Atas Nama Salah Jurusan : Sebuah Pembelaan atau Omong Kosong ?
Jefri Yunedi
Sebagai mahasiswa yang sedang berjuang di medan tempur, boleh dibilang terdapat banyak serba serbi di dalamnya, namun mahasiswa atau bukan pernahkah kalian mendengar kalimat "Semakin kesini kok makin pusing? Apa gua salah jurusan yak ? kok jadi kaku gini gua kuliah". Kalimat tersebut merupakan sebuah bualan atau mungkin kalimat curhatan kosong dari Mahasiswa yang sering kita dengar dan baca dewasa ini.
Di Tengah hiruk pikuk kondisi lingkungan perkuliahan, sebenarnya beberapa hal memang jauh lebih penting untuk dibahas dibandingkan isu ini. Namun dunia perkuliahan menurut penulis tidak hanya seputar tentang apa itu tugas, absen, skripsi, dan wisuda. Jika kita membahas tentang hal yang lebih serius saya melandasi tulisan saya dengan hal yang ilmiah. Menurut Saldi (2012) peranan dari mahasiswa adalah sebagai agent of change (agen perubahan), Guardian of Value, Moral Force dan Social control. Keempat hal tersebut merupakan peranan dari mahasiswa secara umum, dan isu yang kita sajikan ini menurut saya menyangkut pada peranan mahasiswa sebagai social control dan agent of change.
Saya Salah Jurusan?
Di Dalam kasus ini tentunya kita harus mencoba untuk menggeneralisasi dan meluruskan perspektif definitif kita bersama mengenai hal ini. Salah jurusan pada saat ini diartikan bahwa mahasiswa yang sedang menjalani perkuliahan tidak sesuai dengan minatnya, boleh juga dikatakan dalam situasi ini terjadinya konflik psikologis, akademik, dan rasional terhadap mahasiswa itu. Dalam bahasa singkatnya bahwa seseorang mahasiswa yang sedang menjalani perkuliahan namun ditengah jalan dia merasa bahwa ini sepertinya bukan tempatnya.
Kasus salah jurusan biasanya terjadi di semester 4-7, namun disaat ini entah itu perkembangan zaman, ternyata kasus yang mengeluh tentang salah jurusan sudah dikumandangkan juga oleh mahasiswa tahun 1 dan 2 atau semester 1-4. Hal ini tentunya merupakan hal yang menarik untuk kita kupas penyebabnya, jangan-jangan ini merupakan suatu trend atau semacamnya sehingga banyak yang speak up baru-baru ini dan ini memancing saya untuk berargumen dan semoga relate dengan apa yang dipikirkan oleh pembaca.
Bagaimana Bisa Salah Jurusan?
Siapa disini yang sedang berpikir bahwa sepertinya berada di posisi salah jurusan?. Dalam riset kecil-kecilan saya terdapat beberapa hal yang menjadi biang kerok dari kasus salah jurusan ini.
Pertama adalah ternyata jurusan yang dipilih tidak sesuai dengan ekspektasi. Saya beri contoh di jurusan pendidikan sejarah, kita sebagai siswa tentu berpikir serunya menjadi guru sejarah yang bercerita, melihat antusiasme siswa kita mendengarkan cerita kita dan kemudian timbulah dengan spontan suatu keinginan di posisi tersebut karena sesuai dengan hobi kita yaitu bercerita dan mencari cerita, terlebih lagi bahwa isu masa lalu sangat seru jika diceritakan.
Kedua, di tengah kita menjalani perkuliahan ternyata kita tidak bisa menikmatinya, kita tidak mendapatkan kesenangan atau kenyaman. Pada awalnya kita menikmati materi yang diajarkan pada bangku sekolah, namun ternyata di perkuliahan kita mendapatkan banyak rintangan yang sangat diluar ekspetasi dan cenderung membosankan. Lebih-lebih ternyata yang menjadi masalah di bangku perkuliahan bukan menyangkut materi melainkan teknisnya entah itu kesulitan menelaah materi dari dosen padahal disaat SMA kita dengan antusias mempelajari suatu hal yang berhubungan dengan topik tersebut dan kita berpikir akan dengan mudah menguasai materi-materi seperti itu. Hal ini merupakan kesalahan yang fatal mengingat dalam posisi kemarin dengan pengetahuan yang seadanya kita jadi over confident dan menganggap ini akan mudah dan menikmati perkuliahan dengan jurusan ini.
