Apakah Sebegitu Bahayanya PKM?
Indra Junaidi
Saya mengawali tulisan ini dengan judul: Apakah Sebegitu Bahayanya PKM? Mungkin pertanyaan ini sudah tumbuh dan mengakar pada setiap mahasiswa, terkhusus mahasiswa yang berkegiatan di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) ini. PKM adalah tempat berbagai kegiatan dari mahasiswa di Universitas Negeri Padang (UNP), di mana PKM ini terdiri dari bermacam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang punya berbagai macam warna kegiatan organisasi untuk mengharumkan dan kemajuan kampus menjadi lebih baik. Di berbagai UKM tentu menjadi hal yang wajar tempat berkumpulnya orang-orang hebat nan mendiskusikan terhadap sesuatu yang sedang hangatnya terjadi pada kampus sampai pada negara ini. Hakikatnya PKM adalah wadah bagi setiap mahasiswa untuk mengasah pikiran supaya kritis terhadap gejala sosial yang terjadi.
Berbicara tentang organisasi sebagai tempat mencari pengalaman keterampilan diri seseorang, saya teringat dari kata-kata Bung Hatta yang mengatakan bahwa, "Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat diperbaiki dengan pengalaman." Pengelaman dalam artian bisa kita temui salah satunya di organisasi. Jika kecerdasan kognitif bisa kita dapatkan di ruang kelas (akademik), namun kecakapan/keterampilan bisa kita dapatkan salah satunya lewat kegiatan organisasi, agar terjadi keseimbangan antara pengetahuan dan keterampilan diri seseorang. Sementara, tujuan dari pendidikan dalam Tri Darma Perguruan Tinggi yang ke-3 adalah pengabadian kepada masyarakat. Dalam pengabdian ke masyarakat, tentu kita perlu kecakapan/keterampilan diri, dan keterampilan diri untuk mengabdi ke masyarakat tidak bisa kita dapatkan dalam pendidikan akademik. Sebab, pendidikan akademik fokusnya pada kognitif saja, sementara kegiatan di organisasi fokusnya pada keterampilan diri dan memperkukuh kemauan, serta memperhalus rasa pada nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini sejalan dengan kata-kata dari Tan Malaka bahwa tujuan dari pendidikan adalah "untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan dan memperhalus perasaan.
Pada hari Jumat tanggal 28 Agustus 2021, berbagai UKM di PKM satu suara untuk melakukan protes terhadap penutupan PKM yang dilakukan oleh pihak birokrasi UNP. Protes ini bertujuan agar segala aktivitas mahasiswa di PKM tidak dibatasi, karena hal ini tidak sesuai dengan keadilan yang didapat oleh warga kampus di UNP, karena hanya PKM saja yang dibatasi aktivitasnya, sementara berbagai aktivitas yang dilakukan pelaku birokrasi UNP, dll., bebas melaksanakan kegiatan apa saja di kampus selama itu masih dalam protokol kesehatan. Maka dari itu, mahasiswa sepakat satu suara untuk melakukan aksi berdiam diri di PKM, sampai pihak birokrasi di UNP salah satunya Wakil Rektor III bisa membersamai para mahasiswa di PKM untuk memberikan solusi agar PKM tidak ditutup dan tidak dibatasi kegiatannya. Pada hari yang sama juga pihak birokrasi tidak memberikan solusi, namun malah memberi respons dengan mematikan aliran listrik di PKM.
Terlihat di postingan Instagram: @bemkmunp pada tanggal 29 Agustus 2021 terlihat aksi main fisik yang dilakukan oleh para petugas keamanan UNP kepada beberapa mahasiswa di lokasi kejadian. Keributan ini terjadi salah satunya karena dari pihak birokrasi dalam mengeluarkan regulasi terhadap penutupan PKM tidak melibatkan mahasiswa atau wakil dari setiap UKM. Hal ini tentu terkesan pengeluaran regulasi penutupan PKM dilakukan sepihak, tanpa ada sosialisasi dan melibatkan wakil setiap UKM. Bahkan pada aksi di hari yang sama (29 Agustus 2021) terlihat seseorang yang bukan dari warga kampus berpakai baju kaos biru dengan menggunakan topi mencoba menarik dan menjemput paksa Presiden Mahasiswa (Peresma) UNP, namun hal ini berhasil dicegah oleh beberapa mahasiswa di lokasi kejadian.
