Bonus Demografi: Peluang Emas atau Tantangan Besar?
![Bonus Demografi: Peluang Emas atau Tantangan Besar?](https://www.ganto.co/photos/artikel/050924104517_bonus-demografi-peluang-emas-atau-tantangan.jpeg)
Sumber ilustrasi: Merdeka.com
Muhammad Faisal
Berdasarkan publikasi Datain, pada tahun 2016 Presiden Joko Widodo memberikan mandat kepada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) untuk merumuskan Visi Indonesia Emas 2045. Isi pada visi tersebut mengenai gambaran Indonesia di 100 tahun kemerdekaan dan peta jalan untuk mencapai kondisi ideal di tahun 2045.
Indonesia telah mengalami fenomena bonus demografi sejak tahun 2015, dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan situs Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia tercatat sebesar 255.587,5 ribu jiwa. Pertumbuhan ini terus berlanjut, dengan angka mencapai 278.696,2 ribu jiwa pada tahun 2023.
Peningkatan populasi ini diperkirakan akan mencapai puncaknya pada periode 2020-2035.
Bonus demografi yaitu kondisi di mana proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) signifikan dibandingkan dengan penduduk non-produktif (anak-anak dan lansia).
Menurut proyeksi penduduk Indonesia 2020-2050 dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2050 proporsi penduduk kelompok usia produktif (15-64 tahun) diperkirakan akan mendominasi sebesar 64,88% dari total populasi.
Di sisi lain, sebanyak 19,09% dari populasi Indonesia akan berusia 0-14 tahun, sementara 16,03% akan berusia 65 tahun ke atas.
Dalam situasi ini, jumlah penduduk usia produktif yang lebih besar akan menurunkan rasio ketergantungan (dependency ratio/DR), sehingga beban yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk non-produktif akan berkurang.
Hal ini memberi peluang bagi penduduk usia produktif untuk mengalokasikan sisa pendapatannya ke dalam kegiatan ekonomi lainnya, seperti menabung, meningkatkan daya beli, atau dijadikan modal usaha.
Momen bonus demografi sangat penting bagi suatu negara karena hanya terjadi sekali dalam sejarah.
Jika tidak dikelola dengan baik, fenomena ini dapat menjadi tantangan besar bagi negara.
Oleh karena itu, agar bonus demografi dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Indonesia perlu fokus pada persiapan tenaga kerja yang berkualitas dan menciptakan lapangan pekerjaan yang memadai.
Bonus demografi memiliki potensi besar untuk memberikan keuntungan signifikan bagi Indonesia.
Dengan persiapan yang matang, fenomena ini dapat mengubah masa depan Indonesia menjadi lebih sejahtera dan maju.
Namun, keberhasilan dalam memanfaatkan Bonus Demografi sangat bergantung setidaknya ada empat faktor utama: kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, ketersediaan lapangan kerja, dan konsistensi dalam menurunkan angka kelahiran melalui program Keluarga Berencana (KB).
Bonus demografi yang tengah terjadi saat ini bertepatan dengan kemunculan era digital di Indonesia.
Era digital ini ditandai oleh perkembangan teknologi yang secara alami melahirkan generasi digital, yang memiliki pandangan dan perilaku yang berbeda secara signifikan dari generasi sebelumnya, yang dikenal sebagai digital migrant atau pendatang digital.
Generasi digital migrant adalah generasi yang baru mulai terpapar teknologi setelah memasuki dunia kerja dan umumnya mempelajari internet dengan sedikit keterlambatan. Meskipun digital migrant dapat beradaptasi dengan cepat di lingkungan digital, pengetahuan dasarnya mungkin berbeda dan agak rapuh.
Mereka mungkin masih memiliki banyak pertanyaan dan merasa sedikit bingung dalam navigasi di dunia maya.
Merujuk data dari katadata.co.id, pada tahun 2024, Indonesia menempati posisi ke-4 sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, dengan populasi mencapai 278,82 juta jiwa. Posisi ini berada setelah China yang menduduki peringkat ke-2.
Menurut investor.id, China merupakan salah satu negara yang berhasil memanfaatkan fenomena bonus demografi dengan sangat baik.
Saat ini, pemerintah Indonesia sedang berupaya mencontoh keberhasilan China dalam mengelola bonus demografi.
Salah satu upaya ini tercermin melalui kunjungan Kementerian Ketenagakerjaan (KEMNAKER) ke kantor Kementerian Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial RRT di Beijing, pada Rabu, 3 Juli 2024.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (KEMNAKER) Anwar Sanusi menyatakan bahwa pemerintah China berhasil memanfaatkan bonus demografi melalui peningkatan transformasi digitalisasi dan pengembangan sektor manufaktur.
Berkat dua faktor utama ini, China mampu mendorong pertumbuhan ekonominya hingga mencapai posisi sebagai ekonomi terbesar ke-2 di dunia.
Pada era modern ini, banyak perusahaan yang mencari kandidat dengan pengalaman yang luas namun berusia sangat muda. Sebagian besar lowongan pekerjaan saat ini menuntut standar kualifikasi yang tinggi.
Di era yang serba digital ini, klasifikasi pekerjaan semakin kompleks dan sangat ter-digitalisasi.
Namun, tingginya tuntutan kemampuan digital tidak sejalan dengan kemampuan mayoritas penduduk Indonesia.
Menurut Ekonom Senior INDEF, Aviliani, pada tahun 2023, tingkat literasi digital di Indonesia hanya mencapai 62%, sementara di Korea Selatan sudah mencapai 97%. Indonesia berada di posisi terendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, yang rata-rata memiliki tingkat literasi digital sebesar 70%.
Untuk mengatasi kesenjangan literasi digital, Indonesia perlu mempercepat program-program pengembangan keterampilan digital yang lebih inklusif dan komprehensif, khususnya bagi penduduk usia produktif.
Langkah ini harus melibatkan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan institusi pendidikan untuk memastikan tenaga kerja Indonesia siap menghadapi tuntutan pasar kerja yang semakin digital dan kompleks.
Tanpa peningkatan literasi digital yang memadai, Indonesia berisiko kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan bonus demografi secara optimal.
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) BPS tahun 2024, penyerapan tenaga kerja didominasi oleh kelompok usia 60 tahun ke atas, dengan jumlah mencapai 17.528.089 juta jiwa, dibandingkan dengan kelompok usia di bawah 60 tahun.
Jika kelompok usia produktif tidak mendapatkan lapangan kerja yang memadai dari tahun ke tahun, Indonesia berpotensi menghadapi fenomena Aging Population.
Aging Population adalah kondisi di mana jumlah generasi tua lebih banyak dibandingkan dengan generasi produktif. Jika kondisi ini terjadi, maka dependency ratio akan meningkat.
Ketidaksiapan tenaga kerja dalam menghadapi keterampilan kerja yang semakin terdigitalisasi membuat masyarakat menjadi pesimis dan kehilangan harapan untuk mendapatkan pekerjaan.
Untuk menangani masalah ini, beberapa kebijakan struktural perlu diterapkan. Seperti, distribusi fasilitas sekolah harus merata dan berkualitas tinggi, dengan kemampuan guru di perkotaan dan perdesaan setara.
Sekolah dan guru harus mampu beradaptasi dengan teknologi digital dan mengintegrasikannya dalam proses belajar mengajar.
Tidak hanya itu, diperlukan pelatihan lanjutan terkait teknologi digital, seperti pelatihan perangkat lunak dan operasionalnya bagi penduduk usia produktif.
Selain kebijakan struktural, individu juga perlu mengambil inisiatif untuk melatih keterampilan di luar apa yang diajarkan oleh institusi pendidikan, seperti belajar secara mandiri melalui YouTube, bootcamp, atau buku.
Dengan adanya solusi-solusi ini, diharapkan bonus demografi dapat mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi nasional.
Ayo, persiapkan diri kita sebagai bagian dari Visi Indonesia Emas 2045!
Komentar
Kirim Komentar