Semut
Semut
28-11-2019, 00:37 WIB
Putri Radila/ Mahasiswa Pendidikan Luar Biasa TM 2015
Semut merupakan serangga sosial yang hidup berkoloni. Lebih tepatnya disebut serangga eusosial dengan sistem koloni yang teratur. Setiap anggota koloni mempunyai tugas masing-masing. Ratu semut memiliki tugas bereproduksi, mempertahankan kelangsungan spesies dengan menghasilkan semut pekerja, semut tentara, semut jantan, dan ratu semut yang baru. Semut pekerja bertugas mencari makan, merawat bayi, membangun sarang, dan menjaga koloni serta sang ratu. Kemudian semut tentara dengan kepala yang besar bertugas menjaga sarang dari musuh.
Pepatah "Ada gula ada semut" sering diartikan dimana ada banyak kenikmatan, di situ banyak orang yang berdatangan. Selain itu, juga bermakna adanya akibat karena ada sebab. Namun tidak selalu pepatah yang kadang diartikan negatif ini memiliki citra yang negatif pula. Semut yang terkadang dianggap hewan yang mengganggu keberadaan manusia memiliki nilai yang perlu diteladani dalam keberlangsungan hidup. Karakter keseharian semut dapat diambil sisi positifnya guna melangkah dalam dunia kerja dan keseharian yang lebih baik.
Sifat handal, ulet, dan pantang menyerah menjadikan semut dapat mempertahankan hidup dan dapat dijadikan pedoman positif untuk mengembangkan karakter yang baik. Tidak peduli rintangan atau halangan, hewan yang memiliki lebih dari 12.000 spesies yang sebagian besar hidup di kawasan tropika ini akan berusaha melewati tantangan atau rintangan tersebut.
Dalam kehidupan berkoloni, semut memiliki ratu sebagai pemimpin. Untuk menjaga keamanan para ratu, maka semut pekerja senantiasa menjaga keamanan sarangnya. Setiap kali pindah tempat, semut pekerja akan pergi terlebih dahulu untuk mencari tempat. Kemudian ratu semut akan ikut di belakangnya dan ditutup lagi dengan semut pekerja. Hal inilah yang menjadikan semut sebagai hewan yang setia dan rela berkorban.
Sebagai makhluk sosial yang hidup di suatu wilayah, manusia selalu membutuhkan interaksi dengan sesama guna memenuhi kebutuhan satu sama lain. Layaknya semut yang hidup berkoloni, manusia hendaknya dapat meneladani kehidupan semut agar terciptanya kehidupan yang lebih baik.
Sistem koloni yang diperlihatkan semut menumbuhkan kebersamaan diantara sesama yang bermuara pada terciptanya suasana hangat. Kehangatan tersebut yang tidak ditemukan lagi dalam lingkungan masyarakat saat ini. Kehangatan dalam kebersamaan seharusnya yang mengarahkan seseorang pada rasa cinta dan kasih sayang diantara manusia dalam menjalankan roda kehidupan. Namun hal itu seolah telah menjadi barang langka mengingat saat ini fenomena soliter menjadi tren.
Kebanyakan orang menjadikan pola soliter sebagai bentuk arogansi yang menentang ketentuannya. Masyarakat kekinian dituntut oleh zaman untuk menggungguli satu sama lain dengan meningkatkan kemampuan yang dimiliki. Hal ini dikarenakan ideologi materialisme yang semakin berkembang. Masyarakat berlomba-lomba bersaing menimbulkan ketamakan dengan menindas atau mengalahkan yang lain.
Hal ini sangat berbeda dengan semut. Dikenal sebagai hewan dengan proporsi otak terbesar jika dibandingkan dengan tubuhnya, tidak membuat semut besar kepala. Meski disebut sebagai hewan yang rakus oleh kebayakan orang, semut tidak pernah tamak. Ia selalu mendahulukan kepentingan kelompok dari pada kepentingan diri sendiri. Ketika semut mendapatkan makanan, ia tidak pernah memakannya sendirian. Semut akan selalu membawa makanan tersebut ke sarangnya terlebih dahulu untuk dijadikan persediaan makan bersama kawanannya yang lain.
Apabila sistem soliter terus dipertahankan oleh masyarakat, maka dapat diramalkan bahwa manusia tidak akan berakhir seperti semut yang dapat selalu hidup dengan baik meski memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil dibandingkan makhluk lainnya. Sedangkan manusia dengan ketamakan dan kerakusannya perlahan menggali lubang menuju kemusnahan peradaban.
Komentar
Kirim Komentar