• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Ketentuan Penggunaan
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Hubungi Kami
  • Facebook
  • Twitter
  • RSS
Ganto.co

, WIB
  • Home
  • Berita
  • Info Kampus
  • Sastra & Budaya
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
    • Catatan Budaya
  • Ganto TV
  • Ganto Foto
  • Artikel
  • E-Paper
UNP Bakal Kelola Stadion Utama Sumatra Barat

UNP Bakal Kelola Stadion Utama Sumatra Barat

Usai Revisi Jadwal Wisuda, BEM KM UNP Menyoroti Alasan Penundaan Wisuda Periode 127

Usai Revisi Jadwal Wisuda, BEM KM UNP Menyoroti Alasan Penundaan Wisuda Periode 127

Berita Terbaru

  • 27-06-2022Saraswati Learning Center: Pentingnya Joint...
  • 27-06-2022HIMOTO FT UNP Sukseskan Pelaksanaan Servis Motor...
  • 27-06-2022HIMAFI UNP Adakan Pelatihan Manajemen Organisasi...
  • 26-06-2022Pelantikan PD Asosiasi Bimbingan dan Konseling...

Kategori

  • Laporan 2 Edisi 218
  • Laporan 1 Edisi 218
  • Universitas Negeri Padang
  • PPG SM3T
  • Bimbingan dan Konseling
Menciptakan Komunikasi yang Sehat dalam Keluarga

Menciptakan Komunikasi yang Sehat dalam Keluarga

Pentingnya Pola Asuh untuk Anak yang Memasuki Usia Remaja

Pentingnya Pola Asuh untuk Anak yang Memasuki Usia Remaja

Artikel Terbaru

  • 15-06-2022Pendidikan Pertama dan Selamanya
  • 11-06-2022Nayanika Malioboro
  • 06-06-2022Urgensi Pendidikan Keluarga
  • 23-04-2022Sawah Tempat Sampah Bermuara

Kategori

  • Politik
  • Pendidikan
  • Agama
  • Umum
  • Home
  • Artikel
  • Cerpen

Tulisan Tangan

08-03-2011, 08:44 WIB

Cerpen

1689 0
Oleh:

Sari Fitria

Sejak aku telah begitu lancar mengeja deretan huruf yang bisa membentuk kata-kata, maka sejak itu pula aku menyukai bacaan. Bagiku, terasa menakjubkan ketika kucoba menggandengkan huruf-huruf yang berbeda di atas secarik kertas, lantas huruf-huruf yang bereret manis itu akan membentuk sebuah kata. Jika aku tukar susunan huruf-huruf itu, aku kembali takjub karena sebuah kata baru akan tercipta. Ketakjuban-ketakjuban itu akhirnya membawaku pada takjub yang berlebih-lebih pada seseorang di masa lalu yang telah menciptakan huruf, juga kata.

Sejak aku telah begitu lancar menuliskan huruf, juga menuliskan kata-kata, bahkan menuliskan begitu banyak kalimat hingga selembar kertas yang putih bersih terlihat bernoda karena begitu banyak huruf yang aku goreskan di atasnya, maka sejak itu pula aku tergila-gila pada huruf, kata, juga kalimat. Karena kegilaan dan kecintaanku ini, aku pun mulai mencari sahabat pena. Dengan memiliki banyak sahabat pena, aku pasti akan menemukan kalimat-kalimat yang berbeda. Tak hanya itu, aku juga bisa melihat berbagai bentuk tulisan tangan yang berbeda. Setelah banyak melihat tulisan tangan dari banyak orang, aku berani memastikan bahwa tak pernah ada orang yang memiliki tulisan tangan yang sama. Jika melihat sekilas, mungkin aku pun bisa tertipu karena tulisan tangan beberapa orang yang terlihat sama. Tapi jika diperhatikan lebih lama, pasti akan terlihat kalau tulisan tangan itu tak pernah sama, mungkin hanya mirip saja.

Hal ini membuatku lebih takjub ketika membayangkan ada miliaran, atau ratusan miliar, ah bukan, kurasa jutaaan miliar tulisan tangan yang berbeda di atas dunia ini. Maka keinginanku untuk memiliki banyak sahabat pena semakin menggebu-gebu. Uang jajanku tak lagi banyak kuhabiskan untuk mengisi perut. Seringnya, uang itu habis untuk membeli perangko karena dalam seminggu, aku harus membalas puluhan surat dari sahabat-sahabat penaku itu. Sayang, setelah bertahun-tahun saling berkirim surat dengan mereka, kini satu persatu mereka mulai hilang dan tak membalas surat-suratku. Pernah suatu kali aku langsung ke kantor pos untuk menjemput surat-surat balasan itu, mungkin saja surat itu lupa diantarkan atau tercecer diantara banyaknya surat yang tiap hari membanjiri kantor pos. Tapi sia-sia saja karena surat balasan itu memang tak pernah ada.

