ISO tak Sekedar Isonisasi
07-12-2013, 00:24 WIB
Fitri Aziza
Perkembangan globalisasi yang begitu pesat memberikan dampak dan perubahan yang besar terhadap manusia di dunia. Globalisasi mendorong berbagai lembaga tak terkecuali sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikannya. Peningkatan mutu tersebut diarahkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas agar mampu bersaing dalam menghadapi tantangan global.
Berbicara tentang pendidikan, maka kita akan berbicara tentang suatu hal yang sangat penting bagi suatu bangsa. Karena bangsa yang maju salah satunya, dapat dilihat dari pendidikannya. Namun pada kenyataannya, pendidikan di Indonesia masih menunjukkan mutu yang belum menggembirakan. Rendahnya mutu masukan (input) dan rendahnya kualitas lulusan (output) yang dihasilkan menjadi permasalahan yang serius.
Berdasarkan hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) tahun 2001 yang berpusat di Hongkong, diketahui bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang di survei, Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat dibawah Vietnam.
Selain itu, berdasarkan data dari Human Development Indeks (HDI) tahun 2008, Indonesia menempati posisi 112, turun dari tahun sebelumnya yang berada pada posisi 107 dari 112 Negara. Hal ini mengakibatkan perlu adanya suatu usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan disetiap jenjang pendidikan.
Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menggalakkan sekolah untuk menggunakan sistem manajemen mutu berstandar internasional, yaitu Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001, sebagai sistem pengelolaan manajemen sekolah. Menurut data Kemendiknas tahun 2009, sudah lebih dari empat puluh sekolah di Jakarta dari berbagai jenjang yang sudah memiliki sertifikat ISO 9001 ini. Tahun ini diprediksikan sudah lebih dari seratus sekolah di Jakarta yang bersertifikat ISO 9001.
ISO 9001 telah mengalami beberapa kali revisi dan revisi yang paling akhir adalah ISO 9001:2008. Sertifikat ISO 9001:2008 dikeluarkan oleh lembaga yang disebut badan sertifikasi. Ada dua syarat untuk mendapatkan sertifikat ISO 9001 yaitu telah menerapkan sistem manajemen mutu IS0 9001:2008 sekurang-kurangnya tiga bulan dan lulus audit sertifikasi.
Penerapan ISO 9001:2008 berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan, sehingga diharapkan dapat memuaskan pelanggan pendidikan. Pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan mutu sekolah maupun mutu pendidikan secara nasional di Indonesia.
Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan sertifikat ISO beragam, tergantung jenis badan sertifikasi yang dipakai oleh sekolah tersebut. Diperkirakan mulai dari persiapan hingga mendapatkan sertifikat diperlukan uang puluhan juta rupiah. Bahkan sebuah SMK negeri di Jakarta mengeluarkan biaya seratus tujuh puluh lima juta rupiah untuk biaya konsultan.
Manfaat memiliki sertifikat ISO 9001 ini bagi sekolah adalah dapat meningkatkan prestise sekolah dan pengakuan masyarakat dan pemerintah terhadap sekolah semakin tinggi. Selain itu, juga memudahkan sekolah untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah ataupun dari berbagai perusahaan baik dalam maupun luar negeri.
Untuk siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), adanya sertifikat ISO akan mempermudah lapangan pekerjaan bagi mereka. Perusahaan-perusahaan lebih melirik sekolah yang bersertifikat ISO, karena mereka percaya pada mutu pelayanan dari sekolah tersebut. Selain itu, perusahaan yang bekerja sama dengan sekolah tersebut siap untuk menampung lulusan dari sekolah itu.
Namun, sertifikat ISO ini belum begitu terasa manfaatnya bagi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada dasarnya harus melanjutkan ke Perguruan Tinggi (PT). Sertifikat ISO tidak menjamin siswa tersebut akan langsung diterima di perguruan tinggi. Perguruan tinggi lebih memandang akreditasi sekolah dibandingkan sekolah tersebut bersertifikat ISO atau tidak. Siswa dari sekolah berakreditasi A lebih banyak diterima sebagai mahasiswa undangan dibandingkan sekolah yang berakreditasi lebih rendah.
Selain itu, SMM ISO 9001 tidak menyatakan persyaratan-persyaratan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Sehingga adanya serifikat ISO tidak menjamin prestasi belajar siswa di sekolah tersebut bagus atau tidak. Prestasi belajar merupakan tingkat keberhasilan yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu.
Dan juga, sebagai sebuah sistem manajemen mutu, ISO 9001 mendefinisikan "mutu" dalam nalar industri, yakni untuk kepuasan pelanggan. Hal ini tidak sesuai dengan hakikat mutu dalam terminologi pendidikan, yang lebih substansial dan kultural. Mutu dalam pendidikan berbicara mengenai pembentukan karakter, pemahaman akan kehidupan, relasi sosial, dan pandangan dunia anak didik.
Isonisasi sekolah telah menjebak pengelolaan pendidikan pada persoalan manajerial saja. Seakan-akan persoalan pendidikan di Indonesia adalah masalah manajemen pengelolaannya. Padahal dalam pendidikan, manajemen hanya sarana untuk mencapai mutu, bukan sebagai tujuan utama.
Oleh karena itu, sekolah harus memikirkan kembali urgensi dari ISO tersebut bagi sekolah dan siswanya. Apakah ISO itu penting bagi sekolah atau tidak. Jangan sampai sekolah sudah menghabiskan biaya yang banyak, tapi manfaatnya tidak begitu terasa. Sekolah tidak boleh menjadikan ISO sebagai sarana promosi saja. Jika memang tidak begitu penting bagi sekolah, lebih baik sekolah memikirkan kembali, akan mengurus ISO atau tidak.
Komentar
Kirim Komentar