Renstra Perlu Sosialisasi dan Optimalisasi
24-03-2015, 13:40 WIB
Sri Gusmurdiah dan Yola Sastra
Hasil yang maksimal tentunya harus dicapai dengan usaha tak yang main-main pula, usaha itulah yang mestinya digencarkan untuk mencapai Renstra.
Puluhan motor terparkir di depan sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Negeri Padang (UNP), Rabu (25/2). Mulai dari aktivitas kampus baru bergerak, hingga malam menjelang. Mahasiswa tak henti-hentinya melakukan berbagai aktivitas di sekretariat UKM yang terletak di kompleks Pusat Kegiatan Mahasiswa tersebut. Begitu juga halnya dengan organisasi mahasiswa (ormawa) tingkat jurusan dan fakultas, yang tak ada habisnya. Setiap hari, aktivis kampus tersebut menjalani berbagai aktivitas kemahasiswaan di ruang sekretariatnya.
Namun, jumlah mahasiswa yang tergabung dalam UKM dan ormawa tersebut belum mencapai target UNP. Dari 33.832 mahasiswa UNP yang terdaftar hinga semester Juli-Desember 2014, 50%-nya harus aktif berorganisasi. Seperti yang tertuang dalam rencana strategis (Renstra) UNP tahun 2014-2018. Namun pada kenyataannya, menurut keterangan Kepala Subbagian Minat Penalaran dan Informasi UNP, Erman. A, S.Pd., mahasiswa yang bergabung dengan UKM dan ormawa hingga saat ini baru mencapai 8%, dari keseluruhan jumlah mahasiswa UNP.
Hal ini dibenarkan oleh Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNP Drs. Syahril, M.Pd. Walaupun Syahril mengaku tidak terlalu paham dan belum pernah melihat Renstra sebelumnya, tapi ia mengakui terkait dengan kemahasiswaan, renstra tersebut belum tercapai. "Keterlibatan mahasiswa dalam berorganisasi memang sangat sedikit," ujarnya, Rabu (18/2).
Selain itu, Syahril juga mengatakan hal tersebut terjadi karena mahasiswa lebih memfokuskan aktivitas kuliah, sehingga mereka tidak sempat mengikuti berbagai kegiatan organisasi di kampus. Padahal dari pihak fakultas sendiri telah memfasilitasi berbagai kegiatan secara gratis. Namun, ia juga tak memungkiri ada sebagian mahasiswa yang tidak ikut organisasi dan pergi kuliah pun hanya main-main dan tidak serius. "Harapannya hal seperti ini tidak terjadi, keantusiasan dan keterlibatan mahasiswa dalam berorganisasi sangat diinginkan," tutupnya.
Berbagai alasan menjadi jawaban tersendiri bagi mahasiswa untuk tidak mengikuti organisasi. Salah satunya Nurhidayati, Mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia TM 2012. Nurhidayati memilih tidak mengkuti organisasi karena menurutnya ia tidak sanggup mengikuti proses ketika memasuki organisasi. Meskipun dia pernah mencoba bergabung, tapi akhirnya ia terseleksi alam dan berhenti. "Terlalu berat untuk saya, banyak yang harus dikerjakan dibanding mengikuti proses panjang masuk ormawa," ujarnya, Jumat (13/2).
Sama halnya dengan Nurhidayati, Elsa Tri Yuliana juga mengaku tidak mengikuti organisasi. Sebetulnya dari awal ia mau mengikuti organisasi sejak tahun pertama perkuliahan. Namun, saat itu ia tidak tahu akan masuk organisasi apa, karena informasi tentang organisasi tidak diketahuinya. "Waktu semester awal, informasi tentang organisasi gak nyampe ke saya," ujar mahasiswa Jurusan Kesehatan dan Rekreasi TM 2012 itu, Jumat (6/3).
Renstra UNP kurang sosialisasi
Terkait Renstra UNP, memang tidak sedikit di antara mahasiswa UNP yang tidak mengetahui akan adanya acuan universitas tersebut. Salah satunya Nina Wahyuni, Mahasiswa Jurusan Manajemen TM 2012. Nina mengaku tidak mengetahui apa pun tentang Renstra UNP. Ia hanya mengatakan kalau Renstra bertujuan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai universitas dalam jangka waktu tertentu. "Kalau Renstra UNP saya tidak tahu apa-apa," ungkapnya, Jumat (13/2).
Sama halnya dengan Nina, Chairul Wahyudi yang merupakan Human Resource Development (HRD) di Unit Kegiatan Kepenyiaran Kampus (UKKPK) UNP juga mengatakan hal yang sama. Ketika diwawancarai oleh salah satu reporter Ganto, Chairul enggan berkomentar. Sebab ia tidak mengetahui tentang adanya Renstra UNP, ia justru merekomendasikan aktivis lainnya dari unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang berbeda. "Menurut saya, yang lebih pantas untuk diwawancarai itu pihak Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) atau Ketua Umum Wadah Pengkajian dan Pengembangan Sosial Politik (WP2SOSPOL)," ujarnya, ketika ditemui di depan Gedung Program Pascasarjana UNP, Kamis (19/2).
