Krisis Moral Penyebab Konflik Horizontal
Ilustrasi oleh Fitria Panca Ramadhani
Rizka Mutiah Nur
Moral merupakan ciptaan yang dihasilkan dari unsur kebudayaan dan agama. Selain itu, moral bersumber dari nilai tentang sesuatu kebaikan yang kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan. Menurut Elizabeth B. Hurlock, moral adalah suatu tatanan kebiasaan, kebudayaan dan adat istiadat yang berlaku dari suatu peraturan berorientasi pada perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi masyarakat dalam suatu makna kebudayaan.
Dewasa ini, banyak individu yang tidak sadar akan pentingnya moral dalam kehidupan. Moral sudah tidak lagi menjadi patokan dalam tindakan. Banyak individu yang bersikap semaunya saja, sesuai apa yang dia inginkan tanpa peduli terhadap pandangan orang lain terhadap perbuatanya. Moral yang tertanam dalam diri setiap individu sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Individu yang dimaksud di sini adalah mulai dari rakyat biasa sampai pemangku kursi pemerintahan. Menjadi sebuah pertanyaan "Kenapa rakyat biasa juga termasuk?". Hal tersebut tak lepas dari bobroknya moral pemerintah yang berkuasa. Contohnya tak jauh-jauh, baru-baru ini terjadi korupsi besar-besaran bantuan sosial (bansos) yang menyeret nama Menteri Sosial, Juliari Batubara. Bansos yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang terdampak Covid-19 disalahgunakan oleh para pemangku kekuasaan.
Dilansir dari kompas.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Juliari sebagai tersangka karena diduga menerima uang suap terkait pengadaan bansos Covid-19 sebesar Rp 17 miliar. Hal tersebut merupakan buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada Sabtu (5/12/2020). Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri, mengatakan, Menteri Sosial Juliari Batubara menerima fee sebesar Rp 10 ribu tiap paket bansos Covid-19. Sementara nilai dari per paket bansos itu sendiri adalah Rp 300 ribu.
Hal tersebut sontak menuai kecaman dari rakyat Indonesia. Masyarakat sangat menyayangkan tindakan menteri sosial tersebut. "Kesempatan dalam kesempitan" ungkapan yang tepat untuk kasus ini. Tak habis pikir, dalam situasi yang mencekik sempat-sempatnya 'tikus berdasi' itu menggerogoti masyarakat yang sudah tertatih-tatih bertahan hidup melawan pandemi yang bahkan sudah menanti di depan mata untuk merenggut nyawa manusia kapan saja.
Korupsi tak hanya terjadi di kalangan pejabat atas, akan tetapi juga terjadi pada pemimpin di daerah. Bahkan, pada 5 Oktober 2017 dari sekitar 74.000 desa yang menerima Dana Desa, ada kurang lebih 900 desa yang kepala desanya ditangkap karena menyelewengkan Dana Desa. Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan bahwa jumlah kasus korupsi dana desa selalu meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2015 sampai tahun 2018.
Dilansir dari tempo.co, sedikitnya tercatat 181 kasus korupsi dana desa dengan 184 tersangka selama empat tahun program dana desa berjalan yang mengakibatkan negara bisa mencapai kerugian Rp 40,6 miliar. Peneliti ICW, Egi Primayogha mengatakan, dari total 181 kasus korupsi tersebut, 17 kasus diantaranya terjadi pada 2015. Kemudian, pada tahun 2016 angka itu meningkat menjadi 41 kasus dan pada tahun 2017 terus melonjak menjadi 96 kasus. Pada tahun 2019, terdapat 46 kasus korupsi dana desa yang merugikan Negara Rp. 32,3 miliar.
Dari segi pelaku, kepala desa menjadi aktor korupsi terbanyak di desa. Pada tahun 2015, tercatat 15 kepala desa menjadi tersangka. Kemudian jumlahnya meningkat Pada tahun 2016 menjadi 32 kepala desa dan meningkat lagi pada tahun 2017, bahkan lonjakan kali ini lebih dari dua kali lipat menjadi 65 orang yang tersangkut kasus korupsi pada tahun itu. Selanjutnya, pada tahun 2018, 29 orang kepala desa ditetapkan menjadi tersangka. Total ada 141 orang kepala desa tersangkut kasus korupsi dana desa dalam kurun waktu 4 tahun.
Dilansir dari berita yang terbit pada (5/3/2020) di situs website resmi KPK, KPK dan Kemendes akan perkuat pengawasan dana desa. Tapi faktanya, bukannya berkurang, kasus korupsi dana desa justru masih saja merajalela. Bahkan, dilansir dari cnnindonesia.com, Pada tahun 2020 terjadi 44 kasus korupsi penyalahgunaan dana desa yang merugikan negara sebesar Rp. 39,2 triliun. Dana yang seharusnya digunakan untuk pengembangan desa demi kesejahteraan masyarakat, justru digunakan untuk menghidupkan bara di dapur sendiri oleh pemangku kekuasaan. Alih-alih menjadi panutan, pejabat pemerintahan justru mencontohkan perilaku kesetanan kepada masyarakat.
Korupsi yang sangat marak di Indonesia menyebabkan terjadinya krisis kepercayaan di kalangan masyarakat. Bukan hanya kepada pemerintah yang berkuasa, miskinnya moral pasak kunci negara ini juga membuat masyarakat tak lagi mempercayai satu sama lain. Masyarakat saling mencurigai seakan-akan semua insan di dunia ini adalah pencuri. Tak ada lagi rasa percaya, kecuali hanya menaruh curiga. Tak terhitung lagi banyaknya kasus pertikaian yang terjadi. Tak hanya konflik vertikal, konflik horizontal justru sudah tak terelakkan lagi. Jika tidak ditangani dengan serius, tentu hal ini bisa menggerogoti keutuhan NKRI.
Komentar
Kirim Komentar