Transgender dalam Kacamata Islam
Suci Larassaty
Laki-laki yang berpenampilan perempuan atau perempuan yang bergaya laki-laki bukan lagi menjadi sebuah kejanggalan di negeri ini. Fenomena itu sudah dianggap lazim. Padahal orang-orang yang berani menentang arus itu telah melanggar takdir dari Sang Maha Pencipta. Sesungguhnya Allah dalam Q.S At-Tiin: 4 berfirman, "Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya."
Berkaitan dengan fenomena tersebut, beberapa waktu lalu, Ranah Minang dikejutkan dengan kabar bahwa seorang putra daerah bernama Solena Chaniago yang mengubah jenis kelaminnya menjadi perempuan atau dikenal juga dengan istilah transgender.
Kepada media, Solena mengaku secara terang-terangan telah berganti kelamin–padahal sebelum jadi transgender ia telah memiliki seorang anak hasil pernikahannya terdahulu dengan seorang perempuan. Ironisnya, apa yang dilakukan Solena seolah mendapat dukungan. Solena Chaniago adalah transgender pertama di Asia yang masuk dunia perfilman Hollywood. Bagi sebagian orang, prestasi yang diperoleh Solena sebagai seniman mancanegara patut diapresiasi. Lalu, bagaimana dengan pandangan orang Islam yang mengetahui bahwa menjadi transgender itu haram?
Solena bukanlah satu-satunya orang Indonesia yang memilih jalan untuk melanggar kodratnya. Banyak lagi orang Indonesia yang menjadi transgender dan tak bisa disebutkan satu persatu. Banyak hal yang menjadi faktor orang-orang seperti Solena bertahan, walau mereka sudah tahu ajaran agama menentang hal itu. Bahkan tidak sedikit pula orang yang mengucilkan kaum transgender. Meski demikian, mereka memiliki berbagai alasan untuk tetap bertahan dengan mengubah kodratnya sebagai makhluk yang telah diciptakan sebaik-baik mungkin.
Transgender pada hakikatnya merupakan gejala ketidakpuasan seseorang karena perasaan tidak cocok antara bentuk fisik dan kelamin serta kejiwaannya. Gejala yang tampak bisa tercurah dalam bentuk perubahan sikap dan penampilan seseorang. Jiwa wanita yang tersemat dalam tubuh laki-laki ataupun jiwa laki-laki yang tersemat dalam tubuh wanita tentu menjadikan alasan faktor seseorang melakukan operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery).
Tetapi apapun alasannya, transgender itu adalah perbuatan terlarang. Sesungguhnya Allah telah menjelaskan dalam Al-quran surat An-Nisa ayat 119 yang artinya: "Dan aku (setan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata."
Dari ayat tersebut jelas bahwa Allah Swt. melaknat orang-orang yang mengubah sesuatu yang ada pada tubuhnya. Allah hanya mengizinkan operasi kelamin yang bersifat tashih dan takmil (perbaikan dan penyempurnaan). Operasi itu bukan untuk melakukan pergantian jenis kelamin, namun untuk mengobati suatu penyakit yang harus diobati.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980 juga telah mengeluarkan fatwa haram terhadap operasi perubahan kelamin. Menurut fatwa MUI ini, sekalipun seseorang diubah jenis kelaminnya, hukumnya sama dengan jenis kelamin sebelumnya. Jadi meskipun seorang berjenis kelamin laki-laki sudah dioperasi menjadi perempuan, orang tersebut tetaplah seorang laki-laki.
Akan tetapi, meski sudah ada fatwa haramnya, Indonesia dinilai masih belum tegas dalam menjawab masalah transgender ini. Persoalan transgender masih dianggap sebagai pilihan hidup masing-masing yang tak bisa dicampuri. Belum lagi Indonesia adalah negara yang ‘mengelu-elukan’ Hak Asasi Manusia untuk tindakan-tindakan yang salah.
Selain itu transgender juga seolah mendapat dukungan dari media pertelevisian untuk menyemarakkan dan menyosialisasikan perilaku kebancian dengan pelbagai program acara. Sungguh ironis ketika generasi muda saat ini disuguhi tontonan komedi, takshow, parodi, dan lainnya dengan figur yang tidak patut ditiru. Tontonan yang jelas dapat memberikan suntikan legitimasi dan acuan yang kemungkinan dapat ditiru oleh masyarakat untuk mengubah jenis kelamin dan berlaku tidak pada tempatnya.
Sebenarnya semua pihak harus berupaya untuk mengatasi permasalahan transgender ini, terutama keluarga. Keluarga adalah tempat pertama seorang anak mendapatkan nilai pendidikan, agama, dan sosial. Keluarga juga menjadi tempat seseorang tumbuh dan berkembang. Namun, saat ini peran keluarga untuk mendidik dialihkan secara utuh kepada guru dan ustaznya. Anak, di rumah, hanya disuguhi dengan tuntutan untuk menjadi pribadi yang baik. Padahal orang tuanya belum memberi contoh baik pada buah hatinya. Keluarga sebagai madrasah pertama bagi seorang anak memiliki peran yang sangat menentukan akan menjadi apa anak ke depannya.
Selain itu, Rasulullah Saw. menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu dari buaian hingga ke liang lahat, seperti itulah peran pendidikan dalam kacamata Islam. Pendidikan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari mulai seorang bayi lahir ke bumi hingga ajal menjemput. Pendidikan agama tentang larangan untuk mengubah kodrat yang telah diberikan Allah sesungguhnya menjadi hal penting yang harus disuguhkan bagi anak. Jika telah ditanamkan sejak dini kepada seorang anak, tentu anak akan memahami dan menerima apapun keadaan dirinya.
Seorang transgender atau yang lebih akrab dikenal dengan waria sesungguhnya adalah sebuah penyakit yang dapat disembuhkan. Telah jelas disampaikan pada sebuah hadis, "Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan." (HR. Ahmad). Jika dilihat dari hadis ini, dapat ditangkap bahwa masih ada kesempatan bagi para transgender untuk bertobat dengan sebenar-benar tobat dan berbenah diri untuk menjadi lebih baik.
Komentar
Kirim Komentar