Budaya dalam Cengkrama Globalisasi
Budaya dalam Cengkrama Globalisasi
Tri Mike Aprilia
Tidak bisa dipungkiri bahwa budaya memiliki sifat dinamis yang berkembang seiring berjalannya waktu. Tentu saja hal ini menyebabkan masyarakatnya dapat berkembang dengan sangat pesat. Di era globalisasai saat ini, banyak informasi yang dapat diperoleh dengan mudah serta dapat menghapus keterbatasan ruang dan waktu untuk mendapatkannya.
Globalisasi memang mempengaruhi pola pikir seseorang dari irrasional menjadi rasional. Kemudian mudahnya akses yang diterima setiap individu membuat seseorang tidak sukar mencari pekerjaaan. Akan tetapi, jika tidak cermat hidup di era globalisasi dapat menjerumuskan diri sendiri. Selain itu, pesatnya perkembangan industri di negeri ini membuat masyarakat memiliki pola hidup yang konsumtif. Diperparah lagi melemahnya sosialisasi masyarakat dengan adanya gadget yang membuat masyarakat bersifat acuh tak acuh terhadap orang sekitar, sehingga menimbulkan sifat individualistik yang memicu egoisme.
Hal ini akan berpengaruh langsung terhadap budaya Indonesia yang semula merupakan budaya orang timur yang memiliki sifat ramah tamah dan saling menyapa. Namun, setelah adanya dampak negatif era globalisasi telah memutarbalikkan fakta dengan budaya yang telah dijaga sejak dahulu kala. Tidak hanya itu, pengaruh negara asing juga telah merusak budaya kita, seperti sikap kebarat-baratan yang menghancurkan jati diri generasi penerus bangsa. Selain itu, kecenderungan menyukai segala bentuk hasil modrenisasi membuat generasi meninggalkan bahkan tidak tahu lagi dengan keanekaragaman budaya yang ada di nusantara. Padahal, jika kita peduli dan bisa memikirkan untuk memperkenalkan keunikan keanekaragaman di negeri ini, maka akan membuat diri kita kaya dan bangga telah memiliki budaya-budaya yang ada di Indonesia. Ada banyak hal yang dapat dikembangkan, mulai dari keunikan ragam rumah tradisonal nusantara sampai dengan makanan tradisional.
Namun, faktanya masyarakat lebih senang menggunkan daripada menciptakan. Lebih senang memakai media sosial untuk hiburan dari pada mencari hal-hal yang dapat meningkatkan intelektulitas dirinya. Dilansir dari Kompas.com telah diperoleh data dari perusahaan media asal Inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite, rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3 jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial. Hal ini tentu saja akan menimbulkan pro dan kontra antar masyarkat, karena terkadang orang menggunakan media sosial untuk melancarkan usaha. Namun, yang lainnya menggunakan media sosial sebagai hal yang sia-sia. Banyak remaja beranggapan bahwa media sosial sebagai media hiburan, tapi jika waktu itu kita gunakan untuk menghibur diri.Ddengan media sosial apakah cukup waktu untuk belajar dan saling berinteraksi dengan teman? Tentu saja tidak.
Terinpirasinya masyarakat Indonesia oleh budaya luar telah merubah gaya hidup masyarakat, seperti lebih menyukai makan di café, suka berbelanja di mall, naik mobil mewah, dan lainnya. Semua itu merupakan dampak dari globalisasi yang menganggap hal seperti itu merupakan kemajuan zaman yang diperoleh dari budaya orang asing. Padahal sebenarnya hal tersebut menyebabkan punanhnya budaya kita. Contohnya berkurangnya pembeli di pasaran, tentu akan banyak pedagang yang akan gulung tikar karena dagangannya tidak laku lagi. Selain itu kecenderungan masyarakat dalam menyukai makanan seperti pizza, spaghetti, dan sebagainya tentu akan memalingkan masyarakat dari makanan tradisional Indoneia. Hal ini dinggap bahwa makanan yang berasal dari negara asing tersebut merupakan suatu makanan yang berkelas dan mewahh. Akan tetapi hal ini bukanlah persepsi semua orang di Indonesia, tapi sebagianya.
Beberapa dampak lain yang dapat dilihat adalah adanya aliran musik luar negeri yang dinggap kekinian. Dengan adanya musik-musik luar ini pastinya akan melunturkan musik-musik lokal dan nasioanal yang akan berujung tidak diminati lagi. Jadi, apa kabar dengan anak Indonesia yang lebih hafal musik dan lagu luar negeri daripada musik dan lagu nasional negeri sendiri. Di sini dapat dilihat betapa kejamnya pengarauh negara luar untuk merusak bangsa sehingga menjadikan pudarnya rasa nasionalisme generasi nusantara.
Di sisi lain dapat juga diamati pengaruh positif dari globalisasi bahwa penerima jasa online yang terdapat dimana-mana dapat meringankan masyarakat untuk bepergian ke tempat yang ingin dikunjungi. Perkembangan teknologi transportasi seperti adanya aplikasi-aplikasi yang dapat diakses dengan mudah melalui telephone seluler dapat memudahkan orang untuk memesan tiket atau pelayanan jasa lainnya. Koneksi internet yang telah menyebar di nusantara telah meningkatkan sumber daya manusia yang dapat menikmati kemajuan teknolgi.
Arus globalisasi yang membawa dampak lain terhadap pakaian muslimah yang sekarang ini tidak ada lagi keterbatasan model dan gaya wanita berhijab. Jika pada zaman dahulu orang berhijab dianggapa sebagai orang yang memiliki style yang monotan pada zaman sekarang tidak seperti itu lagi. Pesatnya perkembangan fashion di Indonesia telah melahirkan stlye-stlye yang memukau dan tidak kalah dengan fashion- fashion non hijab. Sehingga hal ini tentu akan meningkatkan kepercayaan diri wanita Indonesia dan menambah ketertarikan perempuan muslim yang semulanya tidak menggunakan hijab menjadi berkeinginan untuk berhijab dengan style yang kekinian.
Jadi, sebagai seorang yang hidup di era globalisasi hendaklah menjadi pribadi yang cermat dan memantapkan jiwa. Masa depan diri kita maupun masa depan negara ini berada di tangan kita generasi muda Indonesia. Untuk itu sebaiknya pandai-pandailah memilah segala sesuatu yang akan dijalani. Tidak masalah jika mengikuti kemajuan zaman dan menikmatinya, tapi jangan sampai lupa dengan diri kita yang semula dan tidak meninggalkan budaya Indonesia tercinta. Yakinlah apabila kita dapat memanajemen diri sendiri dalam menghadapi era globalisasi, maka kelak kita akan menjadi orang besar yang disegani dengan integritas dan inteletualitas diri yang tinggi.
Komentar
Kirim Komentar