Melihat Keterasingan di Tubuh Umat Islam
Dedi Supendra
"Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu." (HR. Muslim)
Jauh sebelum Islam datang, orang-orang terdahulu di Jazirah Arab mempunyai keyakinan yang telah berurat akar dalam kehidupan mereka, yaitu berupa agama nenek moyang yang berprinsip politeisme. Berbagai bentuk patung (berhala) diukir sedemikian rupa dan diberi nama yang beragam. Lalu, berhala-berhala itu disembah-sujudi. Ajaran itu diwariskan turun temurun tanpa ada yang berani menentangnya. Pada waktu itu, suku-suku di tanah arab itu menganut agama hanya atas dasar-dasar yang diada-adakan dari diri mereka sendiri dan nenek moyang, serta tidak mau berpindah dari keyakinannya itu. "…Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan Sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka" (QS. Az-Zukhruf : 23).
Lalu, Nabi Muhammad SAW (Rasulullah) lahir dan membawa ajaran agama baru, Islam. Islam datang untuk meluruskan jalan hidup manusia yang melenceng. Rasulallah ketika muda dianggap gila, aneh, ganjil, sesat oleh masyarakat jahiliyah karena ajarannya. Akibatnya, Rasulallah dicemoohkan, dianiaya bahkan diancam akan dibunuh oleh masyarakat kafir Quraisy. Namun, Rasulullah tetap berjuang menyebarluaskan agama Tuhan. Beliau dibimbing oleh Kalamullah melalui Jibril-bersama para sahabat terus berdakwah. Hingga akhirnya, Islam mencapai puncak kejayaannya.
Kini, tigabelas abad setelah wafatnya Rasulullah, delapanpuluh enam tahun sesudah berakhirnya periode kekhalifahan (masa kejayaan Islam), Islam kembali menjadi suatu ajaran yang dianggap asing. Tidak hanya di kalangan non-muslim, bahkan umat muslim sendiri merasa asing dengan keislamannya. Ajaran islam (syariat islam) kembali dianggap aneh oleh masyarakat, yang notabenenya mengaku muslim. Contohnya; Islam sangat menganjurkan bersalaman dengan sesama muslim dimanapun mereka bertemu karena bersalaman dapat menggugurkan dosa. Namun sekarang, bersalaman ketika bertemu di jalan atau di mana saja dianggap aneh dan tak lazim. Contoh lain; umat islam yang berjenggot dianggap berlebihan. Padahal nabi menganjurkan lewat haditsnya; "Berbedalah kalian dengan orang-orang musyrik, pendekkanlah kumis, dan panjangkanlah jenggot (dalam hal ini, jenggot yang rapi)." (HR.Muslim). Selain itu, wanita yang menggunakan pakaian dan kerudung untuk menutupi aurat secara sempurna dianggap sok alim dan sok suci. Banyak lagi hal-hal yang dianjurkan islam namun dianggap asing oleh umat islam itu sendiri.
Rasulullah telah meramalkan bahwa hal tersebut akan terjadi. Sebagaimana sabdanya; "Sesungguhnya Islam permulaan (datang) dalam keadaan asing dan akan kembali asing. Maka berbahagialah bagi mereka yang (dianggap) asing. Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, siapakah mereka (yang dianggap) asing itu? Beliau menjawab : orang-orang yang berbuat baik di kala rusaknya manusia". (HR. Muslim).
‘Ramalan’ tersebut telah nampak dan dapat dirasakan pada saat ini. Banyak umat -yang mengaku-ngaku muslim tidak peduli dengan halal dan haram dalam hakikat yang sebenarnya. Alquran telah secara gamblang menjelaskan bahwa meminum khmar itu adalah haram. Tapi, umat islam zaman sekarang tetap saja melanggarnya. Korupsi itu haram. Zina itu haram. Seperti halnya kasus Gayus Tambunan, serta beredarnya video mesum antara Luna Maya dan Ariel. Selain itu, umat islam masa kini kebanyakan mudah menerima dan melakukan bid’ah. Misalnya ada orang islam yang mau melakukan semedi di kuburan untuk meminta berkah kesehatan, kekayaan dan kebahagiaan dunia lainnya.