Ketiga, di tengah jalan ternyata kita memiliki passion yang berbeda dengan apa yang kita rasakan pada saat sebelum memilih jurusan itu. Hal ini adalah alasan yang paling banyak ditemui terlebih lagi alasan ini dinilai merupakan alasan yang paling keren dibandingkan kedua alasan tersebut. Contoh kasusnya adalah disaat SMA kita sangat terobsesi dengan dunia politik, karena terdengar keren dan berkharisma dan tentunya kita merasa bahwa kita punya kans di bidang itu, namun setelah dijalani dengan pengaruh lingkungan ternyata hal yang lebih menggiurkan adalah belajar filsafat, lebih lagi seorang filsuf yang terkemuka seperti Rocky Gerung sering mengkritik dan men-skak mat para politisi dan itu membuat kita jauh lebih tergiur akan hal itu.
Sesungguhnya gonta ganti passion merupakan hal yang sangat wajar terjadi pada anak muda, pada suatu saat kita sudah menyepakati dalam diri bahwa hal ini merupakan passion kita namun seiring berjalannya waktu terdapat hal baru yang seketika merubah pola pikir kita atau mungkin perubahan tersebut didasari dengan kebosanan terhadap hal itu. Masalah ini sebenarnya hanyalah terletak pada miskonsepsi dimana harusnya yang hadir dan menjadi landasan dalam memilih jurusan bukanlah passion, namun determinasi terhadap jurusan tersebut.
Tidak ada yang namanya salah jurusan!
Jika kita sudah sepakat bahwa ketiga alasan tersebut maka disini saya berharap untuk kita mulai untuk tidak mengatakan bahwa saya sedang salah jurusan, mengapa demikian?. Kembali ke ketiga alasan tersebut bahwa jika itu merupakan alasannya maka saya tekankan tidak ada mahasiswa yang tidak salah jurusan karena semua mahasiswa melalui dan merasakan hal itu tanpa terkecuali. Kemudian disini kita mengatakan bahwa kita yang salah jurusan, padahal yang terjadi hanya kenyataan bahwa ekspektasi kita tidak sesuai dengan realita, atau mungkin minimnya riset pribadi kita masih kurang mengenai jurusan yang ingin kita ambil.
Logikanya semua mahasiswa pasti mengalami ketiga hal itu, dan apakah mereka juga salah jurusan?. Ternyata yang salah adalah pemaknaan dari kita, yang terjadi bukanlah salah jurusan namun salah nya kita dalam mengambil keputusan. Pada persiapan sebelum memilih jurusan, saya menyarankan kepada setiap yang ingin memilih jurusan harus siap untuk salah jurusan. Hal ini dikarenakan pasti kita akan mengalami terbenturnya ekspektasi kita terhadap realita sebenarnya, kita harus siap terhadap semua kemungkinan yang akan terjadi.
Dalam menjalani perkuliahan tentunya seorang individu dikuras habis waktu, materi, energi, jiwa, fisik dan mentalnya. Maka saya sarankan jangan jadikan salah jurusan menjadi alasan untuk menyerah dan berhenti terhadap apa yang kita mulai, terlebih lagi menyia nyiakannya. Hal yang sudah kita mulai tentunya akan berakhir begitu saja dan bisa dibilang hangus sehingga otomatis sia-sialah apa yang sudah kita lakukan selama itu.
Selain dipastikan ketika kita memilih jurusan yang baru kita mulai semuanya dari nol lagi, transisi atau perubahan yang kita ambil bisa saja membuat kita lebih menderita lagi di kemudian hari. Kemungkinan kita akan salah jurusan lagi pun sama besarnya jika pola yang kita pakai tetap sama pada saat kita memilih jurusan sebelumnya dan sekali lagi saya bertanya apakah kita juga akan menyerah lagi?.
Jadi setelah pernyataan dan pertanyaan tersebut akhirnya sampailah kita di tahap introspeksi dan renungan muhasabah, sedikit disclaimer penulis tidak mengharapkan tulisan ini menjadi motivasi rekan-rekan pembaca, namun disini penulis hanya memberikan uraian sudut pandangnya terhadap fenomena ini, dan sekali lagi keputusan dan apapun mengenai pertanggung jawaban pilihan tetap dibebankan penuh kepada pihak yang bersangkutan, sekian.
Komentar
Kirim Komentar