Moral dan Dinasti Politik
Desain oleh Muhammad Ichlassul Azzanda
Muhammad Ichlassul Azzanda
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 menuai banyak kontroversi. Salah satunya adalah majunya anak presiden Gibran Rakabuming Raka di Pilkada Solo beriringan dengan menantunya, Bobby Nasution yang ikut kontestasi pilkada Medan. Pilkada kali ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.
The Indonesian Institute mencatat, setidaknya ada 52 bakal calon kepala daerah yang mengikuti Pilkada 2020 terindikasi dinasti politik. Dari jumlah tersebut, 71,5 persen bakal calon akan maju di tingkat kabupaten, dengan rincian, 27 bakal calon bupati dan 10 bakal calon wakil bupati. Pada 2015-2018 kemarin ada 202 anggota dinasti politik yang maju dan 57,8% berhasil meraup kemenangan.
Dalam kurun waktu 2015 hingga 2018, ada 117 pelaku dinasti politik terlibat kasus dan skandal. Salah satu para pelaku politik dinasti ini adalah Walikota Kendari 2007-2017. Asrun dan anaknya Adriatma Walikota Kendari 2017-2018 yang menggantikan posisi sang ayah. Keduanya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018 silam, dengan kasus terbukti menerima suap.
Kasus lainnya, OTT Bupati dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur tersangkut hubungan suami-istri tersangka korupsi di Juli 2020 lalu. Pada 2017, skandal korupsi 5 Miliar alat kesehatan pada pohon keluarga Ratu Atut Chosiyah di Banten. Kasus Dewi Yasin Limpo Anggota DPR 2014-2019, Adik Menteri Pertanian Republik Indonesia Syahrul Yasin Limpo dan mantan Bupati Gowa 2005-2015 Ichsan Yasin Limpo dilanjutkan Adnan Purichta Limpo Bupati Gowa 2016-2021 yang tersandung suap sehubungan Proyek di Sulawesi Selatan.
Untaian kasus menunjukan bagaimana mengguritanya politik dinasti. Dinasti politik ini menunjukkan semakin mengaburnya moral dalam dunia perpolitikan. Salah satu faktornya adalah teori kekuasaan dan kekeluarga. Ambisi untuk berkuasa lebih lama dan mendapatkan keuntungan menjadi bagian yang membentuk dinasti politik. Dinasti politik bukan barang baru juga di tanah air.
Studi Soemarsaid Soemartono mengenai Mataram Islam bahkan mengisyaratkan bahwa jenis kuasa yang dioperasikan dalam praktik politik kekeluargaan jauh lebih tua dari periode kolonial. Niccolo Machiavelli (1469-1527) seorang politisi, diplomat, filsuf, sejarawan, dan penulis asal Italia ini merupakan salah satu orang yang menyebutkan bahwa moral harus dipisahkan dari politik. Dalam bukunya Il Principe (1513), Machiavelli menggambarkan jelas pentingnya pemisahan antar politik dan moral. Machiavelli mengatakan bahwa legitimasi moral seringkali tidak dibutuhkan ketika kekuasaan sedang menjadi taruhan atau sedang diancam.
Ia juga mengatakan bahwa sehubungan dengan kepentingan pertahanan dan ekspansi kekuasaan, penguasa bukanlah personifikasi dari keutamaan-keutamaan moral. Manifesto ini memperjelas akan moralitas dalam politik dan keluarga. Pemimpin menghalalkan segala cara untuk kekuasan, dan salah satu cara adalah meletakan keluarga di posisi yang "strategis" agar jabatan bisa "aman". Kekuasan dengan menempatkan keluarga agar mempermudah urusan fungsional yang pada ujungnya "mulus" berkorupsi semakin memperjelas distorsi politik dan moral.
Permasalahannya, dinasti politik adalah tentang kebijakan yang hanya dan tentu berputar pada keluarga itu saja. Masalah jangka panjang adalah politik dinasti memperlambat regenerasi kepemimpinan. Bayangkan jika setelah satu masa kepemimpinan ada pemimpin anak bangsa yang lebih kreatif atau inovatif dan punya pengalaman memimpin suatu jabatan yang dimana saat itu harus dikalahkan dengan anak atau saudara dari keluarga pemimpin. Hal ini membuat anak bangsa yang memiliki kapabilitas dan kredibilitas memimpin semakin terbelakang. Hal itu juga membuat masyarakat semakin jauh dan tidak memperdulikan politik di daerahnya dengan alasan "oh udah jelas, mereka juga pun."
Sekarang ini, moral dikaitkan dengan asas privasi dan urusan pribadi, sehingga apapun politik dan kebijakan yang semena-mena tidak dikaitkan dengan politik bermoral. Dinasti politik menjadi salah satu cara efektif memperkeruh distorsi antara moral dan politik di tanah air. Sebab hal itu mendahulukan kepentingan pribadi dengan melampaui aturan aturan moral serta menghilangkan objektifitas dan logika.
Komentar
Kirim Komentar