Semangat Si Kecil
Dini Andriani
Kakiku sudah mulai lelah, sudah satu jam lebih aku menunggu angkutan umum. Tapi, sampai saat ini masih juga belum datang. Keringat sudah membasahi keningku, bahkan rasa haus sudah takbisa lagi ku tahan. Aku mengedarkan pandanganku mencari penjual minum keliling, biasanya di sekitar sini banyak yang menjual. saat aku membayar minuman yang aku beli, akhirnya ada sebuah angkot yang berhenti di depanku. Aku duduk di kursi paling belakang. Akhirnya aku bisa duduk dengan nyaman dan menutup mataku sebentar.
Aku kembali mendengar suaranya. Suaranya yang parau, lagi lagi mengusik tidur ku. Dia anak kecil yang satu minggu lalu ku temui. Dia masih sama, dengan pakaian yang sama. Dia bernyanyi dengan ditemani gitar kecilnya. Aku tak terlalu mendengar lagu apa yang dinyanyikannya, aku hanya menatapnya, pertanyaan-pertanyaan yang kemarin sudah mulai ku lupakan kembali terngiang-terngiang di benakku. Apakah dia tak sekolah lagi? Ke mana orang tuanya? Mengapa anak sekecil ini harus mengamen? Lamunanku buyar ketika ia berhenti bernyanyi dan mengucapkan terima kasih dan mengulurkan sekantong plastik kosong untuk diisi.
Rasa penasaranku semakin tinggi. Akhirnya aku ikut turun bersamanya. Aku mengikuti ke mana dia pergi sampai akhirnya dia berhenti di sebuah warung. Dia mengeluarkan uang yang ada di kantong tadi dan memberikannya kepada pemilik warung. Lalu dia kembali pergi sambil membawa sekantong kecil beras.
"Hei, tunggu!" teriaku dari kejauhan. Dia langsung berhenti dan menoleh kepada ku. "Ada apa Kak?" tanyanya. Aku hanya tersenyum dan kembali berjalan bersamanya. Dia adalah anak yang ramah.
"Kamu mau ke mana?" tanyaku.
" Eh, aku mau pulang kak."
"Kamu gak sekolah?"
"Gak kak."
"Kenapa?"
"Aku udah keluar kak, lagi pula bapak gak ada biaya buat nyekolahin aku lagi."
"Bukannya sekolah gratis, jadi gak ada alasan kamu buat gak sekolah."
"Aku punya banyak alasan kak, hidupku tak seperti kakak maupun anak-anak lain. Aku punya adik-adik yang masih kecil dan ibu ku baru saja meninggal tiga bulan yang lalu."
"Bapak kamu?"
"Bapak ada kak. Bapak kerja seharian, dari pagi sampai malam. Aku gak tega liat bapak kerja sendirian. Lagi pula bapak sudah sakit-sakitan." Aku hanya bisa menatapnya iba. Anak sekecilnya sudah berpikiran dewasa. Dia harus menanggung beban seberat ini.
"Hah, aku bahagia kok kak. Aku kerja kan sambil bermain dan itu semua tidak membuat aku lelah. Kata bapak, kalau kita menjalankan sesuatu dengan iklas, pasti semuanya akan terasa lebih ringan. Kalau masalah pendidikan, aku sudah bisa baca dan berhitung dan yang paling terpenting aku bisa membedakan yang mana yang baik dan mana yang buruk kak." Tambahnya
Aku tersenyum mendengarkan penjelasannya, dia anak kecil berumur 12 tahun, tapi keadaan bisa merubah pikirannya. Dia bisa tabah dan iklas menjalankan kehidupannya. Dia masih bisa tersenyum saat rasa lelah telah dirasakannya. Setelah mendengarkan semua penjelasannya. Pertanyaan-pertanyaan ku selama ini terjawab. aku tak bisa memberinya apa-apa. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih. Terima kasih telah memberikanku pelajaran yang sangat berharga hari ini.
Komentar
Kirim Komentar