Jalur Diplomatik Menjawab Permasalahan Natuna
Jalur Diplomatik Menjawab Permasalahan Natuna
Andri Prima
Baru-baru ini Indonesia tengah mengalami konflik dengan Cina. Konflik yang terjadi berkaitan dengan pelanggaran atas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna. Tidak hanya pelanggaran ZEE, Kapal penjaga pantai Cina juga melakukan tindakan Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. Berdasarkan permasalahan tersebut, semoga para petinggi negara mampu mengambil keputusan yang tepat.
Sebelumnya Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia sudah melakukan protes melalui pemanggilan Duta Besar Cina, namun protes ini diabaikan begitu saja. Hal itu terbukti dengan ditemukannya kapal China Coast Guard dengan nomor lambung 4301 (CCG 4301) yang mengawal beberapa kapal ikan Cina melakukan aktivitas perikanan di sekitar perairan Natuna. Tindakan tersebut seakan-akan tidak menghargai protes yang sudah dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Juru Bicara Cina, Geng Shuang, memberikan respon yang cukup mengejutkan. Ia menyatakan bahwa Natuna masuk dalam wilayah perairan Cina. Dengan berlandaskan pada Nine Dash Line Cina, Geng Shuang menyatakan Nine Dash Line atau sembilan garis putus-putus yang merupakan wilayah historis Laut Cina Selatan seluas 2 juta kilometer persegi yang 90 persen di dalamnya mereka klaim sebagai hak maritimnya, bahkan meski wilayah-wilayah ini berjarak hingga 2.000 km dari Cina daratan.
Pernyataan demikian jelas bertabrakan dengan ketentuan hukum Internasional, yaitu konstitusi Internasional UNCLOS 1982. Dalam Konstitusi yang diakui secara internasional tersebut jelas dinyatakan bahwa natuna masuk dalam wiyah perairan Indonesia yang berdasar pada ZEE Indonesia. Sedangkan mengenai Nine Dash Line yang dinyatakan oleh Cina tidak pernah ada dalam Konstitusi Internasional UNCLOS 1982. Jika berdasar pada ketentuan hukum internasional jelas sekali bahwa Natuna merupakan wilayah perairan Indonesia, bukan wilayah perairan Cina.
Menyikapi hal tersebut, sejumlah menteri mengadakan rapat di kantor Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Rapat tersebut diikuti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumardi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, serta Menko Polhukam Mahfud MD selaku pimpinan rapat. Dalam rapat tersebut, para menteri berusaha menyatukan pandangan dan menarik kesepakatan lintas kementerian. Sikap dan keputusan yang sedang dijalankan sekarang merupakan hasil dari kesepakatan bersama para petinggi negara. Kita berharap dalam pelaksanaannya menuai keberhasilan dan Indonesia kembali mendapatkan kedaulatan atas wilayahnya.
Selaku masyarakat yang peduli akan Indonesia, tentunya kita tidak bisa tinggal diam melihat permasalahan yang sedang terjadi. Kita juga dituntut untuk memikirkan kadaulatan wilayah bangsa kita. Namun perlu ditekankan, untuk menyatakan pemikiran dan keputusan terhadap suatu permasalahan yang besar perlu pertimbangan yang matang.
Pemerintah Indonesia harus mencoba berusaha mencarikan solusi terbaik. Jangan sampai keputusan yang diambil merugikan Indonesia atau bahkan mengancam keamanan bangsa Indonesi sendiri. Hal demikian harus menjadi tolok ukur kita dalam membuat suatu keputusan. Selaku masyarakat janganlah kita menyudutkan pemerintah atas keputusannya, tetapi cobalah kita memahami keputusan tersebut dan membantu memikirkan solusi terbaik atas permasalahan bangsa ini.
Indonesia dan Cina merupakan negara yang bekerjasama dalam bidang perdagangan, investasi, dan diplomatik. Melalui jalur diplomatik, permasalahan yang sedang terjadi antara Indonesia dengan Cina seharusnya dapat dibicarakan. Namun, dalam pelaksanaannya tentu perlu lobipolitik yang bagus dari pejabat diplomatik kita. Jangan sampai negara kita rugi dan jangan pula kita menyudutkan atau menyalahkan Cina sepenuhnya. Tetapi perlu terlebih dahulu memulai pembicaraan dengan komunikasi yang bagus, yang selanjutnya mengarah pada kesepakatan.
Komunikasi melalui jalur diplomatik tentu berbeda dengan komunikasi ketika melakukan pengusiran kapal-kapal Cina yang sedang melakukan penangkapan ikan. Komunikasi ini adalah komunikasi yang terstruktur dan dirancang isi serta tujuannya dengan terencana. Kondisi kestabilan pembicaraan juga diatur, sehingga nantinya pemerintah Cina dapat dengan baik memahami tujuan pembicaraan yang disampaikan.
Sebelum menempuh jalur kemiliteran, lebih baik pemerintah mencoba untuk menempuh jalur diplomatik. Menempuh jalur kemiliteran tentu akan mengarah pada perang antara Indonesia dengan Cina. Apabila terjadi perang dengan negara Cina tentunya akan berdampak buruk bagi keamanan dan keselamatan rakyat. Tidak hanya itu, hubungan dagang dan investasi dengan Cina juga akan terputus. Hal tersebut juga akan berpengaruh pada perekonomian Indonesia.
Namun dalam upaya pertahanan dan keamanan, tidak ada salahnya jika pemerintah Indonesia menambah armada patroli di sekitar lokasi konflik. Sehingga nantinya, kapal-kapal penangkap ikan ilegal dari luar tidak berani memasuki wilayah yang terjaga ketat. Hal demikian juga membantu menjaga keamanan para nelayan lokal Indonesia yang beroperasi di wilayah perairan tersebut. Mereka tidak lagi merasa takut berhadapan dengan kapal-kapal asing yang lebih besar dari kapal-kapal mereka.
Kita berharap pemerintah sesegera mungkin menyelesaikan konflik dengan Cina. Selaku masyarakat, kita hanya bisa memberikan pendapat, akan tetapi yang berwenang untuk memberikan keputusan tentu hanya pemerintah Indonesia. Semoga pemerintah dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan Indonesia tidak kehilangan kedaulatan atas perairan Natuna.
Komentar
Kirim Komentar