Saat baru-baru memiliki sahabat pena, aku hanya tak menerima dua hingga lima balasan surat. Tapi setelah bertahun-tahun, aku hanya menerima dua hingga lima balasan surat. Satu persatu, aku mulai kehilangan sahabat-sahabat penaku. Aku pernah mengirimi mereka lima surat sekaligus, tapi tetap saja tak ada surat balasan yang kuterima.

Saat ini, hanya dua orang saja yang masih berbalas surat denganku. Salah satu dari mereka yang berasal dari Padang memintaku melanjutkan komunikasi kami melalui facebook. "Supaya lebih up to date," begitu katanya.

Aku bukannya orang yang tak up to date sehingga enggan menerima ajakannya untuk melanjutkan komunikasi melalui facebook. Tapi jika aku kehilangan sahabat pena yang tak mau lagi membalas surat-suratku, lantas bagaimana aku bisa mengagumi jutaan miliar tulisan tangan yang berbeda dan tersebar di atas dunia ini.

Kutuangkan kegelisahanku ini pada beberapa lembar kertas yang akan kukirimkan pada Yama, satu-satunya teman pena masih membalas surat-suratku setelah bertahun-tahun kami saling memahami melalui tulisan tangan yang kami simpan rapi di dalam amplop, lantas meminta bantuan Pak Pos untuk mengirimkannya.

Seperti biasa, aku tak pernah sampai berminggu-minggu menerima balasan surat dari Yama. Kali ini pun begitu, dengan tak sabar aku mencoba membuka bagian amplop yang telah direkatkannya dengan lem. Aku begitu tak sabar membaca tulisan tangan Yama yang berisi tanggapan atas kegelisahanku yang telah aku bagi padanya melaui tulisan tanganku. Aku yakin Yama tak sama dengan sahabat penaku lainnya, yang karena telah terlalu sering merepotkan Pak Pos dan kemudian merasa sungkan, maka memutuskan untuk tak lagi menulis surat.

Setelah berhasil kubuka bekas rekatan di amplop itu, aku pun membuka selembar kertas di dalamnya. Seperti biasa, Yama selalu melipat kertasnya dengan tiga lipatan. Langsung saja kubuka lipatan itu untuk menemukan penawar kegelisahanku yang ditawarkan Yama melalui tulisan tangannya. Tapi penawar itu tak kujumpai di atas kertas itu. Jangankan kata, satu huruf pun tak kutemui di selembar kertas yang dikirimkan itu. Kertas itu hanya berisi sebuah gambar wajah yang sedang tersenyum. Gambar itu terlihat sederhana saja dan bukanlah sebuah gambar rumit yang membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyelesaikannya. Mungkin anak umur 8 tahun pun bisa membuat gambar wajah yang yang tersenyum itu.

Kegelisahanku semakin menjadi-jadi setelah menerima gambar yang dikirimkan Yama. "Apa artinya gambar yang tersenyum itu? Apa mungkin gambar wajah yang tersenyum itu adalah bentuk sindiran Yama kepadaku yang dianggap kolot karena menjadi orang yang masih mempertahan keberadaan Pak Pos? Tapi gambar wajah tersenyum yang dikirimkan padaku ini menandakan kalau Yama masih menggunakan layanan pos, sama sepertiku, maka tak mungkin ia menganggapku kolot."

Beribu tanda tanya yang telah menyesaki pikiranku itu kembali kutuangkan di atas kertas. Kali ini bukan lagi dengan selembar kertas, tapi empat lembar kertas yang berisi tuntutanku atas surat terkahir Yama yang kuterima.

Tak sampai dua minggu, aku kembali menerima surat balasan dari Yama. Kali ini amplop pembungkus surat itu terasa lebih tebal. Aku tersenyum, sebentar lagi aku akan kembali melihat tulisan tangan Yama yang begitu panjang. Pasti Yama telah menghabiskan berlembar-lembar kertas untuk memberikan penjelasan tentang gambar wajah yang tersenyum itu. Tapi aku salah, di dalam amplop itu hanya ada sejumlah foto, semuanya berjumlah 14 lembar. Semua foto itu adalah foto sebuah jembatan di jalan raya. Foto-foto itu ditandai dengan angka yang berbeda-beda di bagian belakangnya. Aku mengurutkan foto-foto itu berdasarkan angka yang tertera di belakangnya.