Ditengah kemelut kemunduran itulah, umat islam yang taat menjadi terasing. Umat islam yang menjalankan syari’at dengan ‘cara Al-Quran dan Hadits’, mereka dipandang aneh dan dianggap berlebihan dalam menjalankan perintah agama. Pandangan itupun muncul dari umat muslim itu sendiri. Pertahanan keagamaan mereka, yang dianggap asing ini, diuji dengan tantangan dari berbagai arah. Seperti yang disampaikan Nabi Muhammad SAW, "Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Muslim sejati harus melakukan pengorbanan yang berat, ‘membiarkan tangannya terbakar oleh bara api’. Bara kebenaran harus dipegang teguh, karena itu adalah perintah dan jalan keselamatan. Jika ia dilepas, berarti lepaslah agama.
Bara itu tidak boleh digenggam dengan tanggung-tanggung. Akan tetapi, ia harus digenggam erat, agar panas bara meredup dan yang tersisa hanyalah kebahagian yang menyongsong pahala. Rasulullah melanjutkan, "Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. (HR. Abu Dawud). Berbahagialah orang-orang yang dianggap asing di antara orang-orang yang telah rusak di akhir zaman.
Mengapa hingga sekarang, ketika manusia, umat muslim khususnya telah berada pada puncak ilmu pengetahuan malah mengasingkan ajaran agamanya? Ada beberapa sebab. Pertama, Umat islam ogah-ogahan memperlajari Islam. Porsi pembelajaran agama lebih sedikit dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpahaman generasi muslim terhadap ajaran yang dianutnya sehingga mereka tidak dapat menjalankan agama dengan baik dan benar. Kedua, pecah belah yang terjadi di antara sesama umat Islam. Banyaknya aliran yang berbeda pemikiran dan pemahamannya, sehingga mereka digolongkan aliran sesat. Seperti halnya Ahmadiyah, Eden, dan lain sebagainya.
Ketiga, globalisasi pemikiran dan budaya. Faktor ketiga sangat berpengaruh pada dua faktor terdahulu. Globalisasi yang didominasi oleh dunia barat dapat berdampak pada lemahnya pertahanan umat islam akan keislamannya. Globalisasi menyusup perlahan-lahan ke dalam pemikiran-pemikiran umat yang lemah imannya. Globalisasi bercampur dalam budaya-budaya keislaman sehingga terkadang suatu budaya islami dianggap ketinggalan dan direndahkan oleh kaum muslim sendiri, meskipun itu merupakan suatu kewajiban. Contohnya menjawab salam telah berganti dengan kata sapaan ala barat atau malah bercipika-cipiki dengan yang bukan muhrim. Globalisasi dunia barat semakin mudah masuk ke dalam zona suci umat islam karena umat islam yang tercerai-berai dengan pemikiran yang tak sama pula. "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.." (QS. Al-Baqarah: 120).
Lantas, apa yang seharusnya dilakukan umat islam di zaman keterasingan ini? Agar cahaya iman tetap menyala dalam kehidupan, memperbanyak dan memperbaiki pola berpikir terhadap pemahaman Islam adalah salah satu cara yang mesti dilakukan. Berpikir adalah proses terakhir setelah umat islam tahu dan belajar. Sebab, jika hanya tahu saja tentang Islam, tapi belum menyempatkan diri untuk mempelajari islam secara kaffah, maka besar kemungkinan umat islam tak akan pernah bisa mencapai derajat berpikir. Untuk orang-orang yang menganggap Islam sebagai agama yang ‘asing’, Allah berfirman:
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." (QS. Al-Furqan: 63).
Komentar
Kirim Komentar