Slang dalam Dinamika Komunikasi Antargenerasi
Sumber: Kompas.id
Sucy Putri Mayu
Slang sifatnya khusus dan rahasia sehingga kosakata yang digunakan selalu berubah-ubah (Chaer dan Agustina, 2012: 67).
Slang sering kali muncul sebagai respons terhadap tren budaya, teknologi, dan perubahan sosial.
Slang tidak hanya memperkaya kosakata, tetapi juga mencerminkan identitas dan nilai-nilai generasi yang menggunakannya.
Penggunaan kata slang oleh generasi milenial, Z, dan Alpha adalah contoh nyata dari perubahan bahasa yang dinamis.
Namun, penggunaan slang juga memiliki tantangan dan implikasi yang perlu diperhatikan dalam konteks komunikasi lintas generasi dan formal.
Pertama, slang dan identitas generasi. Generasi milenial, Z, dan Alpha masing-masing memiliki bahasa slang yang mencerminkan karakteristik unik mereka.
Generasi milenial yang lahir antara awal 1980-1990-an, dikenal dengan penggunaan istilah seperti ngenes, tampol, atau manaketehe (Syafyahya dan Efri, 2020: 107).
Kata-kata ini sering kali digunakan oleh generasi milineal dan tidak ada di KBBI.
Dalam KBBI, adanya kata ngenas turunan dari kata mengenaskan, kata tampol yang memiliki makna tampar, dan manaketehe yang maknanya manaakutahu.
Generasi Z dikenal dengan penggunaan slang seperti bet maknanya banget, sirkel atau circle dalam bahasa Inggris artinya perkumpulan dan pertemanan, atau kuy yang merupakan kebalikan dari yuk untuk mengajak seseorang (Kusyairi, 2024: 188).
Ada juga generasi Alpha yang lahir setelah 2010 mulai menunjukkan penggunaan slang yang sangat dipengaruhi oleh teknologi dan media digital.
Dilansir dari detik.com, slang seperti rizz singkatan dari kharisma dan sigma artinya seseorang yang dominan, keren, dan terkenal.
Penggunaan slang oleh generasi-generasi ini tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai penanda identitas. Slang menciptakan rasa kebersamaan di antara anggota generasi dan memperkuat ikatan sosial melalui bahasa.
Kedua, tantangan dalam komunikasi lintas generasi. Slang memang dapat memperkaya komunikasi di dalam kelompok generasi tertentu, tetapi juga dapat menciptakan tantangan dalam komunikasi lintas generasi.
Kesenjangan pemahaman antara generasi muda dan yang lebih tua sering kali terjadi ketika istilah slang digunakan dalam konteks yang tidak dipahami oleh semua pihak.
Misalnya, generasi Milenial mungkin merasa bingung dengan istilah yang digunakan oleh generasi Z atau Alpha, dan sebaliknya. Hal ini dapat mengakibatkan kesalahpahaman bahkan rasa alienasi dalam interaksi antara generasi.
Selain itu, penggunaan slang dalam konteks formal dapat dianggap tidak pantas atau kurang sopan. Hal ini karena slang tidak sesuai dengan tata bahasa akademis yang diharapkan.
Dalam situasi formal, disarankan untuk menggunakan bahasa yang tepat dan benar untuk memastikan pemahaman yang baik dari semua pihak yang terlibat (Krisnata, dkk, 2024: 767).
Ketiga, pengaruh media sosial dan teknologi turut memainkan peran penting dalam penyebaran slang. Platform media sosial seperti X, Instagram, dan TikTok memfasilitasi penyebaran istilah slang dengan cepat ke audiens global sehingga mempercepat proses pembentukan slang.
Namun, dampak teknologi juga membuat slang hilang dengan cepat.
Apa yang populer hari ini mungkin sudah ketinggalan zaman besok sehingga menyebabkan bahasa menjadi dinamis dan terus berubah?
Hal ini menambah tantangan dalam menjaga bahasa tetap relevan dan efektif dalam berbagai konteks komunikasi.
Upaya untuk mengatasi tantangan yang dihadapi akibat penggunaan slang adalah generasi muda perlu diajarkan tentang perbedaan antara bahasa informal dan formal dan pentingnya menyesuaikan gaya bahasa dengan konteks.
Pendidikan yang mengintegrasikan pemahaman tentang slang dengan keterampilan komunikasi formal akan membantu mereka untuk lebih efektif dalam berinteraksi di berbagai situasi.
Selain itu, memahami tren komunikasi yang berkembang dapat membantu mengurangi kesenjangan antargenerasi dan meningkatkan komunikasi lintas generasi.
Melakukan edukasi semua generasi tentang penggunaan bahasa yang sesuai dan cara beradaptasi dengan perubahan bahasa akan memastikan komunikasi yang lebih efektif dan inklusif.
Komentar
Kirim Komentar