Si Bocah Okky

Si Bocah Okky
Ferro Oktawan Putra
Di sebuah kota metropolitan yang bernama Palangkiang, hiduplah seorang remaja yang bernama Puaik. Ia lahir dari keluarga tidak mampu, Ayahnya hanyalah seorang buruh harianyang terkadang dapat kerja, dan terkadang jadi buruh angkat di pasar selasa, sedangkan Ibunya hanyalah buruh cuci dari rumahke rumah. Puaik adalah anak tertua dikeluarganya tersebut, ia mempunyai dua adik laki-laki dan dua adik perempuan yang masih kecil. Ia sekarang sudah memasuki usia delapan tahun dan sekarang sekolah di SDN 2 Kota Palangkiang.
Di sekolah Puaik termasuk siswa yang rajin namun dia tidak terlalu pintar dalam urusan belajar, dia lumayan lama untuk mencerna sebuah pelajaran yang diberikan gurunya, karena dia sadar akan kekurangannya tersebut, dia sangat rajin belajar agar dapat mengerti apa yang ia pelajari.
Di kelas, ia selalu dipandang sebelah mata oleh temannya bahkan beberapa guru juga tidak suka padanya, karena daya tangkapnya terhadap pelajaran yang diajarkan sangat lambat. Selain daya tangkapnya yang lambat pakaiannya pun juga usang dan kotor karena tidak mempunyai uang untuk membeli baju baru yang bagus dan bersih.
Puaik menyadari hal itu tapi dia tak terlalu memikirkannya karena dia sadar itu adalah hak mereka untuk menyukai dan membenci siapapun. Selain itu Puaik juga menyadari sistem dunia sekolah di daerah tempat tinggalnya, di Kota Palangkiang mereka menggunakan sistem mencerdaskan yang cerdas, bukan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hal itu tidak membuat Puaik putus asa, karena mentalnya sudah terasah sejak kecil selain dia dilahirkan di keluarga tidak mampu di dunia sekolah pun dia dikucilkan karena daya tangkap otaknya yang lambat.
Puaik adalah anak yang mandiri dia tidak terlalu memikirkan tentang apa yang terjadi padanya, yang dipikirkannya hanyalah bagaimana cara ia tidak terlalu membebani kedua orang tuanya, oleh karena itu sepulang sekolah ia bekerja sebagai juru parkir di sebuah pasar yang berbeda dengan pasar dimana tempat Ayahnya bekerja sebagai buruh angkat, agar ayahnya tidak khawatir dan marah.
Puaik sangat rajin dan suka bergaul, di pasar tempatnya bekerja tidak ada yang tak kenal dengan Puaik bahkan pembeli di pasar pun juga mengenalinya, Puaik sangat ramah dan baik, dia selalu mengajak setiap orang yang ditemuinya berbicara bahkan membantunya jika mereka butuh bantuan.
Meskipun demikian, tak banyak dari mereka yang membalas kebaikan Puaik. Hampir seluruh masyarakat pasar merasa risih terhadap Puaik yang bau dan kotor. Hal ini karena ia tinggal di daerah kumuh tempat pembuangan sampah, oleh sebab itu stigma masyarakat terhadapnya sangat buruk.
Selain banyaknya masyarakat di pasar yang tak suka padanya, ada saja hal buruk yang selalu menghampiri Puaik. Seperti aksi premanisme yang sudah lumrah di lingkungan pasar tersebut. Puaik sering dimintai duit oleh preman-preman yang berkuasa di pasar tersebut, tak tanggung-tanggung mereka meminta semua hasil yang dikumpulkan olehnya, jika melawan maka Puaik akan dipukuli hingga babak belur.
Aksi premanisme ini memang sudah sewajarnya untuk dibumihanguskan karena selain memalak mereka juga menganiaya warga sekitar dengan dalih keamanan pasar. Puaik selalu melaporkan hal ini kepada satuan pengaman di pasar tersebut namun tak pernah digubris karena mereka benci dengan kehadiran Puaik di pasar tersebut.
Seperti tak ada habisnya masalah silih berganti menghampiri Puaik. Orang tuanya mengetahui bahwasanya dia bekerja sebagai juru parkir selepas sekolah, hal ini membuat Ayahnya marah dan mengancam, jika Puaik masih bekerja, ia akan dikeluarkan dari sekolah.
Sebenarnya kemarahan Ayahnya bukan tanpa sebab, Puaik memanglah anak yang rajin namun nilai yang diperolehnya disetiap akhir semester selalu rendah. Oleh sebab itu Ayahnya sangat marah ketika mengetahui Puaik bekerja di pasar bukannya belajar sehabis pulang sekolah.
Keesokan harinya Puaik masih tetap bekerja sebagai juru parkir namun di tempat yang berbeda dari sebelumnya. Tekad Puaik sudah bulat, dia ingin belajar sambil bekerja agar tidak menyusahkan kedua orang tuanya.
Hari pun berganti, kehidupan puaik sebagai pelajar yang meluangkan waktu tuk bekerja sebagian juru parkir pun berlanjut. Puaik selalu berpindah-pindah tempat agar orang tuanya tidak tahu dia bekerja.
Hingga pada akhirnya, ia mempunyai seorang teman, bernama Tarenek. Tarenek sangat menyukai Puaik karena kegigihannya dalam bekerja dan belajar. Tak hanya itu kedua orang tua Tarenek pun menyukainya, bahkan sering mengajak Puaik untuk makan di rumah ketika siang dan malam. Karena merasa prihatin dengan kehidupan Puaik, mereka mencoba membantu meskipun hanya memberi makan dan terkadang memberi pakaian kepada Puaik.
Meski demikian Puaik tetap merasa senang bercampur kebahagiaan karena keluarga Tarenek lah yang berbuat demikian kepadanya. Tak lupa, ia juga selalu mengenakan pakaian yang diberikan oleh mereka, dan yang menjadi pakaian favorit Puaik adalah baju kaos berlogo Okky berwarna merah, yang sering dikenakannya saat bertugas sebagai juru parkir.
Mereka juga memberikan Puaik suatu nasehat yang membekas di hatinya yaitu "Jadilah anak yang jujur, baik dan pantang menyerah karena orang sukses adalah orang yang mempunyai jiwa yang besar dan mental yang kuat, biar saja orang membenci kita dan melakukan suatu hal buruk terhadap kita, jangan pernah membalas keburukan dengan keburukan pula tebarlah senyuman dan kebaikan kepada siapa saja yang kamu temui dan selalu berani untuk mencoba hal baru jangan takut akan sebuah tantangan" Oleh karena itulah Puaik dipanggil si bocah Okky karena dia sering menggunakan baju tersebut.
Komentar
Kirim Komentar