Sajak Ganto Edisi 161
Aai Syafitri, Chandra Firman dan Husnil Khatimah
Ketika Cinta Lanjut Usia
aku mengenangmu, Perempuanku
mengenang manisnya setiap bunyi dari bibir gincu merahmu
mengenangmu saat kau menari-nari memusingkanku terlalu indah
lama setelah itu, saat murka menghampiri sejenak kini
kau buat ku tercekuk tak berdesah
merah bibir bergincumu, leleh oleh ucapmu
"baumu tak beda lagi dengan tanah yang kupijak ini"
"….."
aku hanya mengenangmu, Perempuanku
syairku mulai hilang untukmu
menguap bersama apa saja yang kau masak
Tapi kau perempuanku!
Aai Syafitri Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia TM 2009
Do’a
Antara geli dan haru.
"Kamu hobinya ngamen ya, Dek?" tanyaku pada seorang anak jalanan.
"Mengamen hanya untuk membeli Doa" jawabnya.
"Lantas kamu hobinya apa?" tanyaku lagi.
"Membaca" jawabnya singkat.
"Oh, bagus sekali, komik, Novel, cerpen atau buku pelajaran??"
"Buku-buku itu terlalu mahal untukku.
Jadi aku membaca DOA agar aku bisa membelinya!"
Chandra Firman Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah TM 2008
Tentang Seorang dan Wajah Rindu
Ketika ia memintaku menuliskan seribu coretan rindu
Maka segera aku lekaskan tinta ini menggoresnya
"saat engkau datang, maka segera kuhapuskan rindu dari dadamu"
Sebelum wajahnya yang ranum menyusup lebih dalam
Dan ku persilahkan ia berbalik pulang
Hari ini hujanku datang
Menemani petang hingga keperaduan tenang
Tentang lembar yang belum usai aku tulis, maaf
Ini takkan ku lanjutkan
Terlalu banyak teruji besi yang menusuk langkahku
Tangan yang terlalu kaku untuk mengiaskan rindu
Sesaat ku pandang senyumnya di balik jeruji besi
Ia memana butiran yang mengalir lembut di antara kaca, matanya yang berkaca-kaca
Ia lah yang pernah memangut rinduku
Ketika tangannya memetikan gitar tua yang bertahun tersandar debu
Sewaktu alun buai suaranya merinding roma, sekali hela dan tenggelam aku ke raganya
Lini berganti 3 tahun yang lalu
Menatap petang di tempat perpisahan
Masih sama dengan ombak yang dulu
Masih ada jembatan hati tempat aku dan nya berseru cinta
Mungkinkah masih samakah rasa?
Ah, semakin lelah aku bertanya-tanya
Sudahi malam ini
Husnil Khatimah Mahasiswa Manajemen Dual Degree TM 2009
Kritik Puisi
Oleh Zulfadhli
Membaca Metafora, Mengupas Makna
Dalam proses pemahaman terhadap sebuah puisi, banyak aspek yang perlu menjadi perhatian. Sebuah puisi terdiri atas segenap unsur yang sangat kompleks. 'Konsentrasi' terhadap berbagai unsur menjadi sangat penting untuk mengupas rahasia makna yang terdapat dalam puisi. Untuk menangkap makna yang lebih luas dan mendalam dari sebuah puisi, maka pengakajian dan pengkonsentrasian terhadap kompleksitas unsur puisi menjadi prioritas utama. Kemudian, dalam proses 'intensifikasi', unsur-unsur puisi tersebut berusaha menjangkau permasalahan yang lebih mendalam atau mendasar tentang sesuatu yang diekspresikan oleh penyair dalam puisinya.
Puisi adalah pernyataan dari keadaan atau kualitas hidup manusia. Membaca puisi berarti berusaha menyelami diri sampai ke intinya. Salah satu aspek yang perlu ‘dibaca’ untuk menyelami puisi dan menangkap maknanya adalah kemampuan penyair dalam mendayagunakan kekuatan bahasa figuratif atau bahasa kiasan, khususnya metafora.
Sebagai sebuah bahasa kiasan, ternyata metafora menjadi salah satu sarana yang sering digunakan oleh penyair dalam mengungkapkan ide-idenya ke dalam bentuk puisi. Hal ini menunjukkan bahwa metafora dapat dipandang sebagai salah satu bahasa kiasan yang efektif untuk mengekspresikan sesuatu perbandingan dalam puisi.
Puisi-puisi yang ditampilkan Ganto edisi kali ini, memperlihatkan bahwa penyair dapat memanfaatkan ‘kekuatan’ metafora untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya dan menjelmakannya dalam larik-larik puisi. Dalam Puisi Tentang Seorang dan Wajah Rindu, Husnil Khatimah dengan diksinya mampu menampilkan metafora-metafora yang menarik. Puisi ini mengisahkan tentang sesorang yang rindu akan kehidupan cinta masa lalunya. Saat rindu itu sedang bersemi, lalu muncul larik Hari ini hujanku datang , Menemani petang hingga ke peraduan tenang. Hujan dalam metafora tersebut dapat berarti bencana, musibah, masalah, atau sesuatu yang lain yang dapat mengusuik rasa rindu tadi. Setelah sekian lama berada dalam kondisi itu, kemudian muncul secercah harapan untuk kembali mengulang kisah lama. Harapan-harapan itu juga ditampilan Husnil dengan metafor-matafor yang menarik, Masih sama dengan ombak yang dulu, Masih ada jembatan hati tempat aku dan nya berseru cinta, Mungkinkah masih samakah cinta?
Puisi Ketika Cinta Lanjut Usia yang ditulis oleh Aai Syafitri juga menyuguhkan metafor melalui diksi yang ditampilkan. Puisi ini bercerita tentang kisah cinta si aku yang mulai hilang akibat kesalahan kekasihnya. Hal ini ditampilkan Aai Syafitri dengan metafor: merah bibir bergincumu, leleh oleh ucapmu, baumu tak beda lagi dengan tanah yang kupijak ini, syairku mulai hilang untukmu. Metafor-matafor tersebut menyiratkan makna bahwa rasa cinta si aku pada kekasihnya sudah mulai hilang.
Dalam puisi Do’a, Chandra Firman menyajikan sebuah dialog singkat yang sarat makna. Bukan sekedar dialog seperti dalam prosa atau drama. Dialog singkat ini bercerita tentang seseorang yang memiliki segudang cita-cita dan harapan, tetapi tidak punya kekuatan dan kemampuan untuk meraihnya. Harapan dan cita-cita itu mungkin bisa didapatkannya melalui kekuatan doa yang terus ia panjatkan, dengan harapan akan dikabulkan Tuhan. Hal ini juga ditunjukkan oleh Chandra melalui metafor: "Buku-buku itu terlalu mahal untukku. Jadi aku membaca DOA agar aku bisa membelinya!". Dengan demikian, metafora merupakan salah satu sarana untuk menimbulkan efek kepuitisan sebuah puisi.
Untuk Husnil Chatimah, Aai Syafitri, dan Chandra Firman, teruslah berkarya, teruslah berimajinasi dan ekspresikan dalam puisi.
Komentar
Kirim Komentarpiki setri pernantah
26-05-2011 07:36 WIB
Qalbi Salim
26-05-2011 09:02 WIB