Mahasiswa dan Partai Politik
Sri Gusmurdiah
Sebuah pencerdasan terhadap bangsa tidak akan terwujud ketika sesuatu hal yang dianggap tabu bukannya dikupas dan dihadapkan kepada masyarakat secara kritis dan argumentatif, malah dihindarkan atau bahkan diilegalkan." -Prof. Dr. Magnis Suseno, SJ.
Pernyataan di atas seharusnya dapat menyadarkan kita tentang banyaknya permasalahan politik yang terjadi di negeri ini. Permasalahan politik seolah-olah disembunyikan oleh berbagai golongan, bahkan oleh mahasiswa sendiri.
Politik adalah cara untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Juga merupakan sebuah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat, yang antara lain berwujud pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Namun, perpolitikan model sekarang mulai keluar dari jalurnya. Seperti mewabahnya perpolitikan di tengah-tengah mahasiswa.
Maraknya partai politik yang masuk kampus, merupakan suatu hal yang tidak asing lagi. Bahkan tidak jarang para mahasiswa dengan tangan terbuka ikut berpartisipasi dan berperan serta menyukseskan aksi perpolitikan. Seperti halnya kampanye-kampanye politik yang diwadahi secara tersirat oleh pihak kampus bahkan organisasi kemahasiswaan.
Hal ini terlihat ketika adanya acara-acara organisasi kampus yang bekerjasama dengan partai politik. Baik sekadar menyampaikan kata sambutan dalam sebuah acara, membuka forum diskusi, sampai dengan seminar yang pematerinya adalah orang-orang yang berasal dari partai politik.
Pastinya hal tersebut mengandung unsur kampanye yang diiming-imingi dengan bantuan dana yang telah disepakati. Karena secara tidak langsung, organisasi kampus telah mewadahi partai politik tersebut untuk masuk ke ranah kampus, walaupun sekadar memberi sambutan, diskusi atau memberikan materi pada sebuah seminar.
Mengenai perpolitikan ini, kita seharusnya dapat membandingkannya dengan mahasiswa lain. Contohnya aksi tolak politik mahasiswa Univeristas Negeri Papua (Unipa). Mahasiswa Unipa protes mengenai adanya dugaan keterlibatan rektor dalam melakukan politik praktis, pada April 2012 yang lampau. Dugaan adanya kerjasama rektor dengan partai politik ini membuat mereka melakukan demo besar-besaran kepada rektor. Terlihat jelas kalau mereka menolak adanya politik masuk ke ranah kampus.
Belajar dari penolakan mahasiswa Unipa tersebut, mahasiswa lain seharusnya mulai berpikir akan pentingnya permasalahan ini untuk ditindaklanjuti. Sebagai manusia kritis, mahasiswa dituntut untuk memberikan kontribusi dan solusi terbaik menyangkut permasalahan politik yang sedang gencar pada saat ini.
Memang tidak sedikit mahasiswa yang beranggapan, bahwa tidak ada salahnya jika mahasiswa menerima ‘sesuatu’ dari partai politik yang bersangkutan, karena tidak ada janji yang mengikat mereka untuk memilih partai politik itu nantinya. Pandangan seperti inilah yang menjadi salah satu faktor semakin mewabahnya pengaruh politik di kalangan mahasiswa.
Terlepas dari semua itu, ada dampak terselubung yang mampu menghipnotis pemikiran mahasiswa. Sebab, secara tidak sadar pencitraan yang dimunculkan oleh politikus dalam acara seminar maupun kuliah umum mampu manarik simpati mahasiswa. Kebanyakan mahasiswa tidak sadar dalam pembicaraan tersebut terdapat kampanye terselubung yang tentunya akan menguntungkan pihak si-politikus.
Lalu bagaimana mahasiswa seharusnya? Apakah mahasiswa tetap bersedia mewadahi perpolitikan tersebut? Berkaitan dengan masalah ini, Dikti mengeluarkan aturan mengenai "Pelarangan Organisasi Ekstra Kampus atau Partai Politik dalam Kehidupan kampus", yang termuat dalam SK Dirjen Dikti no. 26/DIKTI/KEP/2002.Melalui ketetapan itu, Dikti dengan tegas melarang segala bentuk organisasi ekstra kampus dan Partai Politik membuka Sekretariat (Perwakilan) dan atau melakukan aktivitas politik praktis di kampus. Aturan jelas memberikan jawaban bahwa mahasiswa bukan wadah untuk berpolitik apalagi berusaha menyukseskan partai politik.
Mahasiswa adalah kontrol sosial, sudah selayaknya mahasiswa membela kepentingan rakyat, bukan turut mewadahi partai politik. Karena kerja sama mahasiswa dengan partai politik hanya akan melemahkan mahasiswa, sehingga sikap kritis, ilmiah, dan wibawa kampus di grogoti. Hal ini pastinya akan berpengaruh terhadap peran mahasiswa sebagai agen of change yang selalu diharapkan.
Peta politik kampus yang kian memanas memang mencuatkan berbagai isu. Banyaknya isu-isu tentang bergabungnya organisasi kampus dengan partai politik tidak bisa dipungkiri lagi. Disinilah dipertanyakan dan dituntut peran mahasiswa yang sesungguhnya. Apakah masih suci dari perpolitikan, ataukah justru sebaliknya.
Terlepas dari itu, antara organisasi mahasiswa dan partai politik masuk kampus memang dua hal yang sangat jauh berbeda. Organisasi mahasiswa yang independen seharusnya mampu membuktikan kalau mereka tidak bisa di "bius" begitu saja oleh partai-partai politik dengan iming-iming memperoleh suntikan dana untuk sebuah kelancaran acara. Artinya, mahasiswa seharusnya tidak bisa dijadikan sebagai lahan untuk mendapatkan jumlah suara bagi partai politik ketika masanya tiba.
Idealnya mahasiswa seharusnya tidak terlibat dengan partai politik, apalagi berusaha untuk menjadi tim sukses sebuah partai politik. Mahasiswa harus kembali ke idealismenya sebagai agent of change. Belajar untuk memperkuat eksistensi negara demi kemakmuran dan keadilan bagi seluruh masyarakat bukan untuk eksistensi partai politik.
Komentar
Kirim Komentar