Parade Hari Teater se Dunia Ke-52
Lahirnya hari teater se-dunia ini terjadi pada tahun 1961 yang dicetuskan Institut Teater Internasional (ITI) dengan membawa pesan kebudayaan dan perdamaian internasional. Sejak itu, hari teater ini selalu diperingati seluruh masyarakat dunia.
Matahari sudah meninggalkan sudut tegak lurus terhadap bumi sejak setengah jam yang lalu. Teriknya masih membakar ubun-ubun saat riuh klakson dan dengung puluhan kendaraan bermotor memekakkan telinga. Rombongan pemuda penuh semangat turun dari kendaraan mereka masing-masing tepat di depan gedung Rektorat lama Universitas Negeri Padang (UNP), Rabu (27/3). Gelagat mereka menarik perhatian, menunjukkan akan ada sesuatu. Benar saja, mereka berkumpul untuk pementasan teater guna memperingati hari teater se-dunia yang ke-52. Komunitas-komunitas teater Sumbar yang tergabung dalam Salingka Teater (Sate) Padang seperti Rumah Teduh, RK Serunai Laut, Podjok Art Space, teater Imam Bonjol, Komunitas Seni Nan Tumpah dan yang lainnya menggelar parade pertunjukan teater di beberapa titik kota Padang dengan mengusung tema "Rakyat Teater Rakyat".
Latar belakang digelarnya parade ini bertolak dari lahirnya hari teater se-dunia pada 27 Maret 1961 yang dicetuskan Institut Teater Internasional (ITI). Sejak itu hari teater ini selalu diperingati seluruh masyarakat dunia dengan membawa pesan kebudayaan dan perdamaian internasional. Di Padang, parade dimulai dari Selasa (26/3) di Parkit Air Tawar Barat oleh komunitas Teater Langit berjudul "Suara Patung-Patung" yang disutradarai Mila K Sari. Kemudian dilanjutkan dengan pertunjukkan di Danau Cimpago Purus yang dilakoni Rumah Teduh berjudul "Ovarium" dan malamnya komunitas Podjok Art Space menampilkan persembahan mereka yang berjudul "Ruang Pagar 5" di ruang Chairil Anwar Taman Budaya (Tambud) Padang. Lokasi pertunjukan ini dipilih karena merupakan titik keramaian masyarakat kota Padang.
Berlanjut esok harinya, halaman depan gedung rektorat lama UNP disulap menjadi panggung pertunjukan bagi RK Serunai Laut. Kelompok ini menyumbangkan teater berjudul "Anjing-Anjinglah," yang disutradarai oleh Robby W Riyodi, Mahasiswa Sastra Indonesia UNP. Tak ingin tanggung-tanggung dalam berekspresi, pertunjukan ini menyulap lima pemain menjadi sosok serba putih dengan dilumuri kapur serta diikat tali dengan berbagai pose yang melambangkan panca indra manusia. "Anjing-anjinglah," merupakan ungkapan ketidakpedulian yang pekat dan berpilin dengan waktu. Robby menjelaskan tali yang mengikat gestur-gestur ini melambangkan waktu yang bisa ditarik ulur dan dikendalikan manusia serta ketidakpedulian yang melahirkan penyesalan. "Pada hakekatnya tidak ada manusia yang tidak peduli, yang ada hanya terlambat peduli" ujar Robby Senin, (8/4).
Install aplikasi Ganto apps di Google Play
Komentar
Kirim Komentar