Penundaan Pemilu dan 3 Periode Joko Widodo serta Potensi Lengser yang Nyata

Ilustrasi: Mediaindonesia.com
Yuda Ariwinata
Pihak-Pihak yang Mendukung Wacana 3 Periode Joko Widodo
Wacana 3 Periode dalam masa kepemimpinan Joko Widodo bukanlah isu yang baru. Pada tahun 2019 hingga 2021 sempat timbul dan kemudian menghilang. Pada tahun 2022 wacana 3 periode kembali muncul dengan bentuk dukungan dan wajah baru. Wacana 3 periode sejalan dengan kebijakan penundaan pemilu yang akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Narasi ini digaungkan oleh ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi).
Sutawijaya, dalam kunjungan silaturahmi nasional Apdesi di Istora Senayan, Jakarta, 29 Maret 2022 dengan jelas ia menunjukan dukungan terhadap wacana 3 periode ini. Mantan Bupati Lebak, Mulyadi Jayabaya mengklaim bahwasanya para ulama di daerahnya mendukung wacana 3 periode atas pertimbangan situasi ekonomi di Indonesia. Pernyataan ini seolah-olah wacana 3 periode adalah wacana yang diamini oleh masyarakat, aparat setingkat desa dianggap dapat mewakili suara dan pandangan dari masyarakatnya. Hal ini sangat disayangkan bila ada oknum aparat desa ikut dalam permainan politik praktis yang seharusnya fokus pada pengembangan desa dan bersikap netral terhadap urusan politik. Dukungan tidak hanya hadir dari aparatur desa, sejumlah partai politik di Indonesia seperti Golkar, PKB, dan PAN yang totalnya menduduki 187 kursi di parlemen menyatakan dukungan terhadap penundaan pemilu. Disamping itu, ada partai politik yang menolak, seperti PDIP, Gerindra, Nasdem, PKS, dan Demokrat dengan total kursi di parlemen adalah 369 kursi.
Walaupun lebih banyak partai politik yang menolak, bukan berarti adanya kepastian sikap dari parpol tersebut. Mengutip dari pengamat politik Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo yang bersumber dari cnnindonesia.com, manuver politik mungkin dapat terlaksana bila dukungan masyarakat yang mendukung Joko Widodo 3 periode kian masif.
Sejalan dengan pengamatan dari Kunto Adi Wibowo, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati berpendapat bahwa jika aksi dukungan dari masa yang pro 3 periode Joko Widodo kian gencar di media massa akan dapat menggeser opini publik bahwasanya penundaan pemilu dan 3 periode Joko Widodo bukan hanya agenda elit politik tetapi juga agenda populis dan berpotensi untuk mengait kelompok masyarakat yang bersikap netral dan tidak menutup kemungkinan mampu menggeser opini masyarakat yang kontra dengan cara ini. Dengan demikian, parpol akan ikut berpindah haluan.
Bagaimana Cara Wacana 3 Periode Jokowi Dapat Terlaksana
Wacana penundaan pemilu dan kemungkinan 3 priode bertentangan secara konstitusi. Secara jelas pasal 7 UUD 1945 yang telah diamandemenkan pada Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ke-12 dan merupakan perubahan pertama dalam UUD 1945 menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Amandemen pertama ini hadir dari tuntutan reformasi. Barang tentu perlu belajar dan mendapatkan makna dari sejarah bangsa. Jika tidak ada pembatasan atau jika kepala negara memimpin terlalu lama berpotensi untuk memunculkan otoriterisme. Dalam kasus orde lama pemerintahan yang terpusat pada presiden berakibat pada cengkraman dan konstitusi yang dapat dipermainkan sedemikian rupa demi kepentingan diri maupun golongan.
Bahaya seperti KKN, pelanggaran HAM, dan peraturan yang diskriminatif akan muncul seperti yang terjadi pada masa orde baru jika pemerintah bersungguh-sungguh akan menunda pemilu dan Presiden Joko Widodo kembali menjabat sebagai presiden di periode ke-3.
Untuk dapat merealisasikan wacana 3 periode dapat dilakukan dari beberapa cara. Cara pertama melalui amandemen UUD kedua. Amandemen dapat terjadi jika MPR menyetujui usul ini. Menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar dalam artikel Detiknews dengan tajuk "Ragam Analisis Masa Jabatan Presiden 3 Periode yang Harus Diwaspadai" MPR telah menyatakan tidak mau menunggu pasal 7, sehingga kecil kemungkinannya.
