Eksistensi Kebudayaan Tionghoa dan Menilik Citra Destinasi Wisata Kampung Cina di Kota...

Sumber: Media Travelingyuk
Tiara Tri Dewi
Berdasarkan catatan sejarah, keberadaan masyarakat Tionghoa di Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu, salah satunya terdapat di Kota Padang, Sumatera Barat. Dilansir dari Indonesia.go.id, masyarakat Tionghoa mulai bermukim di Padang semenjak tahun 1630-an. Memiliki sifat dan kebiasaan yang serupa, seperti etos berdagang, cepat beradaptasi dengan kehidupan lokal, serta kesamaan latar belakang sosial dan budaya, membuat orang Tionghoa mudah diterima oleh masyarakat lokal Padang, suku Minangkabau.
Masyarakat Tionghoa banyak bermukim atau terkonsentrasi di daerah Padang Selatan, tepatnya di Kawasan Kampung Pondok. Daerah tersebut dikenal dengan sebutan Kampuang Cino atau Kampung Cina. Mardanas Safwan, seorang Sejarawan menyebutkan bahwa masyarakat Tionghoa telah menduduki Kampung Pondok selama delapan generasi. Mengutip dari Indonesia.go.id, berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Padang, pada 2021 jumlah penduduk Tionghoa di Padang berkembang menjadi 20.000 jiwa.
Kampung Cina menjadi salah satu spot wisata yang menarik dijelajahi di Kota Padang. Di tempat ini banyak ditemukan ornamen-ornamen bangunan yang menggambarkan kebudayaan khas Tionghoa, seperti Kelenteng See Hien Kiong sebagai tempat ibadah, Rumah Duka, dan banyak Gedung perhimpunan atau perkumpulan untuk masyarakat Tionghoa. Bangunan-bangunan tersebut biasanya dijadikan spot foto bagi kaum muda-mudi Kota Padang karena tempatnya yang instagramable. Suasananya yang menarik juga menjadi alasan bagi para pengunjung untuk berwisata di Kampung Cina.
Di area ini juga terdapat Pasar Tanah Kongsi. Pasar Tanah Kongsi merupakan pasar tradisional yang identik dengan ornamen seni. Hal itu terlihat di setiap sudutnya dipasangi lampion dan dibaluri dengan cat warna merah pada tonggaknya supaya memberikan kesan kebudayaan tersendiri bagi masyarakat Tionghoa. Sebelum memasuki area pasar, juga terdapat perpaduan antara bangunan khas China dengan bangunan begonjong khas Minangkabau. Uniknya, di pasar ini tidak hanya diisi oleh masyarakat Tionghoa saja, tetapi banyak masyarakat berdarah Minangkabau dan juga Nias yang berperan sebagai penjual dan pembeli. Dalam pasar tersebut juga terdapat Mushola untuk beribadah umat muslim. Pasar Tanah Kongsi adalah gambaran keberagaman yang masih terawat di Kota Padang.
Belakangan ini, banyak tradisi atau kebudayaan Tionghoa yang menghiasi kawasan Kampung Cina sebagai destinasi wisata di Kota Padang sejalan dengan perayaan Imlek tahun 2023. Pasar Malam Imlek menjadi salah satu rangkaian event tahun baru Imlek 2574. Pasar yang dihelat selama lima hari membuat Kampung Pondok tampak lebih padat. Para pengunjung dari berbagai daerah turut memeriahkan festival Pasar Malam Imlek ini. Menampilkan tradisi khas Tionghoa, seperti atraksi barongsai, aktrasi tarian naga, dan karaoke lagu mandarin turut memperkenalkan kebudayaan Tionghoa kepada masyarakat yang berkunjung. Selain itu, juga terdapat kuliner menarik khas Tionghoa dan Minangkabau yang bisa dinikmati oleh para pengunjung. Hal tersebut tentunnya berdampak kepada roda perekonomian di Kota Padang.
Beranjak dari festival Pasar Malam Imlek 2023, terdapat juga festival besar masyarakat Tionghoa, yakni festival Cap Go Meh. Dilansir dari harianhaluan.com, Cap Go Meh merupakan tradisi Imlek yang sering dirayakan di Indonesia. Festival ini merupakan klimaks atau akhir dari perayaan pada hari ke 15 bulan pertama Imlek di China. Pada tahun 2023 ini, perayaan festival Cap Go Meh berlangsung pada 5 Februari lalu.
Pasalnya, pelaksanaan festival Cap Go Meh ini sempat ditolak diadakan di Kota Padang. Hal itu diunggah pada instagram @pelitapadang yang menuliskan "meski sempat ada penolakan dari segelintir kelompok, tentu itu tidak mewakili suara banyak orang di Sumatera Barat". Albert Hendra Lukman, dalam live talk show dengan judul "Cap Go Meh. Mengapa Kerap Ditolak?" pada channel youtube @Katolinaka mengatakan adanya penolakan terhadap festival ini bisa saja terjadi karena ada suatu informasi yang keliru atau ada provokasi dari orang-orang yang tidak menginginkan festival Cap Go Meh ini terlaksana.
Selanjutnya, ia mengatakan tujuan dari adanya festival ini adalah untuk mengubah stigma masyarakat terhadap etnis Tionghoa yang dianggap ekslusif. Padahal, menurutnya etnis Tionghoa Padang ingin membaur dengan menyesuaikan dengan kearifan lokal. Anggota DPRD dari etnis Tionghoa itu juga mengatakan bahwa festival ini sangat erat dengan nilai budaya dan pariwisata.
Festival yang berpusat di bawah Jembatan Siti Nurbaya mendatangkan ribuan penonton dan berlangsung secara meriah. Festival Cap Go Meh merupakan ruang jumpa lintas keberagaman dan momen merawat kehidupan multietnik di Sumatera Barat. Festival yang berlangsung kurang lebih 150 tahun di Kota Padang ini menjadi pengingat bahwa sudah beratas-ratus tahun lamanya hidup berdampingan sebagai entitas yang beragam.
Berdasarkan penjelasan di atas, eksistensi kebudayaan Tionghoa masih terawat dengan baik di Ranah Minang. Beberapa festival kebudayaan yang digelar oleh etnis Tionghoa mendapat dukungan dan apresiasi yang baik dari masyarakat Kota Padang. Hal tersebut terlihat ketika masyarakat Kota Padang turut semarak menghadiri event kebudayaan Tionghoa, seperti festival Pasar Malam Imlek dan festival Cap Gomeh.
Kampung Cina sebagai tempat tinggal masyarakat Tionghoa juga menjadi salah satu objek pariwisata Kota Padang. Tempatnya yang unik dengan kearifan lokal khas Tionghoa membuat para pengunjung menjadikan Kampung Cina sebagai spot foto yang menarik. Pasar Tanah Kongsi, Festival Kebudayaan Tionghoa, dan destinasi wisata Kampung Cina merupakan bentuk dari keberagaman berbagai etnis yang ada di Ranah Minang dan perlu dirawat ataupun dipertahankan.
Komentar
Kirim Komentar