Sementara itu, ditemui di tempat yang berbeda, Ketua Umum WP2SOSPOL Muhammad Ihsan juga mengatakan bahwa ia tidak mengetahui tentang adanya Renstra UNP. Ikhsan menjelaskan kalau maksud dan tujuan dari Renstra ia memang tahu, tapi kalau tentang Renstra UNP sendiri ia tidak menegetahuinya. "Baru kali ini saya mendengarnya," ujar Ikhsan, Kamis (19/2).
Tak hanya mahasiswa, dosen sekaligus Kepala Laboratorium Ekologi, Jurusan Biologi Dr. Anizam Zein, M.Si., juga mengatakankan bahwa ia tidak terlalu mengetahui tentang isi Renstra UNP tahun 2014-2018. Selain karena ia tidak termasuk ke dalam struktural panitia pelaksana Renstra, menurutnya sosialisasi tentang Renstra juga kurang kepada jajaran dosen. "Sosialisasi mengenai Renstra kepada para dosen sangat kurang, jadi saya kurang mengetahui bagaimana pergerakannya," ujar Anizam, saat ditemui di Kantor Kepala Laboratorium Ekologi, Jurusan biologi, Jumat, (20/2).
Selain itu, Menurut Anizam, pelaksanaan Renstra juga terkendala karena kurangnya pemahaman serta komitmen orang-orang yang melaksanakannya. Renstra lebih banyak diketahui oleh jajaran pejabat kampus, sementara dosen biasa sangat minim yang mengetahuinya. "Kalau dulu, Rektor yang datang ke Staf Pengajar memberikan arahan tentang apa yang akan dicapai, tapi beberapa tahun ini sudah tidak ada," ucapnya.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan seharusnya perancangan Renstra UNP disusun terlebih dahulu. Misalnya untuk dosen yang akan pensiun harus dipersiapkan penggantinya. Sebab, sekarang formasi dosen baru hanya sedikit, sementara yang pensiun banyak. Begitu pun dengan peningkatan pendidikan staf dosen. Selain itu, Anizam juga berharap agar Renstra UNP tahun 2014-2018 dapat berjalan dengan baik. "Semoga, Renstra yang baru ini dilaksanakan dengan sebaik mungkin, agar tercapai apa yang diinginkan," tutupnya.
Penelitian kembali diprioritaskan
Ketua Program Studi (Prodi) Magister Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNP, Prof. Dr. Dasman Lanin mengatakan bahwa, Renstra UNP selama ini sudah ada pergerakannya, namun masih belum "menggigit". Seperti halnya di bidang penelitian. Dulu sangat sulit untuk melakukan penelitian karena keterbatasan dana, tapi sekarang sudah banyak tersedia dana bagi siapa saja dosen yang ingin melakukan penelitian. "Programnya sudah kelihatan, namun masih dilakukan secara bertahap," ujar Dasman, ketika ditemui di Kantor Prodi Magister Administrasi Publik, Rabu dua pekan lalu.
Lebih lanjut, Dasman mengungkapkan untuk pengembangan dosen dalam bidang karya ilmiah juga harus ditingkatkan. Sebab, tidak sampai 25% dosen UNP yang melakukan penelitian. Budaya penelitian di UNP masih lemah. Seharusnya setiap dosen melakukan penelitian, namun kenyataannya justru sebaliknya. Terkadang kuota untuk penelitian berlebih. "Tugas dosen ada tiga, pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Jadi agar universitas bisa berkembang, maka ketiga aspek ini harus dikembangkan," ucapnya.
Seperti yang disampaikan Dasman, tingkat penelitian di UNP memang masih rendah. Berdasarkan data dari buku rancangan Renstra UNP Tahun 2014-2018, terhitung dari tahun 2009-2013, jumlah penelitian dari tujuh fakultas di UNP ditambah dengan penelitian UNP dan Pascasarjana hanya mencapai 698 penelitian. Selain itu, belum sampai 30% dari hasil penelitian tersebut yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah nasional dan prosiding nasional. Serta, belum sampai 5% dari hasil penelitian itu yang dipublikasikan dalam jurnal dan prosiding internasional.
Dengan keadaan tersebut, maka pada Renstra Tahun 2014-2018, penelitian dan karya ilmiah kembali diprioritaskan, dimana 75% tenaga pendidik diharapkan menghasilkan karya ilmiah dalam bidang sains, teknologi, seni dan sastra per tahun, menghasilkan 5 judul penelitian kerja sama luar negeri per tahun, dan menghasilkan 100 judul penelitian kompetisi nasional per tahun.
Perihal penelitian dan publikasi ilmiah, Pembantu Rektor I UNP Prof. Dr. Agus Irianto mengatakan salah satu syarat untuk menjadi guru besar adalah memiliki artikel yang telah terakreditasi SCOPUS untuk internasional. Memang semakin lama persyaratannya akan semakin sulit. Sebab, hasil penelitian harus dinilai oleh orang luar dan tidak boleh dinilai oleh kawan sendiri. "Ini juga harus disadari oleh rekan-rekan dosen," ujarnya, Senin (27/2).
Komentar
Kirim Komentar