Sekarang, aku telah menjejerkan 14 foto di atas meja. Semua foto itu tampak sama, sebuah jembatan di jalan raya. Tidak, setiap foto ini berbeda meski objek yang difotonya sama. Semua foto ini memang foto sebuah jembatan di jalan raya, tapi foto ini seolah saling menyambung karena diambil dalam waktu yang berbeda, namun berkala. Ya, aku baru menyadari bahwa jembatan pada foto ke-14 tak lagi persis sama pada foto pertama. Selalu ada perubahan pada setiap jembatan di semua foto-foto ini meski jembatan itu adalah jembatan yang sama.

KRITIK CERPEN

Cerpen dan Kontekstualitas Zaman

Mohammad Isa Gautama

Sebagai refleksi dari gejolak zamannya, karya fiksi apa pun, termasuk cerpen, mestilah selalu punya korelasi dengan persoalan kontemporer. Konteks zaman yang dijadikan seting tak kalah penting selain tema dan alur cerpen itu sendiri.

Ketika sebuah cerpen diniatkan secara jelas sebagai sebuah "ziarah" ke masa lalu, semacam napak tilas, mestinya itu jelas terbersit dari awal, bahwa ada usaha untuk flash back, berpetualang ke masa lalu. Teknik ini bisa menjadi salah satu pilihan untuk menampilkan alur yang diakronis, alur yang menempuh dimensi waktu yang panjang.

Cerpen Tulisan Tangan menceritakan hobI saling berkirim kabar, berkorespondensi, berinteraksi jarak jauh melalui surat. HobI ini berkembang dari pasca kemerdekaan sampai dekade 1980-an. Saya pun pernah punya sahabat pena dari berbagai daerah. Ketika itu saya masih ABG. Akhir 1990-an, tradisi itu menyurut, sebelum punah, digantikan perkembangan teknologi komunikasi-informasi sebagai media komunikasi yang lebih efektif-efisien. Orang berkirim kabar secara super cepat, bahkan instan, baik via tulis, maupun verbal-oral-langsung.

Kondisi kontemporer tersebut menjadi roh zaman posmodern kini, dan sesungguhnya amat menarik dikaji, diangkat sebagai titik berangkat penulisan karya fiksi. Begitu banyak ternyata persoalan kemanusiaan dan sosial yang menjadi anak kandung dari perkembangan teknologi informasi, selain segunung manfaatnya. Di sini, dilema dan dialektika teknologi komunikasi-informasi sebagai pedang bermata dua menjadi ironi yang tak habis-habisnya, dan ide yang superkaya untuk dieksplorasi menjadi karya sastra.

Cerpen Sari cenderung memaksakan diri untuk meyakinkan pembaca bahwa tradisi berkorespondensi lewat surat itu masih eksis di zaman sekarang. Tidak ada yang melarang, memang. Namun, khalayak pembaca yang cenderung berusia muda (mahasiswa) akan merasa diasingkan dari realitas kekiniannya, di saat mereka setiap hari ber-sms, menelpon, dan berkirim kabar via Facebook, atau minimal surat elektronik. Kertas surat menjadi barang langka, sudah saya cek ke banyak warung tidak ada yang menjualnya lagi.

Cerpen yang dengan jeli meneropong zamannya adalah cerpen yang berhasil membuat seluruh pembacanya merasa tidak berjarak dengan cerita di dalam cerpen. Jika itu yang terjadi sebaliknya, maka cerpen akan mengisolasi dirinya sendiri, konsekuensi yang harusnya dihindari, karena seorang cerpenis sesungguhnya adalah pewarta zamannya, yang kritis, selalu up to date, mampu menginternalisasi gejolak zamannya ke dalam interpretasi yang proporsional, komunikatif, dan menyaran. Itu semua akan hadir, jika sang cerpenis mau berdiskusi, mengadakan studi-studi sendiri, segala sesuatu yang menjadikan cerpennya kaya dengan data faktual. Data faktual itu merupakan bahan mentah yang harus diolah lebih lanjut lewat seperangkat kreativitas, sebelum menjadi sebuah barang jadi yang siap santap: cerpen.***

