Gejala dan Pengendalian Stress

Ilustrasi: halodoc.com
Dewi Wariyenti
Modernisasi dan kemajuan ilmu dan teknologi dewasa ini memberikan dampak bagi manusia baik positif maunpun dampak negatif. Salah satu dampak negatif itu adalah bergesernya pola hidup masyarakat dari pola hidup tradisioanal ke pola hidup modern. Bila masyarakat belum siap menerima modernisasi ini maka timbullah suatu penyakit yang disebut stress.
Stress menurut Han Selye adalah keadaan non-spesifik yang terjadi sebagai akibat adanya tuntutan kehidupan, baik mental maupun fisik yang membutuhkan usaha adaptasi. Stress bisa terjadi pada setiap orang, tidak peduli apakah orang berpendidikan atau awam, pejabat, ibu rumah tangga, mahasiswa, pelajar, sopir, dan lain-lain. Bahkan stress juga tidak pandang umur, tangisan bayi pun merupakan reaksi stress karena haus dan lapar.
Penyebab stress (stressor) dibedakan atas stressor yang bersifat organologik, seperti akibat kecelakaan, cidera, abortus, dan sebab lain. Adakalanya stressor merupakan hal-hal yang bersifat psikoedukatif, misalnya pertengkaran, putus cinta, dan lain-lain. Bahkan adakalanya stressor berupa faktor sosio-budaya, misalnya kemiskinan, peperangan, dan bencana alam. Dalam kenyataan, stress merupakan bagian dari kehidupan yang tidak dapat dihindarkan bahkan diperlukan untuk perkembangan dan kematangan kepribadian.
Gejala yang terlihat pada penderita stress bisa berupa gangguan tidur (insomnia), gangguan anxietas, dan gangguan emosi. Gangguan tidur, gangguan tidur dapat dibedakan lagi atas berapa hal, yaitu penderita sulit jatuh atau masuk tidur, penderita mengeluh tidurnya tidak nyenyak dan mudah terbangun, penderita mengeluh tidurnya banyak mimpi, penderita mengeluh sering terbangun dini hari, serta penderita mengeluh lesu setelah bangun pagi.
Gangguan anxietas, dalam kehidupan sehari-hariproses psikologik mengalami pasang surut sesuai dengan irama kehidupan. Suatu waktu kita mengalami gangguan psikologik seperti cemas, takut, tegang, dan mudah tersinggung. Secara umum, hal yang demikian normal, tetapi dalam intensitas dan kuantitas yang rendah dan singkat. Namun, bagi penderita stress hal ini berlangsung dalam intensitas dan kuantitas yang tinggi.
Bentuk keluhan bermacam-macam, ada yang mengeluh was-was, cemas, kadang-kadang bingung dan pusing. Salah satu gejala cemas adalah perasaan kuatir yang berlebihan. Penderita selalu merasa tegang dan tidak bisa santai, tetapi mereka tidak tahu apa yang menyebabkan ketegangan ini. Mereka selalu gelisah, akibatnya pekerjaan mereka terbengkalai, mereka bukannya kurang mampu menyelesaikan pekerjaannya, tetapi ketegangan inilah yang menghambat pekerjaan yang optimal. Hal ini disebabkan karena tegang mereka menjadi sensitif dan mudah tersinggung, cepat marah dan mudah meledak, mereka juga kurang hati-hati dan ceroboh sehinga sering berbuat kesalahan. Perasaan tegang dan tidak bisa santai merupakan gejala anxietas yang makin lama makin menampakkan diri, sesuai dengan perjalanan penyakit, makin hebat penyakit itu makin jelas gejala yang terlihat.
Di samping itu, penderita merasakan nyeri di dada, perasaan berdebar-debar, biasanya hilang timbul tidak terus-menerus. Hal ini merupakan gangguan pada sistem kardiovaskular. Stress juga berpengaruh pada sistem pencernaan, misalnya perut kembung, tidak ada nafsu makan, kadang kala sukar buang air besar. Stress-pun berpengaruh terhadap sistem urogenital, penderita sering buang air kecil, datang bulan terlambat bagi wanita, bahkan impotensi laki-laki.
Gejala emosi, penderita stress sering mengalami gangguan emosi berupa duka nestapa sepanjang hari. Dia tidak mampu bergembira dan bersenang-senang, dunia kelihatan kelabu, jarang tersenyum, kalau senyum kelihatan pahit, serta sulit baginya bereaksi dengan hal-hal yang bersifat humor.
Penderita stress sering menarik diri dan menyendiri, serta tidak ingin bergaul dengan orang lain, penderita juga sering menangis sendiri, bahkan sulit untuk berkonsentrasi dalam belajar, mereka mengeluh sukar mencerna dan mengerti tentang buku-buku yang dibacanya. Mereka juga sulit untuk mengeluarkan pendapat dan sangat pelupa. Gejala menurunnya konsentrasi ini tentu sangat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Lebih parah lagi bagi penderita stress yang berat, mereka mempunyai pikiran untuk bunuh diri. Tetapi, bagi penderita stress yang tidak berat, pikiran bunuh diri ditolaknya dengan berbagai alasan. Sebenarnya pikiran itu tetap ada, hanya manisfestasinya yang berbeda. Pada penderita stress yang tergolong taat beragama, pikiran bunuh diri ini dianggap suatu hal yang dianggap tabu dan dosa.
Arsip Surat Kabar Kampus Ganto No 64/TH VII Maret 1997
Komentar
Kirim Komentar