IKIP Padang dan masyarakat.
Surat kabar telah diakui sebagai media yang lebih efektif untuk menyampaikan informasi, gagasan serta hasil hasil-hasil pemikiran, dibandingkan dengan penyampaian melalui ceramah atau pidato. Karenanya, di bidang pendidikan dan pengajaran kita harapkan TRIDHARMA dapat merangsang pertukaran pikiran secara lebih teratur dan terarah".
Prof. Dr. Yakub Isman, Rektor IKIP, berpandangan jelas, ini media berfungsi untuk kemajuan institut yang mencetak para guru ini. Kehadiran media dinilai penting, sebagai lalu lintas informasi, minimal di lingkungan IKIP sendiri.
"Ini sebuah tawaran," kata Muzni Ramanto, waktu itu menjabat sebagai Kepala Biro Mahasiswa. Gayung disambut dengan baik. Anggota redaksi berembuk. Maka disepakati nama Tridharma. Nama ini mewakili tujuan pendidikan, dan juga universitas.
Rektor, kata Muzni, menyadari sebuah peran penting informasi dan sebagai media pembelajaran. Maka, untuk pengelolaannya, Tridharma beranggotakan mahasiswa. Komposisi keanggotaan dicampur. Mahasiswa dilibatkan. Ini bertujuan, sebagai wadah untuk menampung kemampuan menulis mahasiswa, dan mengembangkan bakat di dunia jurnalistik. Tercatat, anggota redaksi dari mahasiswa yang dilibatkan: Indra Jaya Nauman dan Wandra Ilyas (Mahasiswa FPBS) dan Amrizal Arief (FKT).
Ketika Tridharma menyapa pembaca untuk pertama kali, semuanya telah dilengkapi. Surat Tanda Terbit (STT) No. 519/SK/DITJEN PPG/STT/1978 telah dikantongi redaksi. Artinya, media ini, di zamannya, telah resmi. Terbukti, dari izin tersebut. Ia tidak lagi sentilan. Tridharma, sepertinya akan berlanjut. Didanai lembaga, makanya di box redaksi tertulis :Terbit Setiap Awal Bulan. Tinggal, bagaimana pengelola sanggup menerbitkannya. Ketika media dengan 8 halaman ini terbit, redaksi mengatur lalu lintas berita. Mahasiswa kebagian tugas mencari dan menulis berita, sedangkan dosen sebagai pengayom atau pendidik. Ini media, selain tempat menulis, juga sebagai media pembelajaran bagi mahasiswa dalam bidang tulisan menulis.
Apa yang ditulis Tridharma? Sebagai media yang dilahirkan untuk membangun citra IKIP, Tridharma bernafaskan keilmuwan dan berita-berita seputar kegiatan IKIP, termasuk kegiatan petinggi-petingginya. Walau didanai lembaga, redaksinya diberikan keluasan berpikir, untuk menulis berita, sejauh tidak merusak citra IKIP.
Sekitar 17 tulisan hadir setiap bulan. Isinya adalah untuk menambah pengetahuan pembaca. Masalah politik tidak terlalu mendapat tempat. Di edisi kedua, redaksi menulis, "BPM dan PGSLU Dilantik," Donor Darah di Hari Sumpah Pemuda." Terlihat, bagaimana redaksi mencoba untuk memberitahukan semua kegiatan seluruh civitas akademika ke dalam sebuah ruang informasi. Tak hanya kegiatan mahasiswa, kegiatan dosen pun demikian. "Kesan-kesan dari Tanah Suci Mekah," yang ditulis H. Drs. Yusran Khatib, FKSS ditampilkan pada edisi ke tiga. Redaksi menyeimbangkan dan menyaring kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk dipublikasikan. Wendy HS, anggota redaksi Tridharma mengenang sebuah masa penting masa itu. Ini mengenai berita. Ia menulis pungutan-pungutan yang dilakukan secara illegal di beberapa fakultas. Kejadian ini, baginya, penting untuk dipublikasikan agar tidak terjadi hal-hal serupa di jurusan lain. Ia kecewa, tulisan itu tidak dimuat. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Keputusan tetap ada di jajaran tertinggi redaksi yang dikomandoi oleh Kepala Humas.
