Pelecehan Seksual, Keadilan Berpihak Pada Korban
Sumber: LPM BIOma
Nurul Fitri
Persoalan tentang pelecehan seksual, identik dengan perempuan yang menjadi korban. Entah sudah berapa banyak kasus yang terjadi, mungkin tak terhitung lagi. Pelecehan seksual sering dialami perempuan ketika ia sedang sendirian di tempat yang sepi atau tempat-tempat yang jarang dilewati oleh masyarakat banyak.
Pelecehan seksual sering terjadi di lingkungan publik seperti sekolah, kampus, transportasi umum, dan layanan umum. Ternyata, kasus pelecehan seksual di ruang publik berada pada angka paling tinggi. Selain itu, pelecehan seksual tidak mengenal waktu, bisa terjadi di malam hari, pagi hari, siang hari pun juga ada. Selagi ada kesempatan, pelaku akan meluncurkan aksinya. Lalu korban yang tak bersalah yang menjadi tumbalnya.
Rata-rata kasus pelecehan seksual tidak sering mendapatkan respon yang cepat. Hal itu salah satunya disebabkan kurangnya bukti dari pihak pelapor atau korban. Bukti bagaimana lagi yang harus dibuktikan. Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menjalankan aksinya di tempat-tempat yang sepi dan jarang dilewati masyarakat. Selain itu, CCTV tidak tersebar merata di seluruh tempat. Padahal dengan adanya CCTV, semua tindak kejahatan seperti pelecehan seksual dapat terungkap.
Tidak sedikit korban yang dihakimi setelah melaporkan kasus pelecehan seksual yang dialaminya. Padahal korban berhak mendapatkan keadilan atas kasus tersebut. Faktanya, siapapun bisa menjadi korban pelecehan seksual, baik itu perempuan maupun laki-laki. Pelecehan seksual tidak hanya berbicara soal sentuhan fisik saja, melainkan juga bisa terjadi di sosial media seperti komentar-komentar yang tidak patut disampaikan.
Pelecehan seksual yang terjadi di ruang publik tidak hanya sebatas berapa jumlah korban. Namun juga sebagai batu sandungan sepak terjang perempuan. Sebagai perempuan kita terpaksa harus membatasi diri, ruang gerak, dianggap lemah, yang membuat kita tidak bebas mengeksplor diri di ruang publik. Padahal kita memiliki kesempatan dan keadilan yang sama semua gender. Seolah-olah kita perempuan merasa apakah diri ini berharga. Hal itu semua terjadi di ruang publik yang sama-sama kita ketahui, kita seharusnya merasa terlindungi karena adanya kata publik.
Bahkan terkadang hal tersebut terjadi di hadapan kita, sementara kita hanya terpaku tidak mampu berbuat sesuatu. Entah terkejut, bimbang, takut karena bingung harus mengambil tindakan apa. Sepatutnya kita sebagai manusia yang memiliki hati nurani harus berperan aktif dalam membantu dan memberikan perbedaan. Namun, hal tersebut terjadi sebaliknya.
Termasuk contoh kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum yaitu publik figur yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan kejadiannya korban telah dilecehkan saat berada di ruang publik, ketika itu mengundang publik figur dalam sebuah acara. Kemudian semua orang yang berada di sekitarnya mendukung si publik figur, sementara korban tidak mendapatkan dukungan ataupun keadilan yang seharusnya didapatkannya.
Berdasarkan masalah tersebut, terlihat di komentar sosial media si korban, malah mendapatkan hujatan atau hate comment. Tidak ada yang mempercayai si korban, sebab si pelaku adalah seorang publik figur. Dengan demikian, kita sebagai manusia seharusnya mampu menegakkan keadilan sebagaimana mestinya. Kita harus melindungi seseorang yang mengalami pelecehan seksual dengan cara apapun. Tentunya dengan memberikan bukti-bukti kepada pihak berwajib.
Komentar
Kirim Komentar