Tags:

~

Rating

  • 1689views
  • 0comments

Subscribe

Subscribe to comments

recommend to friends

Iklan Almet

Artikel Terkait

Mak Suni

Cerpen

Mak Suni

24-03-2015

1470
Kasam

Cerpen

Kasam

07-11-2014

1669
Portulaca

Cerpen

Portulaca

15-10-2014

1633
Bom Waktu

Cerpen

Bom Waktu

21-07-2014

2030

Komentar

Kirim Komentar

Kirim Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Nama*

E-mail*

Komentar

Kode

11 234 Subscribers
781 Followers
341 Subscribers

Berita Terpopuler

Aliansi BEM SB Bersama FSPMI Gelar Aksi Tolak Omnibus Law

Aliansi BEM SB Bersama FSPMI Gelar Aksi Tolak Omnibus Law

16-06-2022

  • 530
  • 22
Pameran 'Garih' Mahasiswa Departemen Seni Rupa, Turut Hiasi Taman Budaya Sumbar

Pameran 'Garih' Mahasiswa Departemen Seni Rupa, Turut Hiasi Taman Budaya Sumbar

04-06-2022

  • 496
  • 22
UKRO KM UNP Launching 5 Robot untuk Ajang KRI

UKRO KM UNP Launching 5 Robot untuk Ajang KRI

02-06-2022

  • 470
  • 22
573 Medali Akan Diperebutkan dalam Ajang POMPROV Sumbar

573 Medali Akan Diperebutkan dalam Ajang POMPROV Sumbar

06-06-2022

  • 444
  • 22
Diikuti Sebanyak 320 Mahasiswa se-Sumbar, UNP Siap Sukseskan POMPROV Perdana

Diikuti Sebanyak 320 Mahasiswa se-Sumbar, UNP Siap Sukseskan POMPROV Perdana

06-06-2022

  • 412
  • 22

Ganto TV

Lihat semua video

Aktivis Gerakan Suara Rakyat Sumatera Barat Tolak Penghapusan Limbah Batu Bara dari... Ganto TV

08-04-2021

  • 14
  • 1838

Galeri Foto

Lihat semua foto
Aksi Indonesia Darurat, Sumbar Menggugat 11 April 2022

Aksi Indonesia Darurat, Sumbar Menggugat 11 April 2022

12-04-2022

  • 0
  • 0
DimensiTekno old

Langganan Berita

Ganto.co
BACK TO TOP

SKK Ganto UNP

Ganto.co

"Sebuah Koran kampus sudah lama diimpi-impikan di IKIP Padang. Namun, karena keterbatasan, impian itu belum sempat diwujudkan. Sampailah beberapa waktu yang lalu, Rektor IKIP Padang 'menawarkan' suatu kemungkinan buat menerbitkan sebuah Koran kampus. Sudah tentu tawaran itu merupakan surprise. Dan Humas tak melewatkannya begitu saja. pembicaraan-pembicaraan diadakan. Rencana-rencana disusun. Sudah tentu, menerbitkan Koran tak semudah membacanya. Maka hari ini, dengan segala kekurangannya,...

Get it on Google Play

Profil

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Ketentuan Penggunaan
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Hubungi Kami

Menu

  • Home
  • Berita
  • Info Kampus
  • Sastra Budaya
  • Ganto TV
  • Ganto Foto
  • Artikel
  • E-Paper

Kontak

Hubungi kami di masing-masing divisi di bawah ini :

Alamat
Gedung Student Center Universitas Negeri Padang Lantai 2, Jln. Prof. Dr. Hamka, Air Tawar. Kode Pos 25131

Email: redaksiganto@gmail.com

Website : http://ganto.co

  • Bagian Umum

Nomor Hp 081271163620 (Afdal) / 083186637047 (Mona)

  • Bagian Redaksi

Nomor Hp 08973789080 (Nurul) / 083179338314 (Rino)

  • Bagian Usaha

Nomor Hp 082384139108 (Sandi)

  • Bagian Sirkulasi

Nomor Hp 085263690921 (Sherly)

  • Ketentuan Penggunaan
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Hubungi Kami
  • Facebook
  • Twitter
  • RSS

© 2017 Ganto.co - Ilmu Amaliah, Amal Ilmiah. All rights reserved.

Close

Enter the site

Login

Password

Remember me

Forgot password?

Login

SIGN IN AS A USER

Use your account on the social network Facebook, to create a profile on Ganto.co