"Selama tidak memburukkan citra dan membangun, semua tulisan akan dimuat," begitu komentar Muzni Ramanto. Masalah itu adalah masalah intern institut. Bisa diselesaikan dijajaran intern saja. Tidak perlu digembar-gemborkan keluar universitas. Kalau berita itu dimuat, maka IKIP secara luas akan dinilai oleh orang jelek. Itulah, kenapa, tulisan-tulisan yang bersifat provokatif dan tidak membangun, tidak pernah dipublikasikan dan tidak mendapatkan tempat di Tridharma. Nafas Tridhama adalah penelitian dan kelimuwan.
Tapi bukan berarti, Tridharma tidak kritis, kalau itu dinilai dari keberanian. Di edisi 4, tridharma menurunkan headline, "Laporkan Dosen yang Tak Beres Memberikan Kuliah." Tergambar jelas, Tridharma memang dilahirkan untuk kepentingan bersama membangun IKIP ketika itu. Tulisan-tulisan yang bernilai wawasan, sangat diapresiasi.
BIP dan Media Komunikasi
Dalam sejarah perpolitikan Indonesia, tahun 1978 adalah masa kelam bagi mahasiswa. Tahun-tahun yang sulit. Pemerintah Orde Baru, melalui maklumatnya mengatur universitas dengan program Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK/BKK). Drs. Muzzami, PR III IKIP dalam tulisannya "Kondisi Psikologis Mahasiswa dalam Hubungannya dengan NKK" berpandangan, manusia pada hakikatnya adalah manusia yang hidup di suatu periode pendewasaan, seperti juga pada setiap periode lain dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan untuk perkembangan kehidupannya harus ditunjang oleh kondisi yang akan memungkinkan tercapainya perkembangan periode bersangkutan dengan baik.
Bahwa psikologis yang menguntungkan bukan menjadi kasus, justru timbulnya kasus itu karena adanya kondisi psikologis yang tidak menguntungkan. Kondisi psikologis yang demikian itu justru akan melemahkan motiv/mahasiswa menghadapi setiap kegiatan atau situasi realita yang dihadapinya. Lemahnya motiv ini sudah tentu akan mengundang kondisi yang tidak menguntungkan dan tidak diingini. Kondisi dalam kualitas seperti di atas, adakah itu dari mahasiswa kita dalam hubungannya dengan situasi Penataan Kembali Kehidupan Kampus (NKK). Jika ada, wajarlah kiranya itu dijadikan suatu kasus untuk dipelajari.
Di sisi lain, NKK/BKK adalah sebuah perintah, kegiatan mahasiswa tidak lagi dibolehkan. Kampus tenang dari segala hal macam 'politik mahasiswa.' Nasib malang bagi Media Komunikasi yang dikelola mahasiswa ketika itu. Pimrednya adalah Wendy HS. Media Komunikasi adalah media yang dikelola seutuhnya oleh mahasiswa. Didanai langsung oleh PR III. Media Komunikasi sudah ada sejak tahun 70-an awal. Berbentuk stensilan dengan 30 halaman. Media ini menyapa pembaca dengan berita-berita yang dicari dan diterbitkan oleh mahasiswa.
Pada tahun itu, ada dua media yang telah lahir. Media Komunikasi yang dikelola oleh mahasiswa dan Buletin IKIP Padang (BIP) yang dikelola oleh dosen. BIP adalah kelanjutan dari Berita IKIP Padang. Kedua media tersebut sama, yaitu memberitakan berita-berita seputar kegiatan dengan IKIP. Barangkali, cara pendang mengambil berita, itu saja yang berbeda. Karena NKK/BKK, Media Komunikasi ditutup. Pendanaan tidak lagi disubsidi. Artinya, nafas media ini telah habis. Nasib BIP lebih mujur. Ia berubah menjadi Jurnal Pembelajaran, tapi dikelola oleh Lembaga Penelitian, bukan lagi HUMAS.
