Penyesalan
Indah Permata Sari
Risna, seorang gadih minang yang mengadu nasib di ibukota. Sudah hampir tiga tahun ia meninggalkan kampung halamannya. Selama itu pula ia tidak pernah menghubungi keluarganya di kampung. Hingga akhirnya, ia mendapatkan kabar duka bahwa Amak telah menyusul Apak menghadap Sang Kuasa. Namun, hal ini tidak membuat Risna dengan ikhlas hati pulang ke kampung.
"Aku pulang ke kampung hanya untuk menagih warisan yang ditinggalkan Amak dan Apak." Ujar Risna kepada adiknya, Siti.
Siti yang masih larut dalam duka terkejut dengan ujaran yang dilontarkan Risna, Uni yang merupakan kakak kandungnya sendiri kini telah berubah. Bukan hanya cara berbicaranya saja yang berbeda, cara bepakaiannya pun seperti kekurangan bahan.
"Kenapa Uni berbicara seperti itu? Amak baru saja meninggalkan kita, Uni." Ucap Siti seraya menyeka air mata yang membasahi pipinya.
"Kamu tidak usah munafik. Pasti kamu juga menginginkan warisan yang ditinggalkan Amak." Kata Risna ketus.
Perkataan Risna menorehkan luka yang sangat dalam di hati Siti. Tidak berapa lama setelah itu datanglah Mamak yang merupakan saudara laki-laki dari Amak. Mamak sudah memperhatikan perdebatan mereka sedari tadi.
"Apa yang kalian ributkan di sini?" Tanya Mamak.
"Tidak ada Mak" Jawab Risna singkat.
"Masuklah ke dalam rumah, acara manujuahhariuntuk Amak kau sebentar lagi di mulai." Jelas Mamak seraya masuk ke dalam rumah.
Siti bergegas menyusuli Mamak dalam rumah, sedangkan Risna memilih pergi dari rumah mencari hiburan.
Cukup lama Risna berada di kampung, yang ia lakukan hanya memanjakan diri saja. Tidak sedikit pun ia membantu Siti dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Tingkah lakunya yang seperti ini membuat Risna menjadi bahan gosip bagi orang kampung. Hingga suatu hari Risna berkenalan dengan Ardi yang merupakan anak Wali Nagari di kampungnya.
Ardi lelaki yang ramah, dan sangat peduli dengan keluarganya. Berbanding terbalik dengan Risna, namun hubungan mereka semakin dekat seiring jalannya waktu. Semenjak menjalin hubungan dengan Ardi, kehidupan Risna mulai berubah. Ia menjadi ramah, peduli dengan Siti dan lingkungannya.
"Jadi bagaimana dengan hubungan kita, Risna?" Tanya Ardi kepada Risna.
Risna terdiam sesaat, ia merasa canggung dengan pertanyaan yang dilontarkan Ardi. Di saat inilah ia merasakan, bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa.
"Jika Uda ingin hubungan kita berlanjut, silahkan datang ke rumah menemui Mamak." Ucap Risna.
Pada malam harinya, Ardi membicarakan perihal niatnya untuk meminang Risna. Namun, Bundo yang merupakan ibu Ardi tidak menyetujuinya. Banyak pertentangan dari Bundo dalam pandangannya terhadap Risna.
"Bundo tidak setuju. Risna perempuan yang beradat. Keluarga kita ini sangat menjunjung tinggi adat istiadat. Carilah istri yang bisa memahami adat kita dengan baik." Jelas Bundo.
Ardi hanya bisa diam mendengarkan penjelasan Bundo. Memang benar, selama ini banyak pandangan buruk dari warga kampung kepada Risna. Mulai dari perubahannya dalam bersikap, berpakaian, dan perdebatan harta pusaka yang ia lakukan.
Lusa, Ardi datang ke rumah Risna untuk meminta maaf bahwa niatnya untuk meminang Risna tidak tersampaikan. Risna paham dengan alasan Ardi tidak jadi meminangnya, tentu karena Bundo Ardi yang tidak suka dengan dirinya. Dari situlah, Risna mulai memahami bahwa yang ia lakukan selama ini akan memberikan dampak buruk bagi dirinya.
"Maaf Risna." Ucap Ardi ketika hendak pulang dari rumah Risna.
"Uda tidak perlu minta maaf." Balas Risna seraya tersenyum.
Seharusnya dari awal ia sadar diri, bahwa gadih Minang seperti dirinya tidak bisa bersikap melenceng dari peraturan adat Minang. Apalagi di kampungnya, perempuan dianggap sebagai contoh yang baik dan diagungkan. Andaikan waktu bisa diputar kembali, ia tidak ingin berada dalam kondisi ini.
Komentar
Kirim Komentar