Memahami Keberagaman: Mengapa Ada Perbedaan dalam Penentuan Awal Ramadan?
Seorang pakar sedang melihat keberadaan hilal/Sumber: kompas.com
Riry Mahesa Putri
Umat Islam di seluruh dunia akan segera memasuki bulan Ramadan, termasuk Indonesia. Faktanya sebelum memasuki bulan Ramadan kerap terjadi perdebatan dalam penentuan dimulainya bulan Ramadan.
Perdebatan ini muncul karena perbedaan metode yang dipakai dalam penentuan awal Ramadan.
Metode Ushul Fiqih menggabungkan cara melihat awal Ramadhan dengan melihat hasil penggabungan antara perhitungan Hisab dan pengamatan Rukyatul Hilal.
Dalam buku Al-Fiqh al-Muyasar dijelaskan masuknya bulan Ramadan ditetapkan dengan ru'yah al hilal atau melakukan pengamatan visibilitas hilal (bulan sabit) saat matahari terbenam menjelang awal bulan pada kalender Hijriah.
Jika tinggi hilal berada di bawah 2 atau 4 derajat, kemungkinan obyek yang dilihat bukan hilal, melainkan bintang, lampu kapal, atau obyek lainnya.
Perlu diketahui, hilal bisa dilihat dengan ketinggian minimal 2 derajat, elongasi (jarak sudut matahari-bulan) 3 derajat, dan umur minimal 8 jam saat ijtimak.
Jika ketinggiannya di bawah itu, artinya belum rukyat.
Bila seorang Muslim adil (shalih) bersaksi bahwa dia melihat Hilal Ramadan, maka bulan Ramadan ditetapkan masuk dengan kesaksiannya, berdasarkan firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 185 dan sabda nabi Muhammad yang artinya, "Bila kalian melihatnya, maka berpuasalah."
Namun, apabila hilal belum dapat dilihat maka wajib menyempurnakan bilangan Sya'ban tiga puluh hari.
Metode Hisab adalah metode penentuan bulan Hijriah berdasarkan ilmu falaq dan astronomi.
Hal ini bertujuan untuk memastikan keberadaan hilal sudah terlihat atau belum. Metode ini yang sering dipakai oleh organisasi masyarakat (ormas) Islam Muhammadiyah dalam menentukan mulainya satu Ramadan.
Dalam metode ini tidak perlu hilal (bulan) benar-benar terlihat, cukup dihitung dengan metode matematika atau astronomi.
Bahkan dalam metode ini, penentuan awal bulan di tahun-tahun berikutnya sudah dapat ditentukan dari sekarang.
Metode Ru'yah ini merupakan metode penentuan awal Ramadan dengan melihat bulan secara langsung dan saat sekarang bisa menggunakan alat-alat yang memudahkan untuk melihat bulan.
Jika hilal tidak terlihat karena terhalang oleh awan dan hujan, maka digenapkan bilangan bulan menjadi 30 hari, sehingga satu Ramadan jatuh setelah sempurna bilangan. Metode ini adalah metode yang dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya.
Berbagai pendapat muncul dalam menentukan satu Ramadan, sikap seorang muslim dalam hal ini, yaitu menghargai jika terjadi perbedaan karena dalam memahami ajaran agama tidak bisa ditentukan dengan satu arah saja, terdapat banyak penafsiran yang berbeda.
Namun, hal ini tidak boleh menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat.
Penyebab terjadinya kerancuan di Indonesia karena semua organisasi masyarakat (ormas) bisa berfatwa.
Seharusnya, yang bisa mengeluarkan fatwa hanya pemerintah yang diwakili Kementerian Agama.
Kendati demikian, hal ini meski menjadi perhatian. Indonesia memang negara yang membebaskan masyarakat dalam beragama.
Namun dalam Islam, dianjurkan bagi seorang muslim untuk konsisten dengan ajaran yang kita yakini.
Contohnya, seseorang mulai berpuasa mengikuti tanggal perhitungan Muhammadiyah, maka harus konsisten ia mengakhiri puasa dengan perhitungan saat ia mulai berpuasa.
Sudah diatur bahwa orang yang mengumpulkan dua fatwa dalam satu ibadah itu tidak diperbolehkan dalam Islam.
Komentar
Kirim Komentar