Kelelawar Kebal Terhadap Ebola
09-12-2014, 09:25 WIB
Sabrina Khairissa
Dunia belakangan ini dikejutkan oleh virus berbahaya yang menyebabkan World Health Organization (WHO) menetapkan keadaan tersebut menjadi status darurat internasional. Virus-virus ini awalnya menjangkiti hewan, namun kemudian berevolusi dan menjangkiti manusia. Adalah ebola atau Ebola Hemorrhagic Fever (EHV). Virus ini telah merebak cukup luas, yakni mencakup Afrika Utara, seperti Guinea, Liberia, Pantai Gading, dan Nigeria. The National Institutes of Health mencatat tingkat kematian akibat virus ini mencapai 90%. Virus ini juga mampu bertahan pada jasad yang sudah mati sehingga banyak yang menyebutnya ‘virus zombie.’ Hingga November ini, WHO menyatakan 5.160 orang meninggal dunia akibat virus ebola di Afrika.
Salah satu hewan penyebar virus ebola adalah kelelawar buah. Kelelawar yang telah terkontaminasi di hutan hujan tropis Afrika Selatan terus bermigrasi ke utara dan menebar virus ebola ke lingkungan masyarakat. Ditambah lagi sebuah ritual di Afrika yakni bushmeat yang memburu bangkai hewan mentah dan kemudian dijual di pasar-pasar. Bangkai hewan tersebut berkemungkinan terkontaminasi virus ebola.
Di alam, kelelawar buah turut andil dalam pengendali hayati, yaitu memakan serangga yang sering menjadi hama bagi tanaman. Tetapi, kelelawar buah juga merupakan penyebar penyakit zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit tersebut antara lain adalah nipah virus, hendra virus, isa virus, rabies, serta ebola.
Biasanya, hewan-hewan yang telah terjangkit virus ebola mati dengan menunjukkan tanda-tanda pendarahan internal yang ditandai dengan ruam-ruam merah di permukaan kulit. Selain itu, juga ditandai dengan pendarahan eksternal yang menyebabkan darah mengalir dari lubang-lubang pada tubuh. Namun, tidak pada kelelawar buah. Menurut profesor Lin-Fa Wang, ahli penyakit menular di Duke-NUS Graduate Medical School, Singapura, kebalnya kelelawar dari ebola disebabkan oleh dua faktor gen pada tubuhnya yang mempunyai pertahanan diri unik.
Faktor pertama, adalah cytokine storm yang pada manusia gen ini berfungsi untuk melepaskan sel-sel yang menyerang virus. Saat virus ebola memasuki tubuh manusia, virus tersebut lantas menonaktifkan sel dendritic yang mengaktifkan sistem imun. Sistem imun pun menjadi nonaktif sementara dan membiarkan virus ebola terus berkembang dan merusak sel-sel tubuh. Berbeda halnya dengan kelelawar, saat virus ebola masuk sistem pertahanan diri kelelawar melawan virus ebola secara spontan sekaligus menekan fungsi cytokine storm. Artinya, sistem pertahanan tubuh kelelawar lebih cepat tanggap dan langsung memberantas virus.
Kedua adalah gen yang memberikan kelelawar sistem pertahanan tubuh beserta kemampuan untuk terbang. Saat kelelawar terbang, aktivitas fisik yang dilakukannya melepaskan racun "radikal bebas" yang beracun bagi sel. Gen tersebut kemudian beradaptasti dengan cepat dan mengatasi peradangan yang diakibatkan oleh racun itu. Dengan memicu gen tersebut, gen pada kelelawar tersebut mampu beradaptasi untuk memproduksi sistem pertahanan unggul yang dapat menangkal virus. Karena itulah kelelawar dapat hidup 20 sampai 40 tahun. (dari berbagai sumber).
Komentar
Kirim Komentar