Sepatu Bermata untuk Tunanetra
01-04-2014, 11:37 WIB
Fitri Aziza (dari berbagai sumber)
Dewasa ini, penyandang disabilitas masih menjadi perhatian khusus bagi masyarakat. Belum terpenuhinya hak-hak disabilitas, fasilitas publik, seperti transportasi, sekolah-sekolah, bahkan ketika mereka ingin beribadah pun penyandang disabilitas masih menemui kesulitan. Seperti halnya tunanetra.
Tunanetra merupakan istilah untuk kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatannya. Penyandang tunanetra memiliki keterbatasan umum tentang pergerakan dari satu tempat ke tempat lain. Mereka tidak mampu mengorientasikan diri mereka terhadap orang lain maupun benda-benda yang ada di sekitar. Oleh karena itu, mereka tidak memahami di mana posisi relatif mereka berdiri dan tidak dapat bergerak ke arah yang benar.
Selama ini, kebanyakan tunanetra mengalami kesulitan ketika berjalan. Biasanya, untuk memudahkan kesulitan tersebut, mereka harus bergantung pada tongkat sebagai pengganti mata normal untuk mengetahui tempat dan arah yang benar. Tongkat yang biasa digunakan adalah tongkat putih, yaitu tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium. Namun, tongkat tersebut tidak sepenuhnya bisa menunjukkan arah bagi penyandang tunanetra. Selain itu, pemakaian tongkat ini masih belum bisa menjamin keselamatan mereka terutama di jalan raya. Terkadang mereka kehilangan arah dan keluar dari jalur braille ataupun trotoar.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Muhammad Luqman dan Faishal Fuad Rahman dari SMA Negeri 2 Yogyakarta menciptakan "Sepatu Bermata Dua". Sepatu yang bernama Edges Shoes ini dirancang khusus untuk mereka yang berkebutuhan khusus agar bisa berjalan di jalur yang tepat. Sepatu ini menggunakan sensor inframerah sehingga para tunanetra tak perlu lagi menggunakan tongkat saat berada di dalam rumah atau jalur braille.
Edges Shoes ini dilengkapi dengan perangkat robotik. Perangkat robotik yang digunakan adalah jenis line follower atau robot pengikut garis. Untuk pemakaiannya, perangkat ini disematkan pada sepatu penyandang tunanetra. Sebagai sumber daya, digunakan baterai ponsel. Sementara, pada bagian bawah sepatu terdapat sensor yang dapat mendeteksi warna. Warna yang dideteksi oleh perangkat ini adalah warna gelap. Untuk mendukung kinerja perangkat ini, penyedia fasilitas gedung atau trotoar harus mendesain ubin dengan warna hitam dan putih. Warna hitam dijadikan sebagai jalur bagi penderita tunanetra. Warna hitam ini juga bisa diganti dengan warna gelap lainnya.
Menggunakan sepatu ini, penderita tunanetra tinggal berjalan tanpa perlu menggunakan tongkat pada jalur yang telah disiapkan di tempat-tempat tertentu dengan sensor pendeteksi warna tadi. Sewaktu-waktu jika pengguna keluar dari jalur, maka sepatu akan berbunyi dan penderita bisa kembali ke jalurnya. Namun, dalam menggunakan sepatu ini, para penyandang tunanetra harus menggesek-gesekan kakinya lebih keras saat berjalan.
Perangkat robotik ini dirancang sedemikian rupa agar bisa dipasang dan dilepas sehingga penderita tunanetra bisa berganti sepatu. Biaya yang dibutuhkan untuk membuat perangkat ini juga tidak terlalu mahal. Dengan 300 ribu rupiah, penyandang tunanetra sudah dapat menikmati layanan yang terdapat pada perangkat.
Penyandang tunanetra yang merasa kesulitan menggunakan tongkat tak perlu cemas. Karena dengan bermodalkan seperangkat Edges Shoessudah bisa berjalan tanpa harus menggunakan tongkat lagi.
Komentar
Kirim Komentar