Sudah Mati
Sumber foto: BBC News Indonesia/Ismail Moneer
Muhammad Haziq Rausyan Fikar
Lebaran datang di tahun yang berbeda dengan luka yang sama. Semesta memberikan cahaya terbaiknya di pagi itu. Di bawah pohon kamboja tampak seorang wanita muda, tengah duduk seorang diri di atas makam yang kotor dan tak terurus, sembari berusaha membersihkannya
"Maaf baru bisa datang sekarang, Bu," ucap wanita itu.
Wanita itu berparas cantik, idaman semua pria.
Dia telah duduk di sana dalam waktu yang cukup lama, sehingga kuburannya tampak bersih dibanding sebelumnya. Tak bisa dimungkiri, matanya liar memandang sekitar, melihat keluarga lain yang berziarah dengan sangat ramai, sementara ia hanya datang seorang diri.
Baru saja bangkit dari duduknya setelah membersihkan kuburan. Tampak seorang pria berusaha mencuri pandang.
"Neng, sendiri aja ziarahnya? Mau ditemani?" tanya pria yang entah darimana asalnya.
"Tidak perlu saya sudah selesai ziarahnya. Permisi," pamit wanita tersebut sembari meninggalkan lokasi kuburan dengan wajah yang kesal.
Dari ujung mata pun terlihat jelas bahwa pria tersebut dongkol karena ditinggalkan begitu saja dengan jawaban yang alakadarnya.
Punya paras cantik ternyata tidak menjamin kebahagiaan bagi seorang perempuan. Punya hati yang baik pun tidak menjamin hidup bahagia bagi juga. Punya jabatan dan harta yang banyak pun tak menjamin perempuan dihargai dengan baik.
Ayana, seorang perempuan cantik keturunan Indonesia dan Belanda. Ia lahir dan tumbuh besar di negara kelahiran ibunya. Sewaktu duduk di bangku sekolah dasar, ibu guru pernah bertanya padanya.
"Siapa pahlawan terbaik di dunia?" tanya bu guru dengan penuh semangat.
Ayana mengangkat tangannya dan langsung berbicara.
"Ayahku adalah pahlawan terbaik di dunia. Dia seorang pria tampan dan kaya raya dari Belanda. Saat ini beliau menjalankan bisnis pakaian terbaik di negara ini sampai-sampai ibuku jatuh hati dengan ayah," jelas seorang anak yang sangat bangga dengan ayahnya.
Tak bisa dimungkiri, mata terbaik di dunia ini adalah mata anak kecil yang belum mengerti pahitnya kehidupan dunia ditahun berikut umurnya. Tampak berbinar kagum mata anak-anak yang mendengarkan jawaban Ayana. Anak mana yang tidak cemburu mendengar cerita singkat dari Ayana.
---
Usiaku saat ini 28 tahun, aku hidup sebatang kara karena ditinggal mati oleh keluarga dan dicampakkan oleh saudaraku.
Hanya itu yang aku ingat, hanya itu...
Aku berusaha kembali ke rumah dimana tempat aku dilahirkan dan dibesarkan. Setelah sekian lama aku berusaha hidup dengan bantuan dari orang lain, aku pulang ke rumah ini setelah menziarahi makam.
Aku kembali ke rumah megah yang terlihat tak terurus itu, aku tak ingat banyak, kecuali aku pernah lahir dan besar di rumah ini. Aku berusaha masuk.
---
"Pria jahat, dasar pembunuh!!! Bukan aku yang membunuhmu, tapi kau yang memintanya! Jahat kau!!!" teriak Ayana dari dalam rumah kosong tersebut sembari merobek koran yang terbit 10 tahun silam.
Kini ramai orang mulai mengerumuni rumah itu, Ayana berusaha dipegang erat oleh dua orang pria sembari berteriak "Sadarlah, Nak. Ini semua bukan salahmu!!!" tegur seorang pria sekitar umur 60 tahun dengan penuh emosi. Semua orang menatap Ayana dengan penuh kebingungan. Pandangan Ayana mulai kabur ia tak punya tenaga untuk memberontak dari cengkraman pria dan orang ramai yang mengerumuninya. Ia pingsan.
Mata perempuan bernama Ayana itu mulai terbuka dan sadar akan segala hal. Ia menangis kemudian perlahan berkata, "Namaku Ayana Strretje yang artinya bintang kecil yang cantik," ujarnya kepada seorang perawat.
Ia menghela nafas terlebih dahulu lalu melanjutkan perkataannya, hal ini membuat perawat heran. "Aku adalah korban sekaligus pelaku pembunuhan atas wafatnya pria bernama Gerit Albert Noah, dia adalah ayahku, ayah kandungku, benar, aku membunuh ayah kandungku."
---
Sepuluh tahun yang lalu, saat kejadian itu terjadi, umur Ayana sudah menginjak 18 tahun. Ia terpaksa menusukkan pisau tepat ke perut ayahnya karena sudah muak diperlakukan seperti binatang oleh sang ayah.
Ibunya sudah tak berdaya pun masih saja ditendang dan dijambak oleh laki-laki Belanda itu. Lelaki yang dulu dia banggakan karena tampan dan kaya, ternyata kini hanya seorang pria bajingan yang melakukan kekerasan kepada keluarganya setelah usaha yang ia tekuni bangkrut. Ia membunuh istrinya sendiri dan terbunuh oleh anaknya sendiri.
"Apa kau sudah ingat segalanya, Ayana?" tanya seorang dokter di rumah sakit jiwa.
"Sudah, dok," jawab Ayana lirih sambil menahan tangis.
Semenjak kejadian penusukan itu Ayana kehilangan kesadaran atas dirinya sendiri dan terpaksa dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
"Saya hanya melakukan apa yang harusnya saya lakukan. Saya hanya berusaha menyelamatkan diri saya dan ibu. Ibu saya sudah mati sewaktu dia masih menendangnya. Ibu saya baik dok," kata Ayana dengan suara parau menahan isak tangis.
"Tidak ada Ayana Strretje. Aku Ayana bukan gadis Belanda dan aku tak pernah punya ayah seumur hidupku. Ayana Strretje sudah mati, aku sudah mati," tegas Ayana dengan tatapan kosong pada dokter yang menanganinya selama ini.
Tamat
Komentar
Kirim Komentar