Diskusi PPMI Nasional: Pers Mahasiswa dalam Cengkeraman Oligarki Birokrasi Kampus

Ilustrasi pembungkaman Pers Mahasiswa Foto: Pixabay
Ganto.co - Badan pekerjaan Advokasi Perhimpuanan Pers Mahasiswa Nasional Indonesia (PPMI Nasional) mengadakan diskusi bertajuk "Diskusi Advokasi Kekerasan Terhadap Pers Mahasiswa, Bagaimana Masa Depan Kebebasan Akademik dan Pers?" yang diselenggarakan secara daring melalui Platfrom Zoom meeting, Kamis (21/7).
Pembicara dalam acara ini adalah Dr. Ninik Rahayu S.H.,M.S., selaku Anggota Dewan Pers, Sasmito Madrim dari AJI Indonesia, Adil Al Hasan dari PPMI Nasional dan Dhia Al Uyun dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA).
Ninik selaku pembicara pertama menyampaikan pers mahasiswa itu bagian penting yang sampai saat ini belum mendapatkan perlindungan baik dari institusi dewan pers, karena keterbatasan Undang-Undang, maupun dari sisi kebijakan yang ada di kampus.
"Dalam Undang-Undang Nomor 40 sangat jelas mengatur tentang fungsi dan peran daripada pers dan salah satu yang terpenting bahwa pers itu menjadi pilar demokrasi, memiliki tiga tujuan utama, yaitu mengungkapkan fakta- fakta, mencari kebenaran, dan juga memberikan informasi serta pendidikan kepada publik. Tiga peran itu, menjadi peran mulia apalagi kalau dilakukan oleh para mahasiswa," ujarnya.
Ia juga menambahkan sengketa pers adalah sengketa mediasi bukan sengketa kriminal, oleh karena itu perlu juga membangun kesepahaman dengan aparat penegak hukum agar kedepannya para penyidik menolak dan diteruskan kepada Dewan Pers sebagai instusi yang memang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pers.
Adil Al Hasan sebagai pemateri kedua menyampaikan jenis-jenis kasus yang dialami Pers Mahasiswa.
Sebelum liputan pers mahasiswa terkhususnya yang pernah mendapatkan represi mereka mengalami ketakutan atau selalu mengalami traumatis ketika mereka kembali menulis berita.
Setelah liputan pers mahasiswa mendapatkan larangan, dipersulit, intimidasi dan kekerasan fisik, karena pers mahasiswa tidak memiliki Legal Standing, kemudian setelah liputan ada pembekuan, pembrendelan serta pembubaran.
"Pangkal persoalan kasus yang dialami pers mahasiswa, karena tidak adanya Legal Standing untuk pers mahasiswa, pihak kampus maupun pihak-pihak lainnya menganggap pers mahasiswa hanya main-main saja, melakukan liputan biasa, dan dalam liputan untuk mendapatkan informasi serta data-data dipersulit karena tidak adanya pengakuan tadi,"ungkap Adil.
Tiga hal yang direkomendasikan oleh Ninik Rahayu dan Aldi Al Hasan yang harus segera dilakukan, yaitu Dewan Pers membuat pernyataan terbuka atau Political Statement tentang Pers Mahasiswa, melakukan MoU dengan Kemendikbud-Ristek atau Ditjen Pendis dan revisi Undang-Undang Pers
Install aplikasi Ganto apps di Google Play
Komentar
Kirim Komentar