Cara kedua dapat melalui konvensi ketatanegaraan. Konvensi ketatanegaraan berarti sesuatu hal yang lumrah bahkan pada dasarnya hampir semua proses ketatanegaraan tidak diatur dalam undang-undang, tetapi hanya diatur melalui konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan. Melalui proses ini konvensi ketatanegaraan tidak akan merubah teks yang terdapat pada pasal, tetapi dalam prakteknya berbeda dengan apa yang diatur dalam pasal tersebut. Di Indonesia praktek ini pernah terjadi, sistem presidensial diubah ke sistem parlemen pada bulan Oktober 1945, perubahan ini dilakukan tanpa adanya amandemen UUD. Namun, dalam prakteknya perubahan sistem ini diterima oleh rakyat Indonesia pada masa itu. Pada konvensi ketatanegaraan kunci besarnya adalah diterima oleh rakyat Indonesia. Akankah presiden menjabat selama 3 tahun dapat menjadi konvensi ketatanegaraan, akankah rakyat dapat menerima hal ini dan menjadi suatu hal yang wajar.
Walaupun dua cara tersebut mempunyai kemungkinan yang kecil terhadap keberlangsungan 3 periode Jokowi, barangkali perlu menyimak pernyataan Amien Rais yang disampaikan melalui Chanel Amien Rais Official yang diunggah pada pukul 20.00 WIB, Sabtu (13/3). Amien Rais menyatakan bahwa rezim Jokowi ingin menguasai seluruh lembaga tinggi yang ada di Republik Indonesia. Amien Rais beranggapan bahwa adanya kemungkinan skenario dari Joko Widodo untuk dapat mencengkeram lembaga tinggi negara, seperti DPR, DPD, dan MPR serta militer, seperti TNI dan Polri untuk bermain dalam politik praktis sesuai dengan selera rezimnya.
Jika skenario ini dapat terlaksana, bukan tidak mungkin Joko Widodo melalui MPR akan menggelar sidang istimewa untuk dapat mengamandemenkan UUD pasal 7 yang diamandemen sesuai dengan wacana 3 periode.
Potensi Lengser yang Nyata
Dikutip dari cnnindonesia.com dengan judul artikel "Upaya Ubah Opini Publik di Balik Mobilisasi Massa Joko Widodo 3 Periode" terdapat sebuah survei yang dilakukan oleh Indonesian Polling Station (IPS) pada 8-18 Maret yang dilakukan di 34 provinsi terhadap 1.220 responden, mengungkapkan bahwa 74,6% responden menolak penundaan pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatan dari presiden Jokowi. Dalam survei lain yang dilakukan oleh Litbang Kompas di 34 provinsi pada 7-12 Maret mengungkapkan bahwa 62,3% responden menyatakan setuju untuk pemilu tetap digelar 14 Februari 2024.
Kedua survei telah menunjukkan sebagian besar masyarakat menolak wacara 3 tahun periode Joko Widodo dan menolak penundaan pemilu. Dari hasil survei ini seharusnya golongan yang mengusung wacana 3 periode dapat memahami bahwasanya rakyat condong tidak mendukung wacana 3 periode dan penundaan pemilu. Hal ini dapat dipahami melalui tingkat kepuasan rakyat terhadap pemerintahan Joko Widodo yang cukup rendah. Menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI) tingkat kepuasan masyarakat Indonesia hanya berada di 66,3%. Tingkat kepuasan masyarakat akan berdampak pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Joko Widodo Kedepannya.
Dengan semakin rendahnya tingkat kepuasan terhadap pemerintahan Joko Widodo ditambah dengan adanya wacana 3 periode dan penundaan pemilu, mahasiswa sebagai lapisan terdepan dan agent of change telah menunjukkan sikap dan kesatuan aksinya pada tanggal 1 April 2022. Ratusan mahasiswa dari berbagai universitas yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia telah memberikan ultimatum kepada presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan pernyataan resmi dan tegas untuk menolak wacana penundaan pemilu 2024.
Sikap Presiden Joko Widodo yang cenderung abu-abu, dikarenakan hanya memberikan keterangan presiden taat akan konstitusi dan banyak dari menterinya yang berseberangan pendapat dengannya. Sebuah kepastian bahwa jika Presiden Joko Widodo tidak kunjung memberikan pernyataan tegasnya, maka akan ada konsolidasi antarmahasiswa dan gelombang aksi yang jauh lebih besar di seluruh Indonesia.
Ada baiknya presiden memenuhi tuntutan mahasiswa dengan memberikan keterangan dan bersepakat dengan jajaran menterinya untuk segera Presiden Joko Widodo mengambil sikap tegas dan memberikan pernyataan untuk menolak 3 periode kepemimpinannya serta melaksanakan pemilu sesuai dengan tanggal yang telah ditentukan, yaitu tanggal 14 Februari 2024.
Kekuatan mahasiswa sudah sepatutnya diperhitungkan oleh Presiden Joko Widodo dan pihak-pihak yang cenderung pro dengan gagasan 3 periode Presiden Joko Widodo dan penundaan pemilu. Mahasiswa selalu menunjukkan eksistensinya sebagai agent of change yang mewakili suara dan aspirasi masyarakat. Rezim-rezim terdahulu dapat lengser dikarenakan tuntutan dari mahasiswa.
Komentar
Kirim Komentar