Pada Mei 1989, ada beberapa usulan nama untuk mengganti nama Tridharma. Di antara usulan nama tersebut adalah Seruling, Rangkiang, dan Ganto. Setelah diadakan rapat antar pengelola, terpilihlah Ganto sebagai pengganti dari nama Tridharma. Ada beberapa filosofi dari terpilihnya nama Ganto. Pertama, kata Ganto memang berasal dari bahasa minang yang menunjukkan keberadaan dari ganto itu sendiri. Kedua, Ganto, seperti halnya sebuah benda yang dikalungkan pada kerbau atau sapi, sebuah filosofi dalam menyuarakan aspirasi mahasiswa. Akan tetap bertahan selama IKIP itu masih berdiri. Tokoh yang berperan terhadap terhadap pergantian nama dari Tridharma menjadi Ganto adalah Drs. Anas Syafei, Harris Effendi Thahar, Drs. Hafni (Ketua Humas). Di kalangan mahasiswa adalah Abdul Maujud, Adi Rosa, Asrul Piliang, dan masih kawan-kawan lainnya. Adapun kepengurusan awal Ganto yaitu Prof. Djamil Bakar (Ketua Pengarah), Anas Syafei (Penanggung Jawab), Drs. M. Atar Semi (Pemimpin Umum) Adi Rosa (pemimpin redaksi), Harris Effendi Thahar (Waki Pemimpin Redaksi), Yurnaldi (Redaktur Pelaksana), Nandik Suparyono Asrul Piliang (Anggota).
Pada tahun 1990-1992, Ganto dijalankan oleh struktur organisasi dari kalangan mahasiswa. Di antaranya Yurnaldi, Zulyusri, Hermanto, Nandi Suparyono. Meskipun struktur organisasi dari kalangan mahasiswa, tetapi Ganto masih berada di bawah Humas dengan terbitan sekali dalam sebulan dengan 12 jumlah halaman. Terkendala dengan dana, ganto akhirnya hanya terbit hingga September 1990.
Pada Juni 1992, Ganto kembali terbit dengan bantuan dana dari PR III, Anas Syafei. Ketua penyunting saat itu Harris Effendi Thahar dengan anggota Ermanto, Yurnaldi, Syafwan, Nandik Suparyono, Abdul Maujud, Askolani, Dewi Ratna, Hendra Dupa.
Pada tahun 1994, Ganto memperoleh masa keemasan dengan mendapat penghargaan dari Dikti sebagai Juara II Pers Mahasiswa Tingkat Nasional. Ketua penyunting saat itu adalah Abdul Maujud dengan anggota Ermanto, Yurnaldi, Syafwan, Nandik Suparyono, Zulkarnain
Pada tahun 1995, Ganto masih berada di bawah Humas. Ketua Penyunting waktu itu dijabat oleh Hendra Dupa. Pada tahun 1996, ketua penyunting dijabat oleh salah seorang mahasiswa teknik,Zulfahmi. Mih di tahun yang sama, sedah ada keinginan untuk independent. Keinginan itu tidak ditanggapi serius oleh Humas.
Pada 1998, awal Ganto lepas dari Humas. Penanggung jawabnya adalah Harris Effendi Thahar. Edisi perdana Ganto independent pada April 1999 dibawah jabatan Meiri Nandarson selaku pemimpin redaksi. Mulai saat itulah Ganto stabil dalam penerbitan dengan sekretariat di Lantai III Gedung Rektorat tepatnya gedung BAAK.
Surak Kabar Kampus Ganto tampil dengan halaman warna dengan jumlah cetak 2000-3000 eksemplar pada Agustus 2000. International Series Serial Number (ISSN) artinya Ganto telah memiliki izin penerbitan dan diakui pada tahun 2001 dengan Pemimpin Umum Dodi syahputra. Tahun selanjutnya, yakni 2002, Ganto menyajikan 24 halaman kepada pembaca dengan Ade Irwansyah sebagai Pemimpin Umum.
Surat Kabar Kampus Ganto pertama kali mengadakan Pelatihan Keterampilan Tingkat Lanjut-Nasional (PKJTL-N) pada periode 2004-2005 dengan mendatangkan pemateri Nasional, di antaranya Salomo Simanungkalit (Kompas), Yudhistira (Pantau), Agus Syofyan dan Yurnaldi.
Pada periode 2005-2006, ganto mulai merilis website dengan alamat www.ganto.unp.ac.iddibawah kepemimpinan Adriyanto. Pada periode selanjutnya 2006-2007, Ganto membuka web baru dengan alamat www.ganto.web.id. Pada periode 2007-2008, awal internet masuk ke sekretariat Ganto di bawah kepemimpinan Ceria Haeti.