Sejatinya, tidak ada hak dari birokrasi UNP membatasi mahasiswa menggunakan fasilitas UNP, termasuk fasilitas PKM, karena PKM dan semua fasilitas yang ada di kampus ini punya mahasiswa nan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) setiap semester dan menggaji setiap pelaku birokrasi UNP dengan UKT tersebut. Jadi, bisa dilihat dan dipikirkan bahwa, tepatkah rasanya para pelaku birokrasi UNP untuk membatasi orang (mahasiswa) yang menggajinya? Harusnya para pelaku birokrasi UNP harus bisa berpikir jernih tentang apakah itu kapasitasnya dalam melarang orang menggajinya untuk menggunakan fasilitas UNP?
Sebenarnya tidak ada permasalahan yang urgent yang terasa jika pelaku birokrasi UNP itu membiarkan para mahasiswa beraktivitas di PKM, selama aktivitas itu dengan protokol kesehatan yang telah ditentukan yaitu: cuci tangan, memakai masker dan tidak berkerumun. Namun, yang berkerumun justru para petugas yang datang beramai-ramai dan mengundang kerumunan di PKM.
Solusinya dari permasalahan yang patutnya tidak perlu dipermasalahkan ini ialah bukan penutupan dan pelarangan aktivitas mahasiswa di PKM, tapi solusinya ialah para pelaku birokrasi layanan UNP arus menjadi fasilitator dalam menyediakan berbagai kebutuhan protokol kesehatan yang telah ditentukan, salah satunya: UNP harus bersedia menyediakan hand sanitizer, tempat cuci tanga, masker, dll, untuk kebutuhan setiap mahasiswa yang berkegiatan di PKM agar aman dan nyaman dalam beraktivitas di PKM. Kalau pelaku birokrasi UNP tidak mampu melakukan itu, maka kita siap memfasilitasi diri kita secara mandiri agar nyaman dan aman berkegiatan di PKM sesuai protokol kesehatan.
Kita sudah satu tahun lebih dibatasi kegiatannya di PKM selama pandemi ini. Perihal pandemi ini kita sama-sama paham sendiri, bahwa saat ini bukan perihal penutupan dan pelarangan aktivitas manusia jadi solusinya. Harusnya setiap pemimpin entah itu di kampus, di kota, provinsi dan mungkin pemimpin negara harus bisa meyakinkan setiap manusia, bahwa kita harus bisa berdampingan dalam beraktivitas dengan wabah ini. Sebab, wabah ini sukar untuk hilang dengan pembatasan kegiatan manusia, dan waktu perlahan-lahan akan menyadarkan bawah kegiatan pembatasan masyarakat, termasuk mahasiswa akan mematikan rasa sosial dan daya pikir manusia yang kritis. Mungkin, satu sampai tiga bulan pandemi ini datang menghampiri masih bisa kita terima untuk menuruti regulasi tentang pembatasan kegiatan masyarakat, tapi sudah selama setahun lebih ini apakah kita tidak bisa belajar banyak bahwa sudah saatnya kita harus bisa beraktivitas dengan berdampingan hidup dengan wabah ini, selama itu dengan syarat protokol kesehatan yaitu tidak berkerumun, jaga jarak, memakai masker, jaga kebersihan diri dengan sering cuci tangan, jaga imun dengan olahraga, dll. Maka dari itu, kita yakin kehidupan akan lancar tidak ada permasalahan yang terjadi.
Jika petugas UNP itu melakukan penutupan PKM dengan alasan pandemi, berkerumun, dll, justru para petugas yang datang ke PKM mengundang kerumunan dan keributan. Harusnya petugas keamanan UNP yang dibayar dari UKT mahasiswa bertugas untuk menciptakan keamanan aktivitas di UNP, bukan malah menciptakan keributan dan ketidakamanan di UNP, termasuk di PKM itu sendiri. Kita dari mahasiswa nan beraktivitas di PKM hanya mempertahankan apa yang telah menjadi hak dan milik kami di PKM. Padahal yang kita suarakan cuman penolakan penutupan PKM. Sebegitu bahayakah PKM sampai ada aksi penutupan segala dari petugas UNP, sampai-sampai banyak petugas keamanan UNP tiga hari belakangan ini sampai berkerumun ditugasi ke PKM agar kegiatan mahasiswa di berbagai UKM tidak bisa berjalan.
Komentar
Kirim Komentar