Krisis Moralitas Dunia Pendidikan
14-05-2014, 19:30 WIB
Muhammad Hanif
"Guru itu digugu dan ditiru: Ia pengajar ilmu dan penuntun laku."Ki Hadjar Dewantara
Di tengah hingar-bingar pesta politik dengan berbagai polemiknya, berbagai kasus pelecehan asusila yang berujung pada kerusakan moral pun kembali merebak. Tak mau kalah, seolah berpacu menuai kebinasaan dengan menorehkan titik-titik hitam pada negeri Indonesia ini. Serupa korupsi, fenomena-fenomena pengrusakan moral bangsa ini seolah mengakar, hilang timbul di antara modernisasi, serta sukar dihapuskan.
Maraknya berbagai kasus demikian yang menitik kepada satu kenyataan bahwa moralitas negeri ini sedang dilanda krisis berat. Krisis moralitas yang juga merambah pada ranah pendidikan, menyeret kalangan pendidik juga menjalar pada siswa. Sangat ironis. Bukan hanya tenaga pendidik saja, bahkan yang dididik pun sudah ketularan berbagai perilaku yang melanggar susila.
Seperti yang ditetapkan dalam kode etik tenaga pendidik yang menyatakan bahwa, "Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama." Namun kenyataannya, banyak sekali tindak pelanggaran yang menyimpang dari kode etik ini.
Seperti yang telah dilansir oleh
slidegossip.combahwasannya seorang guru telah disinyalir melakukan tindakan asusila terhadap muridnya, dengan dalih tidak akan meluluskan si murid apabila tidak mau menuruti keinginannya.
Lain kasus, lain pula motifnya. Dengan iming-iming akan memberikan beasiswa, P seorang dosen di salah satu universitas di kota Jember tega menggoda DN (mahasiswi) agar mau mengikuti hasrat seksualnya. Hal ini tentu di tolak oleh sang mahasiswi. Seperti yang dilansir oleh surabaya.okezone.com, bahwasannya kasus ini telah ditangani oleh pihak Humas Universitas Negeri Jember, Agus Purwanto.
Hal demikian merupakan salah satu tindakan yang mengarah kepada krisis moralitas yang menerpa tenaga pendidik di negara kita. Mungkin saja di luar sana lebih banyak kasus tindakan asusila yang dilakukan oleh tenaga pendidik, namun sengaja di tutup-tutupi dengan dalih menjaga nama baik institusi-institusi tertentu. Ini telah menjadi cermin, bahwa moralitas tenaga pendidik saat ini telah mengalami krisis. Dimana tenaga pendidik tidak lagi mementingkan moralitas, namun lebih mementingkan hasrat dan keinginan semata. Bagaimana negeri ini akan melahirkan generasi yang bermoral, sedangkan sang pendidik saja banyak yang melakukan tindakan tidak bermoral.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, bukan hanya tenaga pendidik yang melakukan tindakan tidak bermoral, pun yang dididik tidak mau kalah. Berbagai macam kasus yang berkaitan dengan tindakan tidak bermoral marak disiarkan. Tawuran pelajar, tindak kriminal yang dilakukan oleh pelajar, kasus penyimpangan yang banyak terjadi di kalangan pelajar. Keadaan tersebut sudah mengindikasikan bahwa moralitas para pelajar sudah mengalami krisis. Fenomena ini sudah lama kita simak, dan sudah pantas kita menyebutnya krisis moralitas pelajar yang berkepanjangan.
Perubahan sistem pendidikan sudah dibenahi. Peraturan pemerintah pun sudah banyak dicetuskan. Dari Undang-undang perlindungan anak, Undang-undang tindak kriminal, semuanya mengarah pada perbaikan moral. Semuanya dilakukan dengan harapan pendidikan Indonesia dapat melahirkan generasi muda yang bermoral. Kenyataannya tetap saja kebobrokan moral masih menjadi momok bagi negeri ini.
Tenaga pendidik tidak hanya memberikan layanan, namun juga tidak malu untuk meminta "layanan". Dan pelajar pun bukan hanya menerima, namun juga "mencari tahu" serta "meniru" apa yang mereka lihat, sehingga terjadilah tindak kekerasan, kriminalitas, bahkan pelecehan seksual.
Mendelik pada sepak terjang tenaga pendidik pada zaman dahulu. Tenaga pendidik pada masa kolonialisme mampu melahirkan generasi beradab dan menjunjung moralitas dan kejujuran. Terbukti dengan lahirnya generasi emas Indonesia, seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Moh. Yamin, serta tokoh hebat lainnya, mampu membuat indonesia meraih kemerdekaan. Itu semua tanpa teknologi yang mendukung. Hanya buku dan papan tulis kapur yang digunakan oleh guru untuk mendidik siswa mereka, belum ada internet, alat komunikasi yang canggih. Kenyataannya pendidikan kala itu mampu melahirkan generasi yang sampai sekarang menjadi sejarah penting bagi pendidikan di Indonesia.
Dibandingkan zaman sekarang. Pesatnya globalisasi, berkembangnya teknologi, dan berbagai macam hal yang berkaitan dengan pendidikan. Baik riset ilmu pengetahuan, riset teknologi, pengembangan teknologi di bidang pendidikan, semuanya masih belum mampu membentuk generasi muda yang bermoral dan menjunjung keberadaban.
Apabila moral tidak lagi diindahkan, maka berbagai kekacauan dan permasalahan bangsa akan senantiasa muncul. Ketika moral telah diabaikan, akan dapat dipastikan yang ada hanya kebobrokan di segala bidang dan sisi kehidupan.
Sejatinya, moral merupakan sesuatu yang sangat berpengaruh dalam kehidupan, terutama dalam dunia pendidikan. Dalam era globalisasi saat ini, pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi suatu bangsa. Faktor utama untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, disamping memiliki budi pekerti yang luhur serta moral yang baik.
Dari sinilah peran tenaga pendidik dilirik. Membenahi moral diri, sebelum beranjak pada pembentukan moralitas anak didik. Kurikulum Pendidikan Karakter yang saat ini tengah dijalankan juga telah melagukan, bahwa dalam pendidikan tak hanya mengedepankan aspek kognitif dan kecerdasan semata. Namun mampu menghadirkan generasi muda dengan kecerdasan intelektual, serta berkarakter kuat. Sehingga, moral anak bangsa ini tidak lagi mengalami krisis ataupun degradasi. Maka dari itu, melalui pendidikan dengan moralitas diharapkan cikal bakal Indonesia dapat memajukan negeri ini, serta dapat merubah pandangan negatif negara lain.
Sudah saatnya bagi bangsa ini menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa kita adalah bangsa yang bermoral, beradab dan beretika. Namun, jika tenaga pendidik saja tidak mampu untuk membimbing siswa agar menjadi generasi bermoral. Lalu, siapa lagi yang akan diharapkan?
Komentar
Kirim Komentaralfaruqihasnul
17-05-2014 02:23 WIB