‘Angin Segar’ Calon Guru
Honesty Yonanda Ayudhia
Kita mengenal profesi guru sebagai suatu pekerjaan menyampaikan informasi dan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Memang hal ini terlihat mudah. Pekerjaan guru, menurut pandangan awam, hanyalah sebatas rutinitas masuk kelas, memberi materi dan latihan ataupun pekerjaan rumah (PR), atau lebih buruk lagi guru hanya memberi Lembar Kerja Siswa (LKS) tanpa ada penjelasan materi dan sebagainya. Tidak bisa dipungkiri, hal ini memang terjadi di dunia pendidikan. Dengan simpelnya pandangan masyarakat mengenai profesi guru, maka timbullah persepsi bahwa profesi guru hanya profesi abal-abal dan murahan. Maka, peminat profesi guru dan juga peminat perguruan tinggi keguruan dulunya tidaklah seberapa.
Sebenarnya, untuk menjadi seorang guru yang profesional tidaklah mudah. Seorang guru harus melewati tahap-tahap pendidikan yang akan menunjang keprofesionalannya. Dalam menempuh pendidikan bidang keguruan, seorang guru harus mengikuti serangkaian mata kuliah yang berkaitan dengan profesi keguruan. Misalnya, mata kuliah psikologi pendidikan, classroom management, teknik mengajar, pengembangan media ajar, dan sebagainya. Jadi, untuk menjadikan guru sebagai profesi tidak bisa langsung asal jadi.
Namun, beberapa tahun belakangan peminat jurusan keguruan atau dikenal juga dengan jurusan kependidikan meningkat drastis. Ribuan tamatan SMA berbondong-bondong memilih jurusan kependidikan. Nampaknya persepsi lama yang buruk terhadap profesi guru sudah mencapai masa kadaluarsa. Menurut Ketua Umum Panitia SBMPTN 2013, Akhmaloka, pendaftar pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang akan melahirkan tenaga pendidik profesional pada tahun 2012 mencapai 350 ribu pendaftar. Sedangkan pada tahun 2013 pendaftar mencapai 407 ribu.
Ada apa sebenarnya di balik perubahan drastis terhadap persepsi masyarakat ini? Perhatian pemerintah terhadap sistem pendidikan dan juga tenaga pendidik menjadikan wajah profesi guru berubah. Pemerintah kian gencar memberikan apresiasi yang baik kepada guru baik secara moral maupun materil. Misalnya, gaji guru yang sudah bisa dikatakan ‘mensejahterakan’. Ditambah lagi tingginya tunjangan-tunjangan yang didapat guru. Disamping itu, profesi guru mendapat pengakuan dari masyarakat secara sosial-psikologi melalui Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Hal inilah yang menimbulkan banyaknya calon mahasiswa yang bersaing untuk mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan di bidang keguruan.
Tapi, bagaimanakah apresiasi atau penghargaan masyarakat terhadap guru di Indonesia? Jika ditinjau dari sudut pandang masyarakat, profesi guru sudah bisa dikatakan mendapat tempat. Pentingnya keberadaan guru sebagai tenaga pendidik sudah mulai terasa. Pemahaman masyarakat mengenai pendidikan keguruan juga sudah lebih baik. Walaupun sesekali masih saja terdengar opini-opini pedas terhadap guru. Namun, garis besarnya pandangan lama sudah mulai berubah.
Di balik tingginya kesejahteraan guru, terselip tuntutan untuk menjadi guru yang berdedikasi tinggi. Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik siswanya. Komitmen dan tanggung jawab guru haruslah sebanding dengan ‘kesejahteraan’ dan apresiasi yang diberikan pemerintah dan juga masyarakat. Guru juga harus memiliki dedikasi yang tinggi di mata siswa. Seorang guru yang bisa berperan sebagai guru secara profesional, bekerja karena tahu akan perannya sebagai guru, yaitu mendidik dan memajukan pendidikan di Indonesia. Guru bukan saja memikirkan apa yang akan ia dapat sebagai seorang guru, tetapi juga harus menunjukkan apa yang bisa ia berikan sebagai seorang guru.
Sebagai perbandingan, di Jepang penghargaan terhadap guru sudah sangat tinggi sejak lama. Menurut mereka, guru merupakan kunci keberhasilan pembangunan. Seperti ungkapan mereka She no on wa yama yori mo takai, umi yori mo fukai yang artinya jasa guru lebih tinggi dari gunung yang lebih tinggi, lebih dalam dari laut yang dalam. Demikian cara mereka menghargai profesi guru
Kembali diminatinya dunia pendidikan, ini membuktikan profesi guru telah menjadi tren dan bukan lagi cita-cita yang ketinggalan zaman. Walaupun berbagai pandangan miring terhadap peningkatan minat masyarakat terhadap profesi ini kian banyak, namun apresiasi kita terhadap calon-calon guru masa depan harus tetap tinggi.
Komentar
Kirim Komentar