Israel, Teroris Sesungguhnya
Oleh Boy Naldi
"Israel itu Negara teroris", ini adalah pernyataan terkenal Profesor Linguistik pada Massachusetts Institute of Technology (MIT), Prof. Dr. Noam Chomsky. Ia dikenal sebagai tokoh intelektual keturunan yahudi yang berani "melawan arus". Bersama istrinya, Carol, ia pernah tinggal di kibbutz, pemukiman baru Yahudi di Palestina selama kira-kira enam minggu. Saat itulah ia melihat bagaimana masyarakat non-Yahudi terpinggirkan, terancam dan ketakutan. Pengalaman inilah yang menunjukkan standar ganda keadilan, membuat dia merasa ragu perlunya membentuk negara Yudaisme untuk etnik Yahudi.
Serangan pasukan komando Israel terhadap kapal Mavi Marmara, yang membawa bantuan kemanusiaan untuk penduduk Gaza yang kelaparan karena diblokade tentara Israel akhir Mei lalu, membuktikan ucapan Noam Chomsky tentang kejahatan kemanusiaan yang dipertontonkan kepada dunia secara telanjang oleh kaum Zionis ini. Kapal pembawa 700 aktivis kemanusiaan dari 50 negara ini dilumpuhkan pada pagi hari saat sebagian besar penumpang kapal masih tidur. Akibat serangan brutal pasukan Israel itu, 19 orang tewas dan 36 lainnya luka-luka.
Barangkali menjadi pertanyaan besar bagi sebagian orang, mengapa Israel berani begitu saja menyerang kapal kemanusiaan di perairan internasional. Ditambah sikap bebal Israel terhadap kecaman internasional yang disokong oleh perlindungan membabi buta Amerika Serikat. Hal ini tidak terlepas dari sejarah pendirian Negara Israel yang berlumuran darah rakyat Palestina. Buku Der Judenstaat (Negara Yahudi) tahun 1889 yang ditulis Theodore Herzl, seorang Yahudi Austria telah menggerakkan orang Yahudi yang terpencar di seluruh dunia (diaspora) berkumpul. Secara culas mereka menetapkan tanah Palestina yang ketika itu berada dalam proteksi Inggris sebagai ‘tanah yang dijanjikan’untuk sebuah negara rasis bernama Israel.
Doktrin ‘bangsa terpilih’ membuat Israel melegalkan segala tindak kekerasan untuk melindungi kepentingan mereka. Pembantaian kamp pengungsi Palestina Shabra-Shatila di Lebanon tanggal 14 September 1982 yang menewaskan tidak kurang dari 3. 297 orang Palestina–kebanyakan para perempuan dan anak kecil, bahkan bayi-bayi–menemui ajal dengan cara yang amat mengerikan, hingga penyerangan kapal pembawa bantuan kemanusiaan Mavi Marmara, hanyalah kepingan-kepingan mosaik berdarah menuju terbentuknya Negara Israel Raya yang membentang dari Sungai Eufrat (Irak) hingga Sungai Nil (Mesir).
Sadisme yang dipertontonkan Israel bukanlah hal yang mengherankan. Sikap brutal negara penjajah Israel dijustifikasikan oleh pegangan hidup mereka, yaitu Kitab Talmud. Di antaranya: "Haram hukumnya berbuat baik kepada Ghoyim (Non-Yahudi), " (Zhohar 25b). "Seorang Ghoyim yang berbaik pada Yahudi pun harus dibunuh, " (Soferim 15, Kaidah 10). "Barangsiapa yang memukul dan menyakiti orang Israel, maka ia berarti telah menghinakan Tuhan, " (Chullin, 19b) . "Hanya orang Yahudi satu-satunya manusia yang harus dihormati oleh siapa pun dan oleh apa pun di muka bumi ini. Segalanya harus tunduk dan menjadi pelayan setia, terutama binatang-binatang yang berwujud manusia, yakni Ghoyim, " (Chagigah 15b)
Penanaman doktrin rasisme yang terdapat dalam Talmud dilakukan para orangtua kaum Zionis kepada anak-anak mereka sejak dini. Survei yang diadakan oleh Ary Syerabi, mantan perwira dari Satuan Anti Teror Israel terhadap 84 anak-anak Israel usia sekolah dasar sungguh mengguncang nalar. Kepada anak-anak Israel itu Ary memberikan sehelai kertas dan pensil, lalu kepada mereka Ary berkata, "Tulislah surat buat anak-anak Palestina, surat itu akan kami sampaikan pada mereka. " Anak-anak Israel yang menyangka suratnya benar-benar dikirim kepada anak-anak Palestina menulis surat mereka dengan sebenar-benarnya, keluar dari hati terdalam. Apa saja yang mereka tulis?
Salah satu surat ditulis oleh seorang anak perempuan Israel berusia 8 tahun. Ia mengaku menulis surat kepada anak perempuan Palestina seusianya. Isi suratnya antara lain: "Sharon akan membunuh kalian dan semua penduduk kampung dan membakar jari-jari kalian dengan api. Keluarlah dari dekat rumah kami, wahai monyet betina. Kenapa kalian tidak kembali ke (tempat) dari mana kalian datang? Kenapa kalian mau mencuri tanah dan rumah kami? Saya mempersembahkan untukmu gambar (ini) supaya kamu tahu apa yang akan dilakukan Sharon pada kalian…ha…ha…"
Bocah Israel itu menggambar sosok Sharon dengan kedua tangannya menenteng kepala anak perempuan Palestina yang meneteskan darah. Ini adalah kenyataan tak terbantahkan bahwa seluruh individu Israel dididik menjadi teroris di rumah-rumah mereka. Pembantaian kamp pengungsi Palestina Shabra-Shatila membuktikan bahwa manusia yang sejak kecil dididik dengan doktrin teror maka di usia dewasa berubah menjadi mesin pembunuh yang mematikan.
Ang Swee Chai, seorang perempuan, dokter ortopedis beragama Kristen kelahiran Malaysia dalam bukunya yang menggetarkan "From Beirut to Jerusalem" (Kualalumpur, 2002) menulis, "Tentara-tentara Israel dan sekutunya itu merangsek ke rumah-rumah dan gang-gang kecil sambil menembakkan senjata mereka dengan royal. Granat dan dinamit mereka lemparkan ke jendela-jendela rumah yang penuh berisi orang. Para perempuan banyak yang diperkosa sebelum dibunuh. Para bayi Palestina diremukkan tulang-tulang dan kepalanya sebelum dibunuh. Banyak anak-anak kecil dilempar ke dalam api yang menyala-nyala, yang lain tangan dan kakinya dipatahkan oleh popor senjata. Untuk pertama kalinya, aku menangis di sini."
Dengan demikian terbukti sudah ucapan Noam Chomsky bahwa Israel adalah teroris dan melakukan terorisme negara. Sebagai manusia Indonesia yang anti penjajahan, perjuangan rakyat Palestina mutlak didukung karena Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah menegaskan bahwa penjajahan di dunia harus dihapuskan. Bentuk dukungan kepada Palestina dapat diwujudkan dalam bentuk: tidak mengkonsumsi atau boikot produk-produk sponsor Zionisme Israel, ikut serta dalam aksi-aksi dukungan terhadap Palestina, memberikan sumbangan materi dan mendoakan kebebasan Palestina dalam ibadah yang kita lakukan.
Penulis adalah Pegiat Gerakan Anti Zionisme dan Antek-anteknya (GAZA)
Komentar
Kirim Komentar