Akibat Abrasi Pantai
Ilustrator : Natasa Alifah
Devia Yuri
Perkenalkan namaku Diara Cantika Putri. Aku merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Kakakku yang pertama saat ini duduk di bangku kelas dua SMA dan kakak keduaku duduk di bangku kelas tiga SMP.
Aku sendiri saat ini duduk di kelas satu SMP. Aku bersekolah di sekolah yang sama dengan kakakku yang nomor dua.
Ayahku bekerja sebagai nelayan dan Ibuku yang merupakan ibu rumah tangga dimana ibu mempunyai warung kecil di dekat rumah. Aku dan keluargaku tinggal di tepi pantai yang berada di daerah Kota Padang.
Pada sore hari, aku berjalan ke tepi pantai dan aku melihat Ayah yang tengah duduk termenung sambil melihat laut. Lalu aku bertanya kepada ayah.
"Ayah, kenapa Ayah duduk sendirian di sini?"
"Eh! Ada Ara ternyata. Ayah hanya duduk-duduk saja untuk melihat laut sore," jawab ayah padaku.
"Oiya Yah, Ara perhatikan belakangan ini kapal yang biasa Ayah gunakan untuk melaut hanya terletak saja di samping rumah. Ada apa Ayah? Apakah tidak ada ikan lagi di laut, Yah?"
"Itulah yang sedang Ayah pikirkan di sini, Nak. Perahu Ayah sudah hampir tiga hari tidak bisa Ayah bawa berlayar karena terjadinya abrasi pantai," ucap ayah dengan nada sedih.
"Abrasi pantai itu apa, Yah?" tanyaku dengan heran.
"Loh? Ara nggak tahu ya apa itu abrasi? Ya sudah sini Ayah jelaskan. Abrasi itu merupakan suatu proses pengikisan tanah pada daerah pesisir pantai. Salah satu penyebab dari abrasi itu pasang surutnya air laut. Nah, hal ini menyebabkan kawasan di tepi pantai menjadi terkikis."
"Karena itulah, perahu Ayah tidak dapat berlayar karena terlalu curam untuk menurunkan perahu ke lautan. Hal itulah yang membuat Ayah sulit untuk berlayar belakangan ini, Ra." jelas ayah Panjang lebar.
"Jadi begitu ya, Yah, lalu bagaimana caranya agar abrasi pantai ini dapat hilang?"
"Hmm, sebenarnya abrasi pantai ini sulit untuk kita atasi karena abrasi pantai ini terjadi sebab siklus alam. Namun, abrasi pantai ini masih bisa kita tanggulangi, Ra."
"Benarkah? Bagaimana caranya Ayah?" tanyaku lagi
"Caranya bisa dengan kita menanam pohon bakau sejajar dengan tepi pantai. Ara tahu tidak pohon bakau itu memiliki akar yang kuat. Jadi, dia dapat menahan gelombang dan arus laut agar tidak menghancurkan struktur bentuk pasir yang ada di sekitar tepi pantai."
"Wah, jadi begitu ya, Yah. Ara banyak belajar mengenai laut dan abrasi pantai dengan Ayah."
"Baguslah kalau begitu, Ayah senang kalau Ara dapat belajar dari semua penjelasan Ayah barusan."
Ayah menambahkan, "Satu hal lagi Ayah lupa memberitahukan kepada Ara, sampah juga dapat merusak pantai loh! Sampah yang bertumpuk di daerah tepi pantai dapat membuat laut dan pantai kita menjadi bau dan kotor. Jadi, Ara jangan buang sampah sembarangan ya dan kalau Ara lihat ada orang yang membuang sampah sembarang, Ara tegur dan himbau mereka untuk membuang sampah pada tempatnya."
Aku mengangguk setelah mendengar nasihat Ayah. "Baik, Ayah, Ara akan ingat selalu pesan Ayah ini."
Setelah berbincang banyak dengan ayah mengenai laut dan abrasi pantai tadi, aku pun kembali ke rumah. Sesampainya aku di rumah, akupun duduk di meja belajar sambil menuliskan mengenai semua penjelasan Ayah tadi.
Hal itu membuat aku sadar betapa pentingnya menjaga kelestarian pantai agar pantai selalu terjaga keindahannnya sehingga kita semua dapat menikmati segala keindahan pantai dan laut dan juga dapat untuk mengurangi abrasi pantai.
Hal tersebut juga membuat aku sadar tentang betapa pentingnya untuk menghargai setiap hal yang ada di sekitar kita dan selalu bersyukur tentang apa yang kita dapatkan dan kita peroleh.
Kesokan harinya di sekolah saat pembelajaran Bahasa Indonesia
"Anak-anak minggu lalu kita telah mempelajari materi mengenai membuat karangan singkat. Jadi, hari ini Ibu ingin ananda sekalian membuat membuat karangan singkat," terang bu guru.
"Bagaimana dengan temanya, Bu?" tanya salah seorang siswa.
"Nah, untuk temanya bebas ya, Nak. Nanti karangan ini akan dibacakan di depan kelas oleh salah seorang perwakilan sebelum kelas usai. Pemilihannya akan Ibu lakukan secara acak."
"Baiklah ananda, Ibu akan beri waktu 25 menit kepada ananda untuk membuat karangan ini. Selamat bekerja Ananda," lanjut Bu Guru.
"Baik, Bu," jawab siswa secara serentak.
Waktu 25 menit seperti yang diperintahkan oleh Bu Guru telah berlalu. Seluruh siswa telah selesai menulis karangannya. Mereka bersiap dengan harap karena takut namanya akan dipanggil oleh Bu Guru.
"Baik ananda waktu untuk menulis karangan telah usai. Apakah ananda sudah siap mengerjakannya?" tanya Bu Guru.
"Sudah, Bu," jawab seluruh siswa.
"Baik ananda, Ibu akan pilih secara acak ya salah seorang dari ananda untuk membacakan karangannya."
"Kira-kira.... Siapa ya? " ujar sang guru dengan usil. "Hmm, Ibu akan minta Diara untuk membacakan karanganya."
"Baik Bu." tukas Ara. Ara pun maju ke depan kelas dengan percaya diri.
"Selamat siang teman-teman dan Ibu. Aku akan membacakan hasil karanganku yang berjudul "Jagalah Kebersihan Pantai".
Ara mulai membaca, "Ayahku adalah seorang nelayan. Kami sekeluarga tinggal di dekat Pantai Lolong Padang. Aku suka sekali bermain di pantai bersama kakak-ku. Namun, beberapa hari belakangan aku sangat sedih karena sekitaran tepi pantai penuh dengan sampah. Pantainya menjadi tidak cantik lagi dan kotor."
Ara melanjutkan, "Aku sangat sedih dan untuk itu, aku mengajak keluargaku untuk bersama-sama membersihkan sekitaran tepi pantai. Hal itu membuat pantai kini menjadi sedikit lebih bersih dan aku pun senang sekali. Teman-teman ketika kita mengunjungi pantai jangan buang sampah sembarangan ya agar pantai tetap bersih."
"Sekian dari Ara, terima kasih," ucap Ara ketika selesai membacakan karangannya.
Teman-teman dan juga Ibu Guru bertepuk tangan untuk Ara.
"Wah, terima kasih Ara. Karangan Ara bagus sekali juga terdapat pesan moral yang sangat memotivasi teman-teman Ara."
"Nah, anak-anak dari karangan Ara tadi kita dapat belajar bahwa kita tidak boleh membuang sampah sembarangan yaa agar alam kita tetao bersih," pesan ibu guru
"Baik anak-anak sekian pembelajaran kita pada pertemuan kali ini dan terima kasih Ara untuk karangannya yang sangat bagus."
Ara tersenyum mendapat pujian dari sang guru. Ia menjadi tak sabar untuk pulang ke rumah dan memperlihatkan hasil karangan tersebut kepada orang tuanya.
Komentar
Kirim Komentar