Polarisasi Pendidikan Tradisional dan Modern Minangkabau
Fikram Eka Putra
Pendidikan selalu menjadi isu yang menarik untuk dibahas karena pendidikan merupakan pilar utama dalam kehidupan dan peradaban. Di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia, ada beberapa daerah yang memiliki polarisasi pendidikannya sendiri, termasuk di Minangkabau.
Secara geografis, etnis Minangkabau meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, Sumatera Utara bagian selatan, Jambi bagian barat, dan Bengkulu bagian utara. Minangkabau selalu memiliki daya tarik tersendiri di mata masyarakat Indonesia, baik keindahan alam, budaya, adat istiadat, maupun sistem pendidikannya. Dari semua hal tersebut, masyarakat Minang selalu memiliki ciri khas tersendiri dibanding daerah lain. Tidak hanya itu, Minangkabau pada gilirannya banyak menyumbang tokoh intelektual pergerakan, seperti Mohammad Hatta, Hamka, Sutan Syahrir, Tan Malaka, dan lainnya. Menarik ketika dipahami lagi bagaimana sistem pendidikan di Minangkabau membentuk karakter tokoh-tokoh tersebut.
Surau sebagai Sistem Pendidikan Tradisional
Ketika berbicara mengenai pendidikan di Minangkabau tidak terlepas dari bahasan mengenai surau. Jika dilihat secara istilah asalnya, surau dimaknai dengan bangunan yang digunakan sebagai tempat peribadatan atau penyembahan arwah nenek moyang, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah surau dimaknai sebagai tempat umat Islam beribadah.
Surau di Minangkabau mengalami banyak transformasi, terutama pada masa masuknya Islam ke Minangkabau. Transformasi tersebut terlihat jelas pada fungsi surau. Surau di Minangkabau tidak hanya berfungsi sebagai tempat peribadatan, tetapi juga dijadikan pusat pendidikan. Surau dianggap sebagai lembaga pendidikan tertua di Minangkabau, sehingga surau sudah banyak ditemukan di perkampungan. Surau memiliki peranan besar dalam pembentukan karakter masyarakat Minang. Laki-laki Minang yang beranjak remaja dan laki-laki dewasa Minang yang sudah bercerai tidak memiliki tempat di Rumah Gadang. Hal ini demi menjaga norma kesopanan dan adat istiadat yang dipegang teguh, sehingga mereka banyak menghabiskan waktu di surau.
Dalam kehidupan surau laki-laki Minang diajarkan mengenai agama, adat-istiadat, petatah-petitih, dan silat yang menjadi bekal bagi mereka nantinya. Singkatnya, dari kehidupan surau ini dihasilkanlah tokoh-tokoh religius dan berpegang teguh pada adat istiadat Minangkabau.
Pendidikan Modern di Minangkabau
Menarik ketika kita ketahui bahwa di Minangkabau sudah ada surau sebagai sistem pendidikan tradisional. Sistem pendidikan surau ini bertahan untuk waktu yang cukup lama bahkan sampai pada masa pemerintahan Hindia-Belanda dengan berbagai kebijakan yang diantaranya politik etis. Pada mulanya pemerintah Hindia-Belanda menyatakan bahwa politik etis ini sebagai bentuk balas budi terhadap bangsa Indonesia. Namun, pada kenyataannya politik etis ini hanya untuk kepentingan pemerintah Hindia-Belanda saja. Salah satunya dalam hal pendidikan, pemerintah Hindia-Belanda bermaksud untuk mengisi pos pegawai rendahan di pemerintahan karena jika didatangkan langsung dari Belanda akan memakan biaya yang besar. Oleh karena itu, masyarakat pribumi diberi akses pendidikan modern oleh pemerintah Hindia-Belanda agar bisa memenuhi kebutuhan pegawai rendahan di pemerintahan.
Respon tiap daerah terhadap pendidikan modern yang dibawakan oleh pemerintah Hindia-Belanda ini pun berbeda-beda. Namun, di Minangkabau sistem pendidikan modern ini disambut positif oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan pemerintah Hindia-Belanda tidak pernah sedikitpun mengganggu sistem pendidikan surau yang telah ada sebelumnya. Akibatnya banyak dari masyarakatMinangkabau yang mengenyam pendidikan modern dari pemerintah Hindia-Belanda. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi lahirnya kaum intelektual pergerakan dari Minangkabau.
Konvergensi Pendidikan Tradisional dan Modern
Respon baik dari masyarakat Minangkabau terhadap sistem pendidikan modern yang dibawa oleh pemerintah Hindia-Belanda, nyatanya tidak mengurangi minat masyarakat terhadap pendidikan surau. Musabab strategi yang diterapkan Belanda untuk tidak mengganggu hal-hal yang dapat menimbulkan perlawanan, salah satunya masalah agama dan surau sehingga pendidikan di surau masih tetap berlangsung di samping pendidikan modern.
Tanpa disadari oleh pemerintah Hindia-Belanda, kondisi yang demikian merupakan ancaman yang sangat besar bagi mereka karena pada kenyatannya banyak masyarakat yang mengikuti dua jenis pendidikan tersebut. Pada malam harinya mendapat pendidikan di surau, pada siang harinya mendapat pendidikan modern.
Dengan adanya kelebihan masing-masing sistem pendidikan menghasilkan setidaknya ada dua tipe tokoh atau figur, yang pertama adalah intelektual-religius seperti Buya Hamka dan lainnya, kemudian ada tokoh intelektual-nasioanalis seperti Mohammad Hatta dan lainnya. Tokoh-tokoh inilah yang kemudian menjadi pelopor pergerakan kebangsaan dan perlawanan terhadap penjajah.
Revitalisasi Pola Pendidikan pada Saat Ini
Dengan kondisi yang demikian, terlihat bahwa pendidikan surau dan pendidikan modern berperan penting dalam mencetak tokoh-tokoh berkualitas di Minangkabau. Kemudian muncul pertanyaan ke mana sistem pendidikan yang demikian pada saat sekarang atau masih perlukah pola pendidikan yang demikian pada saat sekarang. Menjawab dari pertanyaan tersebut, pertama perlu kita sepakati bahwa Indonesia adalah negara beragama. Sampai kapanpun pendidikan agama akan tetap dibutuhkan di negara yang beragama. Sistem pendidikan surau mungkin telah lenyap ditelan zaman. Namun, dapat dibangkitkan lagi dalam wujud yang baru dengan tidak merubahnya secara esensial. Disisi lain, saat ini manusia hidup di tengah perkembangan zaman. Siapapun yang tidak bisa mengikuti perkembangan zaman akan tertinggal dan terbelakang. Oleh karena itu, sistem pendidikan modern tidak bisa kita nafikan keberadaannya. Hal ini sebagai bentuk penyesuaian terhadap perkembangan zaman.
Sampailah kepada suatu kesimpulan bahwa dua pola pendidikan tersebut sangat dibutukan keberadaannya pada saat ini. Pendidikan agama dan adat istiadat secara esensial membentuk karakter dan moral masyarakat pada saat ini serta pendidikan modern membentuk keintelektualan masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan dua pola pendidikan ini masih sangat dibutuhkan terlepas apapun wujudnya.
Komentar
Kirim Komentar