Jurnalistik Berfilsafat
Sonya Putri
Judul | : | Jurnalisme Modern |
Penulis | : | Saidulkarnaian Ishak |
Penerbit | : | Elex Media Komputindo |
Cetakan | : | I, April 2014 |
Tebal | : | 358 halaman |
"Jurnalistik tanpa filsafat bisa jadi bagaikan mata air yang tidak mengalir, tenang, dan sedikit yang dapat digunakan untuk dijadikan pengetahuan" – Saidulkarnain Ishak.
Serupa tapi tak pernah sama. Konsep mirip, tetapi kepentingan berbeda. Keduanya sama-sama mencari kebenaran dengan cara yang sama. Keduanya memperoleh kebenaran melalui pertanyaan-pertanyaan. Itulah jurnalistik dan filsafat.
Meski ada kesamaan, namun keduanya bukanlah tentang hal yang sama. Kebenaran dalam jurnalistik adalah tentang berbagai persoalan yang ada di kehidupan manusia. Kebenaran dalam jurnalistik adalah kebenaran tentatif, terus berubah sesuai dengan fakta. Jurnalistik lebih mementingkan unsur kecepatan karena jurnalistik, menghasilkan kebenaran aktual yang harus segera diketahui oleh khalayak umum.
Berbeda dengan jurnalistik. Kebenaran yang dicari adalah tentang kemanusiaan dan alam semesta. Kebenaran dalam filsafat tidak memerlukan jawaban mendesak. Persoalan krusial yang dipertanyakan harus mencari kebenaran secara mendasar dan logis. Kebenaran dalam filsafat diperoleh dari proses berpikir yang mendalam dan mengesampingkan kepentingan-kepentingan tertentu. Hasilnya kebenaran yang diperoleh memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.
Akan sangat harmonis bila kedua ilmu ini dipadukan. Akan sangat menguntungkan satu sama lain. Terlebih lagi bagi jurnalistik. Sebab jurnalistik zaman sekarang banyak yang melenceng dari aturan. Tingkat kepercayaannya pun rendah dan kebanyakan tidak mencerdaskan pembaca. Berita-berita tak berdasar dan jauh dari fakta pun bebas berlalu lalang di dunia maya. Kenyataan ini membingungkan dan membodohkan khalayak.
Penyebabnya tak lain adalah tuntutan aktualitas pada jurnalistik yang sering membuat jurnalis mengabaikan logika–cara berpikir lurus–dan kebenaran dalam pemberitaannya. "Tanpa dilandasi pemikiran logis, agaknya sulit rasanya mewujudkan sesuatu yang memberi manfaat bagi masyarakat, termasuk informasi yang disajikan wartawan di era reformasi dewasa ini." (JM:17).
Lalu bagaimana agar jurnalistik tetap dapat dipercaya? Salah satu pilihannya adalah mengadapatasikan filsafat ke dalam jurnalistik. Jurnalistik butuh filsafat dan logika. Terlebih dalam menginterpretasi berbagai informasi yang hendak disajikan. Jurnalistik harus dikemas dengan lebih berlogika seperti halnya filsafat, namun tetap tidak mengabaikan aktualitasnya. Jurnalis juga harus bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu yang bisa merugikan khalayak. Informasi yang disampaikan harus bersumber kepada narasumber tepat, sehingga keterpercayaan informasinya lebih terjamin.
Dengan demikian jurnalis bisa disebut sebagai filsuf masa kini. Sosok yang senantiasa mencari dan menginformasikan kebenaran kepada khalayak umum, tanpa dipengaruhi pihak manapun. Sungguh mulia seorang jurnalis bila pekerjaan ini dilakukan secara baik dan benar sesuai aturan yang telah disepakati.
Komentar
